dc.description.abstract | Feminisme adalah paham yang menyatarakan kedudukan antara laki-laki
dan perempuan. Feminisme merupakan modernisasi dalam hal pola pikir yang
melawan pemikiran-pemikiran kuno agar tercapai modernisasi yang seutuhnya.
Pemikiran kuno itu adalah pemikiran patriakal yang menciptakan diskriminasi
terhadap kaum perempuan. Oleh karena itu, perempuan tidak memiliki
kekebebasan dan kesempatan guna mencapai modernisasi. Paham ini masuk ke
Jepang pada Restorasi Meiji bersama budaya barat lainnya. Namun pergerakan
dan perkembangannya baru terlihat beberapa tahun pasca Restorasi Meiji.
Status perempuan pada zaman dahulu juga didukung oleh ajaran - ajaran
yang ada di Jepang. Dalam ajaran Shinto dan Budhisme diperbolehkan kaum
perempuan untuk menjadi pendeta atau biawarawati. Namun mereka sama sekali
tidak mempunyai kekuasaan diatas kaum lelaki. Dalam ajaran Konfusianisme
kaum perempuan memiliki derajat yang rendah. Dan sering kali diperlakukan
secara tidak adil.
Kedatangan paham feminisme merupakan kabar baik bagi kaum
perempuan yang mengalami diskrimasi pada saat itu. Sebelumnya, mereka hanya
memiliki peran sebagai seorang ibu dan istri. Kewajiban mereka hanyalah
mengurus suami, anak dan urusan rumah lainnya. Seorang istri tidak akan diakui
oleh keluarga suaminya apabila tidak dapat melahirkan anak laki-laki. Dari zaman
feodal hingga meiji , mereka hidup dalam idealisasi ryosaikenbo。Ryousaikebo
yaitu istri yang baik, ibu yang bijaksana. Bahkan idealisasi ini masih dianut oleh
sebagian masyarakat saat ini. Para tokoh feminist seperti Hiratsuka Raichou, Ichikawa Fusae,
Yamakawa Kikue begitu aktif dalam mengkampanyekan hak-hak perempuan di
dalam masyarakat Jepang. Mereka menuntut pemerintah agar memberikan
perlindungan kepada perempuan dan juga diakui hak politiknya. Tokoh-tokoh ini
mewujudkan pergerakan feminisme kedalam organisasi. Organisasi-organisasi
tersebut The New Woman Asociation, The Red Wave Society dan Tokyo
Federation of Women’s Organizations. Pergerakan dari organisasi ini telah
memberikan perubahan terhadap kaum perempuan Jepang.
Perubahan itu terdapat dari sektor pendidikan hingga politik. Dan yang
menonjol juga dapat dilihat di sektor rumah tangga dan juga lapangan pekerjaan.
Saat ini, kaum perempuan telah memiliki kesempatan untuk bekerja dengan
perlindungan yang diberikan oleh pemerintah. Walaupun gaji mereka lebih kecil
dibandingkan kaum pria, tetapi berbagai lapangan perkejaan dapat ditekuni mulai
dari buruh hingga pegawai kantoran. Dalam hal rumah tangga, para suami tidak
lagi memegang kekuasaan absolut, sekarang telah adanya diskusi dengan istri.
Pernikahan bukan lagi paksaan namun menjadi sebuah pilihan, khususnya bagi
kaum perempuan .
Feminisme telah menyediakan kebebasan dan kemajuan bagi kaum
perempuan sehingga mereka dapat mengembangkan diri mereka. Hal ini tentu saja
mempengaruhi Jepang dan mepercepat proses modernisasi. Akan tetapi, masih
ada masyarakat Jepang yang menolak feminisme berkembang di Jepang. Hal itu
dikarenakan feminisme mendorong kaum perempuan untuk memilih berkarir.
Sehingga menyebabkan fenomena penundaan pernikahan (bakonka), menolak
pernikahan (hikonka) dan memilih tidak punya anak atau berhenti pada satu anak (hitoriko). Fenomena-fenomena tersebut menciptakan fenomena yang lebih buruk
yaitu fenomena penurunan angka kelahiran anak (shoushika).
Fenomena Shoushika telah mengkhawatirkan pemerintah dan masyarakat
Jepang karena ancaman kepunahan populasi Jepang di masa depan. Maka
feminisme dianggap mempunyai dampak negatif terhadap masyarakat Jepang. Hal
ini telah menjadi perdebatan antara tokoh feminisme dan masyarakat patriakal di
Jepang.
Walaupun feminisme mempunyai kaitan dengan penurunan angka
kelahiran di Jepang, namun feminisme merupakan bagian dari modernisasi yang
telah membawa perubahan bagi kaum perempuan Jepang. Sebuah perubahan tidak
akan terjadi tanpa pengorbanan. Jadi, dapat dikatakan bahwa shoushika
merupakan pengorbanan untuk mencapai modernisasi di Jepang. | en_US |