Kearifan Lokal dalam Perayaan Hadaka Matsuri di Jepang
Nihon De No Hadaka Matsuri No Shukuten No Chie
Abstract
Jepang merupakan salah satu negara maju di dunia dengan teknologi yang
selalu berkembang setiap saat, begitu pula dengan masyarakatnya. Akan tetapi,
walaupun masyarakatnya tergolong masyarakat maju, Jepang juga tetap
melestarikan tradisi dan budaya yang ada dalam kehidupan sosial hingga kini. Salah
satu tradisi yang masih eksis berkembang hingga saat ini ialah matsuri, yang
dilakukan pada waktu-waktu tertentu dan merupakan bagian dari folklor Jepang
yang berhubungan erat dengan keyakinan, seperti Shinto dan Buddha.
Matsuri pada dasarnya adalah festival suci. Istilah matsuri mencakup pesta
rakyat dan ritus-ritus yang dipraktekkan dalam agama Shinto. Matsuri merupakan
sarana penghubung manusia dengan dewa termasuk memohon dan berterima kasih
kepada dewa. Upacara ini juga disertai dengan komunikasi di antara para peserta
sendiri, dalam bentuk pesta rakyat. Bergantung pada musimnya, ada empat jenis
matsuri sepanjang tahunnya sesuai dengan musim yang berlangsung. Salah satunya
ialah matsuri yang dilakukan saat musim dingin yaitu hadaka matsuri.
Hadaka matsuri pada dasarnya merupakan upacara memperebutkan shingi
yang bertujuan untuk menyucikan diri dan diselenggarakan di sebagian besar
daerah di Jepang, dengan ciri khas tertentu sesuai dengan budaya dan tradisi
masyarakat daerah masing-masing. Salah satu yang terkenal ialah Saidaiji Eyou
hadaka matsuri di Kuil Saidaiji, di Okayama.
Saidaiji Eyou hadaka matsuri diselenggarakan pada hari sabtu minggu
ketiga bulan Februari di kuil Saidaiji, prefektur Okayama. Pesertanya terdiri dari
beberapa pihak yaitu, peserta pemakai fundoshi, obousan, panitia penyelenggara
matsuri, dan penonton. Para peserta matsuri biasanya diikuti oleh kaum pria dengan usia mulai dari 20an sampai 40an dengan harapan mereka bisa terhindar dari
kesialan atau hal-hal buruk lain yang akan menimpa mereka selama satu tahun
kehidupannya di usia tersebut.
Fokus penelitian ini adalah kearifan lokal yang terdapat dalam performansi
hadaka matsuri di Jepang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif. Dalam pengumpulan data-data dan bahan-bahan yang berhubungan
dengan topik penelitain ini, digunakan metode studi kepustakaan. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mendeskripsikan performansi dan kearifan lokal yang terkandung
dalam perayaan hadaka matsuri. Teori yang dipakai adalah konsep budaya. Dalam
menganalisis suatu kebudayaan dibedakan secara tajam antara empat komponen
yaitu sistem budaya, sistem sosial, sistem kepribadian, dan sistem organisme.
Keempat komponen itu masing-masing memiliki sifat-sifatnya sendiri. Tapi dalam
menganalisis kebudayaan ini digunakan dua komponen saja yaitu sistem budaya
dan sistem sosial. Pada penelitian ini digunakan juga teori kearifan lokal. Kearifan
lokal diperoleh dari tradisi budaya karena kearifan lokal merupakan kandungan dari
tradisi budaya yang turun-temurun diwariskan dan dimanfaatkan untuk menata
kehidupan komunitas. Di Jepang terdapat tiga ideologi yang menjadi acuan dalam
menjalankan hidup masyarakat Jepang yaitu Konfusianisme, Buddha dan Shinto.
Meskipun tiga ideologi ini berbeda namun dasar pemikiran ideologi-ideologi ini
sama yaitu sangat memperhatikan hubungan mereka dengan sesama manusia, dewa
dan alam. Maka dari dasar pemikiran ideologi-ideologi ini terdapat tiga kearifan
lokal yang ada di dalamnya di antaranya adalah hubungan antar manusia dengan
manusia, hubungan antar manusia dengan dewa, dan hubungan antar manusia
dengan alam. Kesimpulan dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Hadaka
matsuri pada dasarnya merupakan upacara memperebutkan shingi, yaitu benda
berharga pembawa keberuntungan dan jimat pembuang sial oleh para peserta
matsuri dengan tujuan menyucikan diri dan diselenggarakan di sebagian besar
daerah di Jepang. Prosesi Saidaiji Eyou Hadaka Matsuri dimulai dari eyou
kotohajime yaitu tahapan awal upacara sebelum matsuri dimulai yang meliputi tiga
ritual yaitu shingi tori, shingi kezuri dan shushoue. Selanjutnya Eyou yaitu acara
puncak yang diawali dengan shonen hadaka matsuri, eyou taiko, eyou hanabi,
omisogi, perebutan shingi. Tahapan akhir adalah shingi osame no iwaishiki, dan
ditutup dengan ato kaishiki.
Dalam performansi saidaiji eyou hadaka matsuri terdapat tiga kearifan
lokal yang ada didalamnya yaitu konsep kearifan lokal hubungan antar manusia
dengan manusia dapat dilihat dari interaksi sosial yang terjalin melalui hadaka no
tsukiai. Hubungan ini dapat dilihat melalui para peserta matsuri saat omisogi, dan
ketika saling berangkulan lewat kompetisi menangkap shingi. Yang kedua adalah
konsep kearifan lokal hubungan antar manusia dengan dewa yang dapat dilihat
dalam ritual-ritual penyucian dan naorai dimana manusia berusaha berinteraksi
dengan dewa. Yang terakhir adalah konsep kearifan lokal hubungan antar manusia
dengan alam yang dapat dilihat dari bagaimana para peserta matsuri hanya
mengenakan fundoshi dalam cuaca yang dingin demi menghargai dan menyatu
dengan alam.
Collections
- Undergraduate Theses [525]