dc.description.abstract | Skripsi ini membahas tentang fungsi dan makna pada Wagashi bagi
masyarakat Jepang. Tujuan dari skripsi ini dibuat adalah untuk mendeskripsikan
fungsi dan makna pada Wagashi bagi mayarakat Jepang.
Wagashi adalah istilah untuk segala jenis kue manis dan permen manis
dari Jepang. Wagashi berasal dari perpaduan kata wa (和) dan kashi (菓子), wa (
和) berarti sesuatu yang menandakan Jepang sedangkan kashi (菓子) berarti kue
manis atau permen manis. Wagashi terdiri dari berbagai jenis, yaitu Jogashi,
Mochi, Dango, Manju, Yōkan, dan Higashi. Dari berbagai macam jenis tersebut
Wagashi hanya memiliki satu kesamaan, yakni memiliki rasa manis. Wagashi
memiliki sangat banyak variasi bentuk dan warna, namun satu hal yang sangat
jelas menggambarkan Wagashi adalah motifnya yang selalu menggambarkan
unsur alam di Jepang.
Dalam kehidupan masyarakat Jepang, keberadaan Wagashi tentunya
memiliki berbagai macam fungsi, Adapun fungsi-fungsi Wagashi bagi
masyarakatnya adalah sebagai bentuk kecintaan masyarakat Jepang terhadap
alam, sebagai bentuk penghormatan masyarakat Jepang terhadap para dewa
(kami) dan roh para leluhur, sebagai sebuah simbol pengharapan dalam berbagai
macam perayaan atau ritus tahunan (Matsuri), serta sebagai hidangan pendamping
saat upacara minum teh (Chanoyu).
Ketika upacara minum teh (Chanoyu), Wagashi dihidangkan untuk
menetralisir rasa pahit yang ada pada teh. Selain itu, Wagashi yang dihidangkan biasanya memiliki bentuk yang sederhana agar selaras dengan makna upacara
minum teh itu sendiri, yaitu menampilkan kesederhanaan.
Wagashi juga merupakan sesajian yang dipersembahkan kepada Roh
leluhur dan para dewa (Kami) sebagai bentuk penghormatan pada saat upacaraupacara
tertentu berlangsung (Matsuri). Dalam Matsuri, Wagashi disajikan dan
dibentuk menyerupai sesuatu untuk menyimbolkan suatu pengharapan tertentu
sesuai dengan Matsuri apa yang sedang berlangsung.
Jenis-jenis Wagashi yang terdapat di Jepang, antara lain Wagashi yang
digunakan untuk persembahan / perayaan (Matsuri), Wagashi Sepanjang Tahun,
Wagashi Musiman, Wagashi Upacara Minum Teh, dan Wagashi Buah Tangan.
Makna pada Wagashi pada umumnya tersirat dari bentuk-bentuknya yang indah,
warna-warna yang terkandung, dan juga bahan yang digunakan.
Tampilan pada Wagashi yang variatif tentunya memiliki makna yang
tersirat. Dalam hal ini makna yang dimaksud adalah makna estetis dan makna
berdasarkan warnanya. Nilai estetis pada Wagashi umumnya tergambar dari
unsur-unsur alam sekitar yang dituangkan sebagai aksen pada Wagashi. Untuk
memahami makna apa yang terkandung dari aksen tersebut, masyarakat Jepang
menjabarkan berdasar pada konsep estetika Wabi dan konsep estetika Zen
Buddhisme. Konsep wabi mengacu pada keindahan dalam konteks ruang yang
berkarakteristik sederhana (simple) kecantikan yang sederhana (unpretentious
beauty), dan ketidaksempurnaan (imperfect). Sedangkan konsep estetika Zen
memiliki tujuh karakteristik, yaitu fukinsei 不均斉(asismetris), kanso 簡素
(kesederhanaan), shizen 自然(alami), kokou 枯高(kekeringan sublim), yuugen 幽 玄(makna yang mendalam), datsuzoku 脱俗(bebas dari ikatan), dan seijaku 静寂
(keheningan).
Sedangkan pada Wagashi yang tidak mengadaptasi dari unsur-unsur alam
dapat dikenali maknanya berdasarkan warna apa yang terkandung pada Wagashi
tersebut. Karena warna dianggap sebagai media komunikasi non-verbal yang
dipercaya masyarakat Jepang mampu menggambarkan suasana hati dan jiwa
seseorang.
Warna yang paling sering digunakan adalah hijau (memberikan
keseimbangan antara manusia dan alam), biru (memberikan kesejukan), merah
(kekuatan, kebahagiaan, kemakmuran, dan keberuntungan), kuning (memberikan
perubahan dan relaksasi), pink (romantis, kejenakaan, dan kasih sayang), oranye
(kehangatan, energi, dan matahari), ungu (keromantisan, kelembutan, dan
kegembiraan), coklat (kesederhanaan, kesehatan, kesetiaan, keramahan, rasa
hangat, dan kepercayaan), dan putih (kemurnian, kesucian, kebersihan, spiritual,
pemaaf, cinta suci, dan terang). | en_US |