Tradisi Nurunken Kalak Mate Cawir Metua dalam Masyarakat Karo
View/ Open
Date
2017Author
Pawiro, Muhammad Ali
Advisor(s)
Sibarani, Robert
Situmorang, Hamzon
Sembiring, Matius C.A
Metadata
Show full item recordAbstract
Disertasi ini terutama difokuskan pada studi teoritis dan metodologis terhadap
tradisi lisan dan pragmatika, dengan perhatian khusus pada isu-isu tradisi (atau
ritual kematian) Nurunken Kalak Mate Cawir Metua (NKMCM), kearifan lokal,
revitalisasi budaya, dan maksim kearifan. Beberapa aspek tentang bentuk dan isi
dari tradisi menjadi pusat perhatian. Kabupaten Karo secara administratif di bawah
Provinsi Sumatera Utara. Proyek penelitian ini bersifat multidisiplin dan dengan
demikian penelitian ini secara metodologis jamak meskipun pendekatan utama
untuk tradisi lisan didasarkan pada gagasan bahwa NKMCM adalah imaji yang
terkonstruksi secara sosial. Banyak aktor dari tradisi ini adalah tuan tanah atau para
petani lepas yang tentu saja terlibat di dalam keberhasilan tradisi itu sendiri.
Penelitian ini bersifat kualitatif. Penyelidikan terhadap tradisi ini didasarkan atas
pengumpulan data lapangan yang dilaksanakan di Desa Dolat Rayat pada Senin, 14
Januari 2013. Secara khusus, data diperoleh dari sebuah ritual kematian seorang
wanita tua. Penelitian ini berusaha menganalisis berbagai isu yang terkait dengan
perkembangan terkini dari NKMCM. Rumusan masalah adalah: bagaimanakah
bentuk performansi; makna, fungsi, dan nilai-nilai kearifan lokal; dan model
revitalisasi terhadap NKMCM? Subyek penelitian adalah semua pelayat yang
terlibat di dalam pidato turut belangsungkawa dan kemudian, apa yang mereka
utarakan dipilih secara acak untuk dijadikan sebagai bahan diskusi maksim
kesantunan. Wawancara dilakukan dengan orang-orang lokal dengan menggunakan
teknik bola salju bergulir (snow-ball) dan wawancara itu diadakan untuk
mendukung pencarian makna dan fungsi, nilai dan norma, kearifan lokal dan model
revitalisasi dan direkam dengan menggunakan audio-video. Tanggapan dari para
informan ditranskripsikan secara manual pada lembar kertas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk performansi dari NKMCM telah
secara umum bergeser; salah satu pergeseran ini terkait dengan peran kalimbubu,
anak beru, dan sembuyak. Makna, fungsi dan nilai-nilai kearifan lokal terbukti
secara umum bertahan meskipun di beberapa sesi nilai-nilainya hilang, misalnya,
jumlah orang menurun setelah makan siang. Pemeriksaan NKMCM
mengungkapkan bahwa bentuk performansi, perkolong-kolong dan instrumen
musik tradisional harus direvitalisasi dan dibawa kembali ke versi aslinya. Tradisi
NKMCM terbukti menunjukkan harapan hidup dan dinamika rutinitas sehari-hari
para pelayat. Meskipun NKMCM bukanlah sebuah tradisi yang telah mati namun
masih masih perlu direvitalisasi karena tradisi ini dalam beberapa bagian terkikis,
yang berarti bahwa tradisi ini mengalami perubahan bentuk dan beberapa proses
disederhanakan untuk memenuhi tuntutan keadaan dari para pelayat yang bekerja
di ladang atau di lembaga negara atau swasta. Dan akibatnya, beberapa pelayat
tidak mempunya niat untuk berbicara meskipun mereka secara normatif memiliki
hak untuk melakukannya; di samping itu, durasi NKMCM menjadi sedikit lebih
pendek karena beberapa pelaku datang terlambat di pagi hari dan sebagai hasilnya,
ritual tampak seperti sebuah jam karet. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa bentuk dan isi dari NKMCM secara umum bergeser; salah satu perubahan ini terkait
dengan peran kalimbubu, anak aeru, dan bermain sembuyak.
Meskipun model revitalisasi dari gerakan Wallace telah berhasil diterapkan di
bidang studi etnografi dan ethnosejarah dari masyarakat di seluruh dunia (seperti
yang dikatakan oleh Liebmann), revitalisasi adalah jauh lebih terdokumentasi
dengan baik dalam konteks ritual kematian. Pemeriksaan NKMCM
mengungkapkan bahwa bentuk dan isinya serta perkolong-kolong dan instrumen
musik tradisional harus direvitalisasi dan dibawa kembali ke versi asli. Revitalisasi
diharapkan memberi perubahan kepada para pemuda untuk ikut serta secara aktif
di dalam pelaksanaan tradisi ini.