Isue Gender dalam Masyarakat Patriarki di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mandailing Natal
View/ Open
Date
2018Author
Syahrina, Irma
Advisor(s)
Harahap, R. Hamdani
Daulay, Harmona
Metadata
Show full item recordAbstract
Mandailing Natal adalah salah satu kabupaten yang termasuk minim keterpilihan perempuannya di legislatif, namun posisi pimpinan diduduki oleh perempuan. Fenomena tersebut memberikan harapan baru dalam perpolitikan perempuan. Dalam penelitian ini penulis ingin melihat kondisi nilai patriarki dan ketidakadilan gender dalam perpolitikan di Mandailing Natal. Penulis ingin menggali lebih dalam mengenai partisipasi perempuan di legislatif dengan pimpinan perempuan dalam poros politiknya. Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah bersifat kualitatif dengan metode deskriptif. Informan yang diteliti adalah 3 orang anggota legislatif perempuan karena yang menjadi pokok penelitian berobjek pada perempuan legislatif yang sedang menduduki kursi legislatif pada periode 2014-2019, 3 orang anggota legislatif laki-laki (anggota legislatif dari 3 partai berbeda), 3 orang anggota partai politik, dan 3 orang dari pengurus partai politik dari partai yang berbeda yang merupakan caleg perempuan yang gagal pada periode 2014-2019. Teknik pengumpulan data diperoleh dari sekretariat DPRD Kabupaten Mandailing Natal, Sekretariat DPC Partai terkait, dan juga BPS Kabupaten Mandailing Natal, juga melakukan interview dengan informan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa. nilai patriarki yang dirasakan perempuan di masyarakat ternyata sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial dan budaya di Dapil. Perempuan yang mencaleg di Dapil yang multietnis dan memiliki ragam agama tidak begitu merasakan pengaruh nilai patriarki. Intervensi kekuasaan dalam parpol juga masih terjadi di perpolitikan Mandailing Natal dimana keterpilihan perempuan sebagai pimpinan DPRD bukan atas dasar kesepakatan anggota partai terpilih, namun lebih mengarah kepada dinasti politik. Keberadaan ketua DPRD perempuan tidak memiliki pengaruh dalam mengakomodir kepentingan perempuan di parlemen, karena aspirasi harus datang dari komisi. Pengaruh patriarki tidak begitu menonjol di Parlemen. Perempuan tetap bisa melakukan advokasi kepentingan Dapil, meski masih mengalami kesulitan. Efek yang ditimbulkan dari politik maskulinitas di DPRD Mandailing Natal adalah : pertama, laki-laki masih bersikap temperamental dalam mengeluarkan aspirasinya. Kedua, karena sedikitnya kuantitas perempuan di palemen, banyak aspirasi yang tidak ditanggapi.
