Hubungan Tipe Cerebral Palsy Dengan Gangguan Pendengaran Berdasarkan Pemeriksaan Otoacoustic Emission (OAE), Timpanometri dan Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) di Yayasan Cerebral Palsy Kota Medan

Date
2025-09-10Author
Syiva, Teuku Muhammad
Advisor(s)
Lubis, Yuliani M.
Farhat
Metadata
Show full item recordAbstract
Pendahuluan :Cerebral palsy (CP) merupakan gangguan neurologis non-progresif yang sering dikaitkan dengan keterlambatan perkembangan dan komunikasi. Gangguan pendengaran dapat memperburuk hambatan tersebut. Penilaian pendengaran dini dan akurat pada anak dengan CP sangat penting, namun sering kali sulit dilakukan karena keterbatasan kerja sama dalam pemeriksaan perilaku. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan prevalensi dan pola gangguan pendengaran pada anak dengan CP serta mengevaluasi hubungannya dengan faktor risiko dan subtipe CP. Bahan dan Metode: Penelitian potong lintang ini melibatkan 31 anak dengan diagnosis CP di Medan. Kriteria inklusi mencakup anak berusia di bawah 17 tahun dengan persetujuan orang tua. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik demografis, riwayat perinatal, serta subtipe CP berdasarkan klasifikasi klinis dan topografis. Pemeriksaan pendengaran dilakukan menggunakan timpanometri, otoacoustic emissions (OAE), dan Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA). Analisis statistik menggunakan uji chi-square dengan tingkat signifikansi p < 0,05. Hasil:Rerata usia responden adalah 7,45 ± 3,46 tahun, dengan mayoritas berusia 7–14 tahun (61,3%) dan berjenis kelamin laki-laki (64,5%). Sebagian besar memiliki berat badan lahir normal (74,2%) dan lahir cukup bulan (83,9%). Hasil timpanometri menunjukkan tipe A pada 83,9% telinga kanan dan 87,1% telinga kiri. Pemeriksaan OAE menunjukkan 71% pass dan 29% refer. Hasil BERA menunjukkan 71% normal, 25,8% mengalami gangguan pendengaran sensorineural (SNHL), dan 3,2% gangguan campuran. Anak dengan berat badan lahir abnormal memiliki prevalensi gangguan pendengaran lebih tinggi (62,5%) dibandingkan dengan berat lahir normal (17,4%) (p = 0,027). CP tipe non-spastik secara signifikan berhubungan dengan gangguan pendengaran (p = 0,045; PR = 5,7).
Kesimpulan: Meskipun sebagian besar anak dengan CP memiliki pendengaran normal, terdapat proporsi bermakna dengan gangguan pendengaran sensorineural. CP tipe non-spastik dan berat badan lahir abnormal berhubungan secara signifikan dengan peningkatan risiko gangguan pendengaran, sehingga diperlukan skrining audiologis dini dan komprehensif pada kelompok berisiko tinggi
Collections
- Master Theses [204]