Pemilihan Umum di Jepang (Sebelum dan Sesudah Perang Dunia II)
View/ Open
Date
2008Author
Sembiring, Serli Evantina
Advisor(s)
Sihombing, Amin
Kusdiyana, Eman
Metadata
Show full item recordAbstract
Pemilihan umum adalah wadah demokrasi yang dilaksanakan dalam suatu negara yang berdaulat. Pemilu bertujuan untuk memilih para wakil rakyat yang akan duduk di pemerintahan dengan harapan mereka akan menyuarakan suara rakyat agar rakyat dapat hidup sejahtera. Pemilu di Jepang menjadi menarik untuk dibahas karena seperti kita ketahui jepang adalah negara yang dipimpin oleh kaisar, sedangkan pemerintahannya dijalankan oleh seorang perdana menteri.
Perang dunia II yang terjadi pada tahun 1945 memberi pengaruh yang sangat berarti pada jepang sebagai pihak yang kalah. Perubahan itu juga terjadi dalam sistem pemilu jepang.
Sistem pemerintahan jepang yang diawali dengan sistem tradisional yang berpusat pada klan atau dikenal dengan sistem tenno purba, sistem ini berlaku sebelum terbentuknya negara jepang purba di jaman yamato (abad 8). Sistem ini semakin memudar karena kepala-kepala klan mengambil alih kekuasaan, hal ini terus berlanjut hingga pada abad 10 dan 11 terjadi perubahan. Pada saat itu, banyak tanah berangsur ditarik dari kekuasaan negara oleh pemilik-pemilik pribadi. Pemilik-pemilik tanah yang kerap terbebas dari beban pajak terus berkembang hingga membaa jepang pada sebuah jaman yang disebut feodal (abad 12)
Pada jaman feodal ini, rakyat merasa sangat menderita karena sistem paak yang ditetapkan oleh negara dirasa sangat memberatkan mereka. Para petani miskin banyak yang menjual tanahnya karena tidak sanggup membayar pajak. Sistem ini juga mengakibatkan pemerintaha jepang seperti terpisah-pisah, akan tetapi pada kahir abad 16 terjadi penggabungan daerha-daerah yang dianggap berhasil dalam membangun daerahnya. Akibatnya pada akhir abad 16 jepang bisa dikatakan telah bersatu kembali secara politis.
Pada akhir abad 16 keluarga tokugawa mulai berkuasa, Setelah menang dalam perang sekigahara, pada saat ynag sama juga shogun dari klan tokugawa sangat berkuasa dalam pemerintahan. Berkembangnya agama kristen dianggpa akan membahayakan, hingga dibuatlah politik isolasi (1639) dimana jepang menutup diri dari pengaruh dunia luar. Politik ini berlangsung lebih kurang 250 tahun. Politik isolasi ini berakhir seiring runtuhnya kekuasaan tokugawa.
Restorsi meiji (pertanghan abad 19) sebagai bentuk perubahan jepang telah membawa banyak perubahan atntara lain dikembalikannya kekuasaan kepada kaisar dan telah dibukanya jepang untuk dunia luar.
Terbukanya jepang untuk dunia luar, sepertinya membuka mata jepang akan kemajuan bangsa eropa, tidak terlepas dengan dunia politik. jepang akhirnya memutuskan untuk membentuk pemerintahan jepang dengan sistem konstitusi seperti di Inggris. Dibentuklah parlemen dengan nama Kokkai (diet) yang terdiri dari majelis tinggi (sangi-in) atau disebut juga dengan dewan majelis atau house of councillors. Anggotanya dipilih untuk masa jabatan 6 tahun. Setengah dari jumlah anggota dipilih setiap 3 tahun. Anggotanya diangkat dari kaum bangsawan dan kerabat kaisar. Majelis rendah (sungi-in) atau DPR / house of representatives. Anggotanya dipilih unutk masa jabatan 4 tahun. Majelis rendah dapat mengajukan mosi tidak percaya kepada kabinet ( UUD Meiji 1889). Sedangkan kaisar hanyalah sebagai lambang negara dan bertugasa meelantik perdana menteri dan kabinet, serta turut dalam ritual-ritual dalam keagamaan Pemerintahan jepang dipimpin oleh perdana menteri yang dipilih dari majelis tinggi dan rendah serta dibantu oleh para menteri dalam sebuah kabinet yang dipilh langsung oleh perdana menteri senderi yang kebanyakan juga diambil dari majelis tinggi dan rendah.
Partai politik yang pertama di jepang yaitu aikoku koto (perhimpunan patriot umum) berdiri pada tahun 1874, lalu berdiri partai-partai lainnya. tetapi menjelang perang dunia II partai-partai tersebut bbar untuk sementara dan bangkit kembali pada tahun 1952. beberapa partai besar jepang adalah
1. partai demokrat liberal
2. partai sosialis jepang
3. partai komeito
4. partai demokrat sosialis
5. partai komunis jepang
6. partai demokratis jepang
Sistem pemilu di jepang sebelum perang dunia II pada awalnya sangat terbatas yaitu hanya pria dewasa yang membayar pajak sebesar ¥15 yang memiliki hak suara, yang pada saat itu (1890) hanya 1 % dari penduduk jepang yang mempunyai hak suara.
Pada tahun 1925 kualifikasi pajak dihapuskan seluruhnya, dan semua pria yang berusia 25 tahun diberi hak suara, namun tidak demikian dengan wanita. Wanita baru memiliki hak suara pada desember 1945. sebelum tahun 1945 kesempatan untuk berpartisipasi di pemerintahan sangat kecil. Hal ini dikarenkan anggota DPR dipilih dalam pemilu tapi dewan majelis diangkat atau turun-temurun dan pemerintah daerah ditujuk lansung oleh pemerintah pusat. pemilu jepang setelah PD II, semakin detail dan menggabungkan semua level dan pemerintahan, seperti ;
anggota legislatif termasuk majelis kota dan desa dipilh melalui voting. Gubernur dan walikota dan pemerintahan lokal lainnya juga dipilih. Hanya pemilihan perdana menteri yang dilakukan tidak melaui voting secara lansung.
Jumlah kursi diet diubah berdasarkan populasi dasar sehingga jumlah anggota diet berubah yaitu 466 ditahun 1946 menjadi 511 di tahun 1993. perubahan penting lain adalah wanita telah mendapat hak suara pada pemilu dan perubahan sifat majelis tinggi. Majelis ini berubah menjadi majelis penasehat yang dipilh dari seluruh wiayah negara secara bebas, sistem pemilihannya berbeda dengan DPR agar anggotanya tidak begitu sempit. Pemilihannya berdasarkan jumlah prefektur, dan jumlah penduduk ditiap prefekturnya. Jumlah anggotanya 152 dan dari masing-masing golongan dipilih tiap tiga tahun untuk masa 6 tahun. Majelis penasehat tidak lagi sebgai pengawas konservatif seperti dewan majelis dan kekuasaannya tetap di bawah DPR.
Menurut penulis pemilihan umum di Jepang sangat menarik karena adanya kaisar, dan sedikit terasa lain dengan negara demokratis pada umumnya dimana pada konstitusi jepang terdapat kelompok pemerintah yang berasal dari pengangkatan dan turun temurun. Tetapi menjadi seimbang karena kelompok tersebut harus tunduk dengan kelompok lain yang dipilih oleh rakyat. Ini membuktikan rasa saling menghargai di antara mereka sangat tinggi karena sadar akan fungsi dan peranannya masing-masing. Hal ini sebaiknya dicontoh oleh negara-negara lain agar terciptanya perdamaian dalam sebuah negara.
Collections
- Undergraduate Theses [525]