Show simple item record

dc.contributor.advisorLubis, Yuliani M.
dc.contributor.advisorFarhat
dc.contributor.authorSyiva, Teuku Muhammad
dc.date.accessioned2025-10-15T08:17:33Z
dc.date.available2025-10-15T08:17:33Z
dc.date.issued2025-09-10
dc.identifier.urihttps://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/109532
dc.description.abstractPendahuluan :Cerebral palsy (CP) merupakan gangguan neurologis non-progresif yang sering dikaitkan dengan keterlambatan perkembangan dan komunikasi. Gangguan pendengaran dapat memperburuk hambatan tersebut. Penilaian pendengaran dini dan akurat pada anak dengan CP sangat penting, namun sering kali sulit dilakukan karena keterbatasan kerja sama dalam pemeriksaan perilaku. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan prevalensi dan pola gangguan pendengaran pada anak dengan CP serta mengevaluasi hubungannya dengan faktor risiko dan subtipe CP. Bahan dan Metode: Penelitian potong lintang ini melibatkan 31 anak dengan diagnosis CP di Medan. Kriteria inklusi mencakup anak berusia di bawah 17 tahun dengan persetujuan orang tua. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik demografis, riwayat perinatal, serta subtipe CP berdasarkan klasifikasi klinis dan topografis. Pemeriksaan pendengaran dilakukan menggunakan timpanometri, otoacoustic emissions (OAE), dan Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA). Analisis statistik menggunakan uji chi-square dengan tingkat signifikansi p < 0,05. Hasil:Rerata usia responden adalah 7,45 ± 3,46 tahun, dengan mayoritas berusia 7–14 tahun (61,3%) dan berjenis kelamin laki-laki (64,5%). Sebagian besar memiliki berat badan lahir normal (74,2%) dan lahir cukup bulan (83,9%). Hasil timpanometri menunjukkan tipe A pada 83,9% telinga kanan dan 87,1% telinga kiri. Pemeriksaan OAE menunjukkan 71% pass dan 29% refer. Hasil BERA menunjukkan 71% normal, 25,8% mengalami gangguan pendengaran sensorineural (SNHL), dan 3,2% gangguan campuran. Anak dengan berat badan lahir abnormal memiliki prevalensi gangguan pendengaran lebih tinggi (62,5%) dibandingkan dengan berat lahir normal (17,4%) (p = 0,027). CP tipe non-spastik secara signifikan berhubungan dengan gangguan pendengaran (p = 0,045; PR = 5,7). Kesimpulan: Meskipun sebagian besar anak dengan CP memiliki pendengaran normal, terdapat proporsi bermakna dengan gangguan pendengaran sensorineural. CP tipe non-spastik dan berat badan lahir abnormal berhubungan secara signifikan dengan peningkatan risiko gangguan pendengaran, sehingga diperlukan skrining audiologis dini dan komprehensif pada kelompok berisiko tinggien_US
dc.description.sponsorshiptidak adaen_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectCerebral Palsy, Gangguan Pendengaran, OAE, Timpanometri, BERAen_US
dc.titleHubungan Tipe Cerebral Palsy Dengan Gangguan Pendengaran Berdasarkan Pemeriksaan Otoacoustic Emission (OAE), Timpanometri dan Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) di Yayasan Cerebral Palsy Kota Medanen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM 217041039
dc.identifier.nidn0016037002
dc.identifier.nip1271155407720001
dc.description.pages96 halamanen_US
dc.description.typeTesis Magisteren_US
dc.subject.sdgsSDGs 4. Quality Educationen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record