Pengingkaran Janji oleh Penjual Terhadap Jual Beli Sebagian Tanah Warisan yang Dibuat dengan Akta Dibawah Tangan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1944 K/Pdt/2011)
View/ Open
Date
2015Author
Zulfiani
Advisor(s)
Yamin, Muhammad
Azwar, T.Keizerina Devi
Sofyan, Syahril
Metadata
Show full item recordAbstract
Jual beli sebagian tanah bersertifikat dengan akta dibawah tangan
sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1944K/Pdt/2011 dimana
terhadap jual beli sebagian tanah tersebut akhirnya timbul sengketa tanah, hal ini
disebabkan proses pemecahan dan balik nama sertifikat ditolak oleh Badan
Pertanahan Nasional karena bukti peralihan hak atas tanah tersebut hanya dengan
Akta yang dibuat dibawah tangan. Dalam Pasal 37 ayat 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi “Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas
satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam
perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak
melalui lelang hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Penggugat (Pembeli) meminta Tergugat (Penjual)
untuk penandatanganan kembali akta jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) akan tetapi Tergugat menolak karena tidak terdapat klausula yang
mengharuskan Penjual dan Pembeli untuk menandatangani Akta Jual Beli dihadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pembeli (Penggugat) yang merasa dirugikan
mengajukan gugatan pada Pengadilan dengan akta jual beli yang dibuat dibawah
sebagai alat bukti telah terjadinya perbuatan hukum jual beli sebagian tanah tersebut.
Dari kasus tersebut timbul permasalahan yaitu bagaimana kepastian hukum terhadap
akta dibawah tangan sebagai alat bukti terhadap jual beli tanah yang bersengketa di
Pengadilan, bagaimana akibat hukum terhadap proses pemecahan dan balik nama
sertifikat yang tidak terdapat dalam klausula Akta dibawah tangan dan bagaimana
pertimbangan hakim dalam Putausan Mahkamah Agung Nomor 1944 K/Pdt/2011.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang bersifat
deskriptif analitis, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder
berupa bahan primer, sekunder dan tertier sebagai data utama. Data-data yang
diperoleh kemudian diolah, dianalisa dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan
menggunakan metode berfikir deduktif. Teori yang digunakan teori kepastian hukum
dan teori etis.
Dari hasil penelitian terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 1944
K/Pdt/2011 dimana Pengadilan Negeri Cibinong mengabulkan gugatan Pembeli
(Penggugat) untuk membalik nama sertifikat yang telah dibeli. Putusan tersebut
diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Bandung dan Mahkamah Agung. Tergugat II (nama
yang ada dalam sertifikat) mengakui di depan hakim telah terjadi perbuatan hukum
atas jual beli tanah tersebut. Pengakuan Tergugat II merupakan alat bukti yang
sempurna bagi hakim untuk memutuskan perkara tanpa perlu pencarian bukti dari
pihak lain. Teori kepastian hukum yang menitikberatkan pada kapastian dari
substansi akta dibawah tangan sebagai alat bukti tulisan, membuat kedudukan
pembeli lemah akan tetapi teori etis menjelaskan hukum bertujuan semata-mata untuk mewujudkan keadilan, peranan hakim dalam memutuskan seadil-adilnya sehingga
pihak yang lemah bisa menjadi pemenang dalam suatu perkara di Pengadilan.
Collections
- Master Theses [1833]