Show simple item record

dc.contributor.advisorRosmayati
dc.contributor.advisorHasanuddin
dc.contributor.advisorHanfiah, Diana Sofia
dc.contributor.authorSinuraya, Mariati
dc.date.accessioned2019-07-10T02:28:55Z
dc.date.available2019-07-10T02:28:55Z
dc.date.issued2018
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/15774
dc.description.abstractThe availability of shallot in North Sumatra is still low compared to consumption needs in the province. The need of shallot in North Sumatera is about 3,577 tons per month or 42,924 tons per year, while the production of shallot in 2015 was only 9,971 tons with harvested area of 1238 ha and with productivity of 8.05 tons per ha. In 2016, shallot production in North Sumatra was 13,368 tons with harvested area 1538 ha and productivity 8, 69 tons per ha (Badan Pusat Statistik, 2017). The data shows that the production of the shallot has not been able to supply the demand, there for the goverment of North Sumatra imports shallots about 63% of the need to fulfil the lack. To reduce importing trends, it is necessary to increase the productivity of shallots by using high potential varieties. Samosir island, one of the shallot centers in North Sumatra region since the 1970s to 2005, is known as the main producer of shallots. The samosir local varieties planted were well-known because they are distinctive and more stinging, the colors are more shiny red, more spicy with less moisture content. To create superior samosir local shallot varieties is very difficult, as there is no qualified parental shallots with high yielding. The shallot farmers never allowed their plants to achieve the generative phase, and commonly use the tubers as planting material, so that the local samosir shallots have a narrow genetic diversity. An alternative for shallots’ plant breeding can be done by mutation induction technique using gamma ray irradiation. An important factor to be considered in plant irradiation is the dose of irradiation. High doses above LD50 result in a very drastic effect, usually leading to crop death, but a relatively lower dose slightly below LD50 results in a change in the plant genes. The aims of the study were to determine radiosensitivity and to induce genetic diversity of samosir shallot plants, to identify genetic variations of the mutans resulted from gamma-ray irradiation by observing agronomical and morphological characters, and to obtain potential high yielding local samosir shallot mutants in high land and the potential high yielding samosir shallot mutant adapted in the lowlands. The research was conducted in several experimental stages. Stage 1: Bulbs of local samosir shallots were sent to National Bureau of Nuclear Energy Isotope Applications (BATAN ) Jakarta, to be iradiated by gamma rays at doses of 1 Gy until 20 Gy with 1 Gy interval, and then were planted along with unirradiated bulbs (control) to determine the LD50 value of shallot. Stage 2: Induction of genetic diversity with low-dose gamma rays (1 Gy – 9 Gy) obtained regenerant M1V1. Stage 3: Genetic variation and heritabilities of mutant genotype M1V2 generation. Stage 4: Selection of M1V3 mutant putatif genotypes based on the high yield character at 30 % index selection. Stage 5: Pedigree selection of high yield mutant genotype M1V4 generation iradiated by gamma rays. Variables observed were: percentage of alife plants, plant length, number of tillers, number of tubers per hill, wet weight of tubers per hill, and dry weight of tubers per hill. Data obtained at each stage were analyzed by calculating the mean values of each quantitative character observed. The different between each treatment and control plants were tested by t test. Data analysis was also performed for the calculation of phenotype and environmental variations, as well as estimation of genotypes, heritability, and genetic variability coefficients for each population according to irradiated doses. Selection was done by selecting the best mutants with high yield and adaptability in the lowlands. The results of the research at stage 1 obtained radiosensitivity (LD50) value of local samosir shallot was 10.81 Gy. Stage 2, induction of genetic diversity of local samosir shallot with gamma ray irradiation of low dose 1 Gy up to 9 Gy, obtained data of diversity of agronomical M1V1 generation characters. Gamma ray irradiation resulted in physiological damage to shallot plants of M1V1 generation. The higher the irradiated dose the more depressed the plants grew. Stage 3 obtained data of diversity of agronomical characters of M1V2 generation. The mean values of all characters observed at M1V2 generation also decreased as a result of continuing physiological damage transferred from M1V1 to M1V2 generation. Stage 4 obtained putative mutant genotype of high yield local samosir shallot M1V3 generation. The mean values of all parameters observed in M1V3 generation increased compared to the mean values of M1V2 generation characters except for the mean value of tillers number of genotype population irradiated at doses 1 Gy and 9 Gy. The selection in M1V3 generation based on the high yield mutant genotypes characters at 30 % index selection were obtained 38 genotype numbers showing the highest selection index. The highest number of selected genotypes population were those genotypes irradiated with dose 1 Gy and 2 Gy. High heritability estimates were found in fresh and dried bulb weight characters of genotypes population irradiated by dose 1 Gy to 5 Gy with a moderate to high genetic diversity coefficient. The 5th stage of field selection in Tongging was obtained 14 high yielding potential mutant with high heritability estimation value and high genetic progression on mutant genotypes irradiated by gamma rays at 1 Gy, 2 Gy, and 4 Gy doses, meanwhile in the lowlands Medan, obtained 18 high yielding mutants adapted well in lowland, having high heritability estimation value and high genetic progression in mutant genotypes irradiated at 1 Gy, 2 Gy, and 5 Gy.en_US
dc.description.abstractKetersediaan bawang merah di Sumatera Utara masih rendah dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi di provinsi ini. Kebutuhan bawang merah di Sumatera Utara sekitar 3577 ton per bulan atau 42.924 ton per tahun, sedangkan produksi bawang merah Sumatera Utara (Sumut) tahun 2015 hanya 9971 ton dengan luas panen 1238 ha dengan produktivitas 8,05 ton per ha. Pada tahun 2016 produksi bawang merah Sumut sebesar 13.368 ton dengan luas panen 1538 ha dan produktivitas 8,69 ton per ha (Badan Pusat Statistik, 2017). Data tersebut menunjukkan bahwa produksi bawang merah Sumut belum mampu mencukupi kebutuhannya, sehingga sebanyak 63% bawang merah Sumut berasal dari impor. Untuk mengurangi kecenderungan impor bawang merah, diperlukan upaya untuk meningkatkan produktivitas bawang merah tersebut, salah satunya dengan penggunaan varitas unggul yang berpotensi tinggi. Pulau Samosir yang merupakan salah satu sentra bawang merah Sumut, sejak tahun 1970an sampai 2005 dikenal sebagai daerah produsen utama bawang merah. Varietas yang ditanam adalah varietas lokal samosir yang terkenal dan laku di pasaran karena aromanya khas dan lebih menyengat, warna lebih merah mengkilat, dan lebih pedas, serta kandungan airnya lebih sedikit. Perbaikan varietas bawang merah lokal samosir melalui persilangan sulit dilakukan karena belum ditemukan tetua bawang merah samosir yang berdaya hasil tinggi. Petani bawang samosir tidak pernah membiarkan tanaman bawangnya memasuki fase generatif dan umumnya menggunakan umbi sebagai bahan tanam, sehingga bawang merah lokal samosir tersebut memiliki keragaman genetik yang sempit. Alternatif pemuliaan tanaman bawang merah lokal samosir tersebut dapat dilakukan dengan teknik induksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam iradiasi tanaman adalah dosis iradiasi. Dosis tinggi di atas LD50 menghasilkan pengaruh yang sangat drastis, biasanya menyebabkan kematian tanaman, tetapi dosis yang relatif lebih rendah sedikit di bawah LD50 mengakibatkan terjadinya perubahan gen tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan nilai LD50 bawang merah lokal samosir, untuk menginduksi keragaman genetik tanaman bawang samosir, mengidentifikasi keragaman genetik mutan bawang merah lokal samosir hasil iradiasi sinar gamma dengan mengamati karakter agronomi dan karakter morfologi tanaman, dan untuk mendapatkan mutan potensial bawang merah lokal samosir berdaya hasil tinggi dan mutan potensial bawang merah lokal samosir berdaya hasil tinggi beradaptasi di dataran rendah. Penelitian dilaksanakan dalam beberapa tahap percobaan. Tahap 1: umbi bawang merah lokal samosir dikirim ke Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR BATAN) Jakarta untuk diiradiasi dengan sinar gamma 1 Gy – 20 Gy, dan kemudian ditanam bersama umbi yang tidak diiradiasi (kontrol) di lahan pertanian rakyat di jalan Pancing Medan untuk mendapatkan radiosensitivitas (LD50) bawang merah lokal samosir. Tahap 2: Induksi keragaman genetik dengan sinar gamma dosis rendah diperoleh regeneran M1V1. Tahap 3: Keragaman genetik dan heritabilitas genotip mutan generasi M1V2 hasil iradiasi dengan sinar gamma. Tahap 4: Seleksi genotip putatif mutan M1V3 berdasarkan karakter daya hasil tinggi pada indeks seleksi 30%. Tahap 5: Seleksi pedigri genotip putatif mutan M1V4 untuk karakter daya hasil tinggi hasil iradiasi mikro sinar gamma. Variabel yang diukur meliputi: persentase tanaman hidup, panjang tanaman, jumlah anakan, jumlah umbi per rumpun, bobot basah umbi per rumpun, dan bobot kering umbi per rumpun. Data yang diperoleh di setiap tahap penelitian dianalisis dengan menghitung rataan dari setiap karakter kuantitatif yang diamati. Perbedaan setiap perlakuan dengan tanaman kontrol diuji dengan uji t. Analisis data juga dilakukan untuk penghitungan ragam fenotip dan lingkungan, serta pendugaan ragam genotip, heritabilitas, dan nilai koefisien keragaman genetik untuk masing-masing populasi sesuai dosis iradiasi. Seleksi dilakukan dengan memilih mutan-mutan terbaik yang berdaya hasil tinggi dan beradaptasi di dataran rendah. Hasil penelitian pada tahap 1 diperoleh radiosensitivitas (LD50) bawang merah lokal samosir sebesar 10,81 Gy dan kisaran dosis iradiasi sinar gamma yang baik untuk melakukan pemuliaan bawang merah lokal samosir aksesi Bakti Raja Bakkara. Tahap 2 induksi keragaman genetik bawang merah lokal samosir dengan iradiasi sinar gamma dosis rendah 1 Gy – 9 Gy dengan interval 1 Gy, diperoleh data keragaman karakter agronomis generasi M1V1. Iradiasi sinar gamma mengakibatkan kerusakan fisiologi pada tanaman bawang. Semakin tinggi dosis iradiasi semakin tertekan pertumbuhan tanaman. Tahap ke-3 diperoleh data keragaman karakter agronomis generasi M1V2 hasil iradiasi sinar gamma. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan yang dihasilkan oleh generasi M1V2 juga mengalami penurunan sebagai akibat kerusakan fisiologi yang masih berlanjut yang ditransfer dari generasi M1V1 ke M1V2. Hasil penelitian tahap ke-4 diperoleh genotip putatif mutan bawang merah lokal samosir generasi M1V3 yang berdaya hasil tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan yang dihasilkan oleh semua peubah amatan karakter agronomi generasi M1V3 mengalami peningkatan dibandingkan dengan rataan yang dihasilkan oleh generasi M1V2 kecuali rataan karakter jumlah anakan yang dihasilkan oleh populasi genotip hasil iradiasi dosis 1 Gy dan 9 Gy. Hasil seleksi pada M1V3 berdasarkan seleksi dengan memilih genotip mutan berdaya hasil tinggi, dengan intensitas seleksi 30% dari setiap populasi genotip mutan diperoleh 38 nomor genotip yang menunjukkan indeks seleksi tertinggi. Nomor genotip terbanyak yang terpilih adalah populasi genotip hasil iradiasi dosis 1 Gy dan 2 Gy. Nilai duga heritabilitas yang tinggi ditemukan pada karakter bobot umbi segar dan kering pada populasi genotip hasil iradiasi dosis 1 Gy sampai 5 Gy dengan koefisien keragaman genetik dalam arti luas yang sedang sampai tinggi. Tahap ke-5 seleksi lapang di Tongging diperoleh 14 mutan potensial berdaya hasil tinggi yang mempunyai nilai duga heritabilitas yang tinggi dan kemajuan venetic tinggi pada genotip mutan hasil iradiasi dosis 1 Gy, 2 Gy, dan 4 Gy. Hasil seleksi lapang di dataran rendah Medan diperoleh 18 mutan potensial berdaya hasil tinggi dan beradaptasi di dataran rendah yang mempunyai nilai duga heritabilitas yang tinggi dan kemajuan venetic tinggi pada genotip mutan hasil iradiasi dosis 1 Gy, 2 Gy, dan 5 G.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectBawang Merahen_US
dc.subjectInduksi Mutasien_US
dc.subjectIradiasi Sinar Gammaen_US
dc.titlePengembangan Bawang Merah Lokal Samosir dengan Induksi Mutasi Menggunakan Iradiasi Sinar Gammaen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM108104011
dc.description.pages151 Halamanen_US
dc.description.typeDisertasi Doktoren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record