Perbandingan Kearifan Lokal Hattanjou Iwai pada Masyarakat Jepang dan Tedhak Siten pada Masyarakat Jawa
Nihon No Shakai Ni Okeru Hattanjou Iwai Jawa No Shakai No Tedhak Siten To No Hikaku
View/ Open
Date
2017Author
Batubara, Kartini Sary
Advisor(s)
Situmorang, Hamzon
Metadata
Show full item recordAbstract
Setiap kelompok masyarakat pada umumnya mempunyai konsep bahwa tiap-tiap individu terbagi dalam tingkatan hidup. Lingkungan sosial individu mulai terbentuk sejak masih dalam kandungan ibunya hingga akhirnya meninggal dunia. Pada berbagai kebudayaan ada anggapan bahwa masa peralihan manusia dari satu tingkat ke tingkat kehidupan lainnya merupakan saat-saat penuh bahaya, baik bahaya yang nyata maupun yang gaib. Oleh karena itu dalam beberapa kebudayaan sering dilakukan suatu upacara daur hidup.
Daur hidup dalam masyarakat Jepang disebut tsuka girei (ritual perjalanan). Daur hidup dalam masyarakat Jepang berhubungan dengan pandangan akan roh orang Jepang. Manusia sejak lahir hingga menikah berada dalam posisi tidak tenang, atau berada dalam posisi kekotoran. Oleh karena itu perlu diadakan upacara selamatan (ritus) supaya memperoleh keselamatan.
Salah satu ritus daur hidup dalam masyarakat Jepang yaitu hattanjou iwai (ulang tahun pertama). Ritus ini merupakan salah satu tradisi yang dirayakan sekali seumur hidup. Sebuah kebiasaan khusus untuk semua anak berusia satu tahun. Karena pada masyarakat Jepang ulang tahun pertama adalah ulang tahun yang sangat penting bagi kehidupan seseorang.
Kebiasaan ini dimulai sejak zaman heian atau sejak perang dunia kedua karena pada saat itu angka kematian bayi sangat tinggi. Sangat sulit bagi anak-anak untuk tumbuh besar, sehingga anak yang selamat pada tahun pertamanya adalah sesuatu yang berharga untuk dirayakan.dengan melaksanakan ritus ini, orang tua bermaksud baik agar anak mereka diberkati dengan kesehatan, makanan, mewakili kesempurnaan harmoni, kedamaian, kelancaran dan kelengkapan.
Performansi pada upacara hattanjou iwai ini memiliki banyak makna yang terkandung didalamnya terutama untuk sang anak itu sendiri. Hattanjou iwai dilaksanakan selain sebagai bentuk syukur kepada Dewa juga merupakan upacara untuk meramalkan masa depan si bayi. Yang dimulai dari sang bayi membawa mochi dipunggungnya yang dibungkus dengan furoshiki hingga tahap yang paling penting yaitu erabitori. Erabitori yaitu ketika si bayi disuruh memilih benda yang meramalkan masa depannya. Di sekeliling bayi disediakan berbagai benda yang berhubungan dengan bidang pekerjaan yang diharapkan kelak di masa depan seperti: mistar, pensil, sempoa, dan benda lainnya. Maka benda yang terlebih dahulu diraih si bayi diramalkan berhubungan dengan pekerjaan si bayi setelah dewasa kelak.
Di dalam kebudayaan masyarakat Jawa juga mengenal upacara daur hidup, dari masa kehamilan hingga upacara kematian. Pelaksanaan uacar-upacara tersebut masyarakat Jawa pada dasarnya untuk memenuhi niat dan kehendak karena pada dasarnya kehidupan manusia itu sakral. Perubahan status seseorang menuju kearah kedewasan, bagi masyarakat jawa merupakan serangkaian babak yang rawan untuk di serang atau di rasuki oleh roh-roh jahat. Untuk itu dilakukan beberapa ritus daur hidup untuk memperoleh keseimbangan tatanan kehidupan. Pada masyarakat Jawa juga mengenal ritus daur hidup yang meramalkan masa depan si bayi yaitu tedak siten (upacara injak tanah). Tedak siten adalah suatu upacra memperkenalkan anak untuk pertama kalinya pada bumi atau tanah dengan tujuan anak tersebut mampu berdiri sendiri dalam menempuh kehidupannya kelak. Performansi pada upacara ini banyak mengandung makna terutama untuk kepada si bayi.
Uapacara ini dimulai dari oarang tua menuntun sang anak menginjak tujuh jadah, menaiki tangga, masuk kurungan ayam dimana pada tahap ini merupakan bagian paling penting karna pada tahap ini pekerjaan sang anak dimasa depan akan diramalkan. Benda yang pertama kali diambil sang anak diyakini akan menjadi pekerjaan sang anak di masa depan. Tahap selanjutnya yaitu udik-udik, kemudian memandikan si bayi. Bagi masyarakat Jawa upacara ini merupakan wujud pengharapan orang tua kepada sang anak agar kelak sukses dan siap dalam menapaki kehidupan. Selain itu juga sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Pada dasaranya setiap pelaksanaan upacara di setiap kelompok masyarakat menunjukkan adanya kandungan makna dan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di dalamnya. Demikian halnya dengan pelaksanaan upacara hattanjou iwai dan tedak siten, yang mengandung banyak nilai-nilai kearifan lokal bagi masyarakat pendukungnya. Seperti nilai religius, nilai sosial, nilai pendidikan, nilai psikologis dan nilai ekonomis. Sehingga kedua upacara ini tetap dilaksanakan hingga saat ini.
Collections
- Undergraduate Theses [525]