Kuliner Tradisional dalam Bahasa Aceh : Kajian Linguistik Kuliner

View/ Open
Date
2019Author
Fitrisia, Dohra
Advisor(s)
Sibarani, Robert
Mulyadi
Ritonga, Mara Untung
Metadata
Show full item recordAbstract
This research investigates traditional culinary in the Acehnese language using the
Culinary Linguistics approach. The problems studied are (1) word formation and
culinary naming process, (2) culinary meanings in the Acehnese culture, (3)
cultural norms relating to culinary traditions in the eating-together tradition. The
ethnographic method was used to examine the language and culture related to
culinary based on the understanding of the local people. This research was
conducted in Aceh Besar, which are the village of Ladong sub-district Mesjid
Raya, the village of Meunasah Bak Trieng sub-district Krueng Barona Jaya, the
village of Lambadeuk sub-district Peukan Bada, the village of Reukih Dayah subdistrict
Indrapuri, the village of Teubang Phui Mesjid sub-district Montasik and
the village of Sibreh Lamtanjong sub-district Suka Makmur. The data were
collected by using in-depth interviews and participant observations on seven
informants. All the data were reviewed using the analysis of domain, of
taxonomy, of compound, and of theme. The results show that word formation in
culinary naming consists of five composition patterns namely N + N, N + Adj, N
+ V; N + V + Adj; N + V + N; V + N, full and partial reduplication. There are
nine culinary naming processes, namely naming based on fictitious personality,
main ingredients, colors, ways of cooking, similarity in shape, flavor, taste,
cooking utensils and imitation of sound. Some lexicons were found, namely food
that is stirred and consumed raw consists of the lexicons cicah, sambai and ie boh
kaye; food consumed after being preserved or spoiled consists of the lexicons
prom/peudom, jruek, peuda and meuraba/meulisan; food consumed after cooking
using three different basic medias: i.e. water-based consisting of the lexicons
reuboh, peulemak, seuop; fire-based consisting of the lexicons tot, baked, lheue,
sale, deudah and wot; and oil-based consisting of gureng and tumeh. The
construction of paraphrases of MSA meaning and molecules is used to describe
the meaning of nouns in culinary names based on their functional categories,
making material, processing and display of culinary after processing. Cultural
norms in the eating-together tradition consist of (1) appreciation and respect for
others, (2) humility, (3) apologies, (4) cooperation or help, (5) gratitude, (6)
friendliness. Penelitian ini mengkaji kuliner tradisional dalam bahasa Aceh dengan
menggunakan pendekatan Linguistik Kuliner. Masalah yang diteliti adalah (1)
pembentukan kata dan proses penamaan kuliner,(2) makna kuliner dalam budaya
Aceh, (3) norma budaya yang berkaitan dengan kuliner dalam tradisi makan
bersama. Metode etnografi dipergunakan untuk menyelidiki bahasa dan budaya
yang berkaitan dengan kuliner berdasarkan pemahaman masyarakat setempat.
Penelitian ini dilakukan di Aceh Besar, yaitu di desa Ladong kecamatan Mesjid
Raya, Meunasah Bak Trieng kecamatan Krueng Barona Jaya, desa Lambadeuk
kecamatan Peukan Bada, desa Reukih Dayah kecamatan Indrapuri, desa Teubang
Phui Mesjid kecamatan Montasik dan desa Sibreh Lamtanjong kecamatan Suka
Makmur. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam dan
pengamatan berpartisipasi terhadap tujuh orang informan. Seluruh data dikaji
menggunakan analisis domain, taksonomi, komponensial, dan tema. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pembentukan kata dalam penamaan kuliner terdiri
atas lima pola komposisi yaitu N+N, N+Adj, N+V; N+V+Adj; N+V+N; V+N,
reduplikasi utuh dan sebagian. Ada sembilan proses penamaan kuliner, yaitu
penamaan berdasarkan personalitas fiktif, bahan utama, warna , cara pembuatan,
keserupaan bentuk, bumbu, rasa, alat masak dan peniruan bunyi. Beberapa
leksikon ditemukan, yaitu makanan yang diaduk dan dikonsumsi mentah terdiri
atas leksikon cicah, sambai dan ie boh kaye, makanan yang dikonsumsi setelah
diawetkan atau dibusukkan terdiri atas prom/peudom, jruek, peuda dan
meuraba/melisan, makanan yang dikonsumsi setelah dimasak menggunakan tiga
media dasar yang berbeda , yaitu media dasar air, terdiri atas reuboh,
peulemak,seuop. Media dasar api, terdiri atas leksikon tot, panggang, lheue, sale,
deudah dan Wot, dimasak dengan media dasar minyak terdiri atas gureng dan
tumeh.Konstruksi parafrase makna MSA dan molekul digunakan untuk
mendeskripsikan makna nomina pada nama-nama kuliner berdasarkan kategori
fungsinya, material pembuatan, cara pengolahannya dan tampilan kuliner setelah
diolah. Norma budaya dalam tradisi makan bersama terdiri atas (1)penghargaan
dan rasa hormat kepada orang lain, (2) rasa rendah hati, (3) permintaan maaf, (4)
kerjasama atau tolong menolong, (5) rasa terima kasih, (6)keramahan.