dc.description.abstract | Politisasi birokrasi dalam kebijakan promosi dan depromosi birokrasi pasca pemilihan
langsung kepala daerah di era reformasi merupakan sebuah kajian yang menarik untuk
dilakukan.Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis
dinamika pola relasi politik dan birokrasi dalam rekrutmen jabatan struktural, faktor-faktor
yang memotivasi para aktor untuk mengintervensi birokrasi, bentuk intervensi politik
terhadap birokrasi, implikasinya terhadap kinerja birokrasi serta rekomendasi model pola
relasi politik dan birokrasi dalam rekrutmen jabatan struktural. Melalui kajian ini diharapkan
dapat memberikan referensi bagi pejabat politik dan birokrasi bahwa adanya pemisahan
antara manajemen sumberdaya manusia aparatur pemerintah daerah dan mekanisme politik
dalam rekrutmen jabatan struktural.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui pengamatan intensif
terhadap fenomena penelitian serta menggunakan jenis penelitian deskriptif yakni untuk
menjelaskan fenomena yang diamati. Teknik pengumpulan data yaitu teknik triangulasi
(wawancara, observasidandokumentasi). Pemilihan informan dalam penelitian ini
menggunakan teknik purpossive sampling dan snowball sampling yang mana keseluruhan
informan dalam penelitian ini berjumlah 32 orang.
Penelitian ini menghasilkan temuan utama bahwa pola relasi politik administrasi
dalam rektutmen jabatan struktural diwarnai dengan intervensi satu arah yang dilakukan oleh
keluarga kepala daerah secara dominan, yang menciptakan ketegangan, konflik, disharmoni
hubungan antara pejabat politik dan birokrasi, serta berimplikasi negative terhadap kinerja
birokrasi yang semakin jauh dari netralitas dan professionalisme. Temuan ini dapat dirinci
dalam beberapa substansi. Pertama, Kondisi relasi politik dan birokrasi yang terbentuk dalam
rekrutmen jabatan stuktural cenderung dipengaruhi munculnya intervensi politik dalam
proses rekrutmen jabatan struktural. Dinamika rekrutmen elit birokrasi (Eselon II) yang
merupakan kewenangan kepaladaerah, proses pengajuan jabatan elit birokrasi melalui
persetujuan keluarga kepala daerah. Kedua, Keberadaan Badan Pertimbangan Jabatan dan
Kepangkatan (Baperjakat) yang menjalankan mekanisme persyaratan rekrutmen elit birokrasi
melalui hasil seleksi sebagai bahan pertimbangan Bupati menetapkan pejabat birokrasi, justru
merupakan badan formalitas belaka. Hal ini disebabkan karena komposisi dalam Baperjakat
juga merupakan hasil intervensi dari pihak keluarga kepala daerah. Meskipun Baperjakat
terbentuk karena peraturan Perundang-undangan tanpa adanya pemberdayaan. Administrasi
Baperjakat dijalankan dengan mengatur seolah-olah rekrutmen memang telah menjalankan
prosedur yang ada. Ketiga, relasi politik dan birokrasi dalam rekrutmen jabatan struktural
yang terbangun didominasi kepentingan politik. Faktanya, factor kepentingan keluarga
penguasa daerah menjadi penghambat dalam pola relasi tersebut. Sehingga yang muncul
kemudian kepentingan pihak keluarga penguasa daerah memarjinalkan professional birokrasi
selalu bersifat negatif. Keempat, pola relasi politik dan birokrasi dalam rekrutmen elit birokrasi yang
dihasilkan diwarnai intervensi politik yang berimplikasi terhadap kinerja birokrasi dalam
menjalankan pemerintahan karena Kepala Daerah dalam menentukan jabatan didasarkan atas
like or dislike, bukan kompetensi yang bersangkutan. Sehingga pejabat elit birokrasi yang
ditunjuk tidak mempunyai kemampuan yang memadai dan akhirnya birokrasi bekerja
disorientasi dan tidak professional.
Penelitian ini memberikan rekomendasi teoritis dan rekomendasi praktis.
Rekomendasi teoritis utamanya menarikgaris tegas peranan dan kewenangan antara ranah
politik dan ranah birokrasi dalam rekrutmen jabatan struktural birokrasi. Rekomendasi praktis
berkaitan dengan penguatan system birokrasi yang tahan terhadap pengaruh dan intervensi
politik yang negative agar posisi birokrasi sejajar dan seimbang dengan posisi jabatan politik.
Menghilangkan pengaruh politik dari birokrasi samasekali adalah hal yang tidak mungkin.
Penguatan birokrasi disini dapat dilakukan dengan menerapkan model New Public Service
yang merupakan paradigma dalam birokrasi yang berdasar pada teori demokrasi yaitu
menempatkan rakyat dalam posisi penting dan melibatkan rakyat dalam proses birokrasi
termasuk dalam hal rekrutmen jabatan struktural di birokrasi. | en_US |