• Login
    View Item 
    •   USU-IR Home
    • Faculty of Cultural Sciences
    • Doctoral Dissertations (Linguistics)
    • View Item
    •   USU-IR Home
    • Faculty of Cultural Sciences
    • Doctoral Dissertations (Linguistics)
    • View Item
    JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

    Tradisi Lisan Malam Berinai pada Masyarakat Melayu Tanjung Balai

    View/Open
    Fulltext (4.821Mb)
    Date
    2016
    Author
    Erwany, Lela
    Advisor(s)
    Nasution, Ikhwanuddin
    Sibarani, Robert
    Takari, Muhammad
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    The title of this study is ―Oral Tradition in Malam Berinai Ceremony in TanjungBalai Malay Society‖. This study discusses performances, local wisdom, revitalization model in Malam Berinai, and symbols of Malay archetype in Sinandong. Malam berinai tradition is the ceremony performed on night before the wedding ceremony by putting henna to the brides and grooms. Malam berinai is usually performed at night after Isya prayer. This becomes an important part in giving symbol to the brides by the Malay society as one part of Malay Wedding ceremonies. This is a significant study since nowadays many Malay people don‘t perform it anymore so it is not popular among them. The purposes of this study are to describe the performances, local wisdom, revitalization model of Malam Berinai, and symbols of Malay archetype in Sinandong. This study applies constructivism pardigm. The method in this study is descriptive analytic. This study also applies some approaches like performances by Finnegan and Vansina, local wisdom, revitalization model by Vansina and RUU 3 April 2013, semiotic by C.S. Pierce, and archetype by C.G. Jung. The results of the study show that performances in malam berinai are the series of ceremonies performed at night before the wedding ceremony. The activities are barzanzi, marhaban, gubang dance, tepung tawar, main berinai, kasidah, and sinandong. These activities are performed until midnight. This ceremony s included in text, context, and co-text. Text in this tradition is focused on Sinandong Didong and followed by Gubang dance which functions as the sign of malam berinai. The context in this tradition related to culture, situation, and ideology. The co-text analysis in this tradition includes the movement and tools used in the ceremony. Local wisdom in malam berinai includes the meaning and function layer, and norms and values. The local wisdoms found in this ceremony are thankfulness, politeness, working together, loyalty, and neighborhood careness. The revitalization model can be grouped into three components, they are reactivating, managing, and inheriting. Reactivating malam berinai can be done by making this tradition familiar to the society, refunctioning this tradition as the time for meeting up among the family, and collecting fund for performing this tradition. Managing this tradition is related to the time management, training for the master ceremony, and promoting ths tradition. Inheriting this tradition is not about simplifying the ceremony, but also making list and publishing this tradition. Revitalization model of sinandong can be done by refunctioning, representing, reforming, reinterprating, and reorientating. Archetype symbol can be seen through sinandong like malay traditional food, the origin of Malay, praying the spirits of the deaths, and going hometown.
     
    Penelitian ini berjudul ―Tradisi Lisan Malam Berinai pada Masyarakat Melayu Tanjung Balai‖. Penelitian ini mengkaji performansi, kearifan lokal, dan model revitalisasi upacara malam berinai, serta citra arketipe Melayu dalam sinandong. Tradisi malam berinai di Tanjung Balai merupakan upacara pemberian inai kepada calon pengantin yang dilakukan sebelum pengantin disandingkan di pelaminan pada keesokan harinya. Malam berinai biasanya dilaksanakan pada malam hari setelah selesai sholat Isya. Malam berinai menjadi bagian yang sangat penting dalam acara memberi tanda kepada pengantin yang digunakan oleh masyarakat tanjung balai sebagai bagian dari upacara adat istiadat perkawinan Melayu. Penelitian ini penting dilakukan karena masyarakat sudah jarang melakukan upacara malam berinai sehingga banyak orang yang tidak mengetahuinya lagi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan performansi, kearifan lokal, model revitalisasi malam berinai dan mendeskripsikan citra arketipe masyarakat Melayu dalam sinandong. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme dengan metode deskriptif analitik. Penelitian ini menggunakan pendekatan performansi pemikiran Finnegan dan Vansina, pendekatan kearifan lokal dengan teori kulit bawang, pendekatan model revitalisasi dari pemikiran Vansina dan RUU 3 April 2013, teori Semiotik C.S. Pierce dan teori arketipe C.G. Jung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Performansi tradisi malam berinai adalah serangkaian upacara yang dilaksanakan pada malam hari sebelum pengantin duduk bersading. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan adalah barzanzi, marhaban, tari gubang, tepung tawar, berinai besar, kasidah, dan sinandong. Kegiatan ini berlangsung sampai tengah malam. Tradisi upacara malam berinai ini tidak terlepas dari teks, konteks, dan ko-teks. Teks dalam tradisi ini difokuskan pada teks Sinandong Didong yang diiringi oleh tari Gubang yang berfungsi sebagai penanda malam berinai. Sedangkan konteks dalam tradisi ini berhubungan dengan konteks budaya, sosial, situasi, dan idiologi. Analisis ko-teks tradisi ini meliputi gerak dan peralatan yang digunakan dalam tradisi ini. Kearifan lokal tradisi malam berinai meliputi lapisan makna dan fungsi, lapisan nilai dan norma, dan kearifan lokal. Kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi malam berinai ini meliputi rasa syukur, sopan santun, gotong royong, kesetiakawanan sosial, dan peduli lingkungan. Model revitalisasi tradisi malam berinai pada masyarakat Melayu Tanjung Balai dapat dikelompokkan menjadi tiga komponen yaitu, mengaktifkan, mengelolah, dan mewariskan. Mengaktifkan tradisi malam berinai dapat dilakukan dengan mensosialisasikan kepada masyarakat, memungsikan kembali malam berinai sebagai ajang untuk bersilaturrahmi, dan membentuk arisan keluarga untuk menanggulangi biaya penyelenggaraan upacara tersebut. Mengelolah tradisi malam berinai berkaitan dengan mengelolah waktu pelaksanaan, mengadakan pelatihan untuk pewara, dan mempromosikan tradisi tersebut. Mewariskan tradisi Malam berinai ini bukan hanya menyangkut masalah penyederhanaan acara, tetapi juga menginventarisasi dan memuplikasikan tradisi ini. Sedangkan Model revitalisasi sinandong dapat dilakukan dengan refungsionalisasi, representas, reformasi, reinterpretasi, dan reorientasi. Melalui sinandong dapat dilihat citra arketipe antara lain, makanan tradisional Melayu, asal-usul Melayu, mendoakan orang yang sudah meninggal dunia, dan kampung halaman.

    URI
    http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/19315
    Collections
    • Doctoral Dissertations (Linguistics) [152]

    Repositori Institusi Universitas Sumatera Utara - 2025

    Universitas Sumatera Utara

    Perpustakaan

    Resource Guide

    Katalog Perpustakaan

    Journal Elektronik Berlangganan

    Buku Elektronik Berlangganan

    DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
    Contact Us | Send Feedback
    Theme by 
    Atmire NV
     

     

    Browse

    All of USU-IRCommunities & CollectionsBy Issue DateTitlesAuthorsAdvisorsKeywordsTypesBy Submit DateThis CollectionBy Issue DateTitlesAuthorsAdvisorsKeywordsTypesBy Submit Date

    My Account

    LoginRegister

    Repositori Institusi Universitas Sumatera Utara - 2025

    Universitas Sumatera Utara

    Perpustakaan

    Resource Guide

    Katalog Perpustakaan

    Journal Elektronik Berlangganan

    Buku Elektronik Berlangganan

    DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
    Contact Us | Send Feedback
    Theme by 
    Atmire NV