Peran Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Sebagai Penyidik Dan Penuntut Tindak Pidana Korupsi Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) (Studi Putusan Nomor: 10/PID/TPK/2014/PT.DKI ; NOMOR: 1195 K/PID.Sus/2014 ; NOMOR: 2223 K/PID.SUS/2012)
View/ Open
Date
2017Author
Sitanggang, Frima A.
Advisor(s)
Nasution, Bismar
Syahrin, Alvi
Mulyadi, Mahmud
Metadata
Show full item recordAbstract
KPK (Corruption Eradication Committee) is a state institution which independently prevents and eradicates criminal acts of corruption and money laundering. Money laundering criminal act resulted from corruption is very hazardous to a state financial system. The establishment of KPK, due to the reason that the prevention from and eradication of corruption and money laundering, has not been effective so far.
The research problems are, firstly, how about the role of KPK as the investigator and prosecutor of corruption criminal act to eradicate the money laundering criminal act; secondly, how about the obstacles of the role of KPK as the investigator and prosecutor of the corruption criminal act to eradicate the money laundering criminal act; and thirdly, what about the solutions to overcome the obstacles of the role of KPK as the investigator and prosecutor of corruption criminal act to eradicate the money laundering criminal act. These problems will be analyzed through a study on the Rulings No. 10/PID/TPK/2014/PT.DKI; No. 1195 K/PID.Sus/2014; and No. 2223 K/PID.Sus/2012.
Legal System Theory is used as the theoretical framework used for the analysis in this research which covers the Legal Structure, Legal Substance and Legal Culture. The Verification Theory, which prevails in the legal system of Indonesia, is the negative verification; namely, the verification is based on the laws and judge’s belief. The normative legal research is employed as the method in this research, which refers to the norms found in the laws, regulation and court ruling.
The results of the research show that KPK has incorrectly charged on the indictment to the perpetrator. The indictment of KPK to the perpetrator is cumulative and contrary to the Article 65 of KUHP (the Penal Code). The role of KPK to return the state loss and to seize the perpetrator’s wealth resulted from the money laundering has been performed by KPK and the legality of the action of KPK has to be based on the laws without violating the order of the prevailing laws. The obstacles encountered by KPK in the prevention and eradication of the money laundering criminal act are, obstacles from the Perspectives of Laws, Law Enforcer, and Legal Culture. The solutions to overcome these obstacles are, firstly, regarding the laws, there are steps and strategies to make Renewal of Laws or Legislation; secondly, regarding the legal structure, there are steps of mental and moral reformation of the apparatus of KPK; and thirdly, regarding the legal culture, there is a mental couching for the society and their participation to help and provide information about the allegation of the money laundering criminal act. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga negara yang independen dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Tindak pidana pencucian uang yang berasal dari kejahatan tindak pidana korupsi adalah kejahatan yang sangat membahayakan sistem keuangan suatu negara. Lahirnya lembaga KPK tidak terlepas dari alasan bahwa pencegahan dan penindakan terhadap kejahatan korupsi dan kejahatan pencucian uang yang terjadi selama ini belum berjalan secara efektif.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu: Pertama, Bagaimana Peran KPK Sebagai Penyidik dan Penuntut Tindak Pidana Korupsi Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kedua, Bagaimana Hambatan Peran KPK Sebagai Penyidik dan Penuntut Tindak Pidana Korupsi Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Ketiga, Apa Solusi Untuk Mengatasi Hambatan Peran KPK Sebagai Penyidik dan Penuntut Tindak Pidana Korupsi Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dari rumusan masalah tersebut maka akan diteliti melalui Studi Putusan Nomor: 10/PID/TPK/2014/PT.DKI; Nomor 1195 K/PID.Sus/2014; Nomor 2223 K/PID.Sus/2012.
Kerangka teori yang dipergunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah menggunakan teori Legal System yang meliputi Struktur Hukum, Substansi Hukum dan Kultur hukum. Kemudian Teori Pembuktian, bahwa dalam sistem hukum di Indonesia maka yang berlaku adalah teori pembuktian secara negatif, yaitu pembuktian yang didasarkan pada undang-undang dan keyakinan hakim. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan.
Hasil penelitian ini yaitu bahwa KPK dalam hal menerapkan dakwaan terhadap si pelaku adalah tidak tepat. Dakwaan yang diterapkan KPK terhadap si pelaku ialah dakwaan kumulatif dan telah bertentangan dengan Pasal 65 KUHP. Kemudian dalam hal peran KPK dalam mengembalikan kerugian negara dan merampas seluruh harta kekayaan si pelaku yang berasal dari kejahatan pencucian uang telah dilaksanakan oleh KPK dan legalitas dari tindakan KPK tersebut seyogyanya harus berdasarkan pada undang-undang tanpa melanggar perintah dari undang-undang yang berlaku. Hambatan-hambatan yang dialami KPK dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, meliputi Pertama, ialah hambatan dari segi undang-undang. Kedua, hambatan dari segi penegak hukum.
Ketiga, hambatan dari segi kultur hukum. Solusi yang dapat dilakukan dalam mengatasi hambatan-hambatan yang dialami KPK tersebut ialah, Pertama, dalam hal perundang-undangan bahwa adanya langkah dan strategi untuk melakukan pembaharuan hukum atau perundang-undangan. Kedua, dalam hal struktur hukum bahwa adanya langkah reformasi mental dan moral aparatur KPK. Ketiga, dalam hal kultur hukum bahwa adanya pembinaan mental masyarakat dan peran serta masyarakat dalam membantu dan memberi informasi dugaan terjadinya kejahatan pencucian uang.
Collections
- Master Theses [1793]