dc.description.abstract | Jepang telah menyerap banyak gagasan dari negara-negara lain seperti adat istiadat, teknologi, dan bentuk budaya lainnya. Budaya-budaya yang diperkenalkan dari daratan Asia maupun Eropa ini, diserap oleh bangsa Jepang kemudian diciptakan kembali menjadi budaya sendiri. Dewasa ini, kita dapat melihat bahwa gaya hidup masyarakat Jepang merupakan perpaduan antara budaya tradisional di bawah pengaruh Asia dan budaya modern barat.
Tetapi diantara keanekaragaman tersebut, kepercayaan Shinto telah menjadi fondasi bagi kehidupan masyarakat Jepang. Kepercayaan ini beranggapan bahwa alam semesta didiami oleh banyak dewa atau Kami. Shinto bukan sekedar keyakinan beragama, tetapi gabungan dari sikap, pola pikir, dan metode melakukan sesuatu yang sudah ada sejak 2000 tahun lalu dan sudah menjadi bagian dari cara hidup orang Jepang.
Diperkirakan bahwa Shinto berkembang karena adanya hubungan dengan budidaya padi yang sangat dipengaruhi oleh cuaca, sehingga ritual dan festival untuk berdoa dan mengungkapkan rasa syukur atas panen yang berlimpah sangat penting bagi masyarakat petani. Masyarakat Jepang kuno juga merasakan dan menyadari adanya kekuatan alam yang melebihi kekuatan manusia, kekuatan magis dan kesakralan dalam fenomena alam, seperti angina, hujan, guntur, dan juga benda-benda alam seperti pohon, gunung, batu, air terjun, serta hewan. Mereka percaya bahwa hal tersebut memiliki kekuatan spiritual, sehingga mereka menghormati dan menyembah hal tersebut sebagai Kami. Selain itu, masyarakat juga menyembah nenek moyang mereka sebagai Kami.
Dalam Shinto, kegiatan ibadah dilakukan di kuil yang disebut jinja, yaitu tempat peribadatan yang berfungsi untuk melakukan pemujaan terhadap Kami atau juga dapat digunakan sebagai tempat upacara lainnya. Umumnya, di setiap pintu masuk kuil Shinto, terdapat gerbang yang biasanya dicat dengan warna merah menyala. Gerbang ini disebut dengan torii. Torii merupakan gerbang pembatas antara areal suci yaitu tempat tinggal Kami dengan tempat tinggal manusia atau duniawi. Torii umumnya dibangun di wilayah dimana Kami dipercayai bersemayam. Dalam Shinto, wilayah kuil dipercayai menjadi wilayah kekuasaan tempat Kami yang disembah bersemayam. Memasuki kuil berarti memasuki wilayah Kami.
Torii ini merupakan sumbangan dari para pengikut kuil sebagai bentuk persembahan kepada Kami dan untuk menunjukkan rasa terimakasih atas dikabulkannya permintaan yang mereka pinta. Selain itu, pembangunan torii juga berarti permintaan mereka akan dikabulkan atau permintaan mereka sudah dikabulkan oleh Kami.
Saat ini, seluruh torii yang ada di kuil Shinto merupakan sumbangan dari perorangan, atau keluarga, atau perusahaan-perusahaan yang ada di Jepang. Nama penyumbang torii, tanggal, bulan, dan tahun ditulis di bagian belakang torii. Karena umumnya torii yang ada di kuil ini terbuat dari kayu, rentang waktu yang dimiliki sekitar dua puluh tahun, dan kemudian harus diganti dengan torii yang baru.
Pada umumnya bangunan torii terdiri dari dua batang tiang yang menopang dua batang palang yang berada di bagian atas bangunan. Palang bagian atas bisa terdiri dua buah palang yang bersusun, yakni palang Kasagi dan palang Shimaki, sedangkan palang bagian bawah disebut Nuki. Torii terbagi atas dua bentuk, yaitu bentuk shinmei dan bentuk myojin. Bentuk shinmei adalah bentuk yang paling sederhana dengan bagian yang lurus seperti kasagi, hashira, dan nuki. Sedangkan bentuk myojin, memiliki bentuk kasagi dan shimaki yang melengkung ke atas.
Torii di kuil Shinto memiliki makna yang berbeda, yaitu dari segi warna yang digunakan, arah dan tempat torii didirikan, serta harga torii tersebut. Sebagian besar torii dicat menggunakan warna merah menyala. Warna ini mengindikasikan untuk menolak pengaruh dari roh jahat serta menunjukkan berlimpahnya hasil panen yang diberikan Inari Okami kepada masyarakat Jepang. Torii dibangun di gunung, laut, air terjun, atau pohon yang dianggap sebagai tempat yang suci dan menghadap ke arah timur, dan tidak pernah menghadap utara. Karena bagian utara dianggap berhubungan dengan kematian dan juga dianggap membawa kesialan. Begitu juga dengan torii yang menghadap ke timur maupun barat. Karena matahari akan terlihat seperti memasuki torii untuk menuju ke dalam kuil. Ukuran dan harga torii yang disumbangkan oleh pengikut kuil menandakan jumlah uang yang diserahkan kepada Kami berdasarkan dengan apa dan jumlah kekayaan atau kelimpahan harta yang telah diberikan Kami pada mereka.
Selain memiliki makna, torii juga memiliki fungsi yaitu menandai batas antara kawasan Kami dengan manusia, mengingatkan orang-orang akan kehadiran Kami, sebagai penanda masuk kuil Shinto, bentuk persembahan dari para pengikut kuil, serta melindungi kuil dari Kegare. | en_US |