Analisis Hukum Unsur Itikad Tidak Baik dalam Sengketa Kepemilikan Merek Ayam Lepaas (Studi Putusan Pengadilan Niaga Medan No.01/Merek/2013/Pn.Niaga/Medan)

Abstract

Sengketa merek dalam perdagangan bukan hal yang baru, hal ini diantaranya disebabkan karena tidak semua pemilik merek yang sudah didaftarkan adalah pemilik sah dari merek tersebut. Salah satu bentuk penyelewengan tersebut terdapat dalam kasus Merek Ayam Lepaas. Ada dua Permasalahan dalam penelitian ini. Pertama bagaimana kedudukan hak atas merek milik perusahaan yang didaftarkan atas nama pribadi oleh direktur atau pemegang saham perseroan tersebut?. Kedua bagaimana pertimbangan hakim atas unsur itikad tidak baik dalam pendaftaran merek Ayam Lepaas?. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari dokumen keputusan dari Pengadilan Niaga NO.01/Merek/2013/PN.Niaga/Medan. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Pendaftaran merek oleh Badan Hukum harus didaftarkan oleh Direktur atau orang yang dikuasakan. Pendaftaran merek milik badan hukum tidak boleh didaftarkan atas nama pribadi walaupun yang menandatanggani permohonan pendaftaran merek adalah seorang direktur. Merek tidak dapat didaftar apabila permohonan tersebut didasarkan adanya itikad tidak baik (Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek). Putusan hakim terkait dengan putusan Pengadilan Niaga Medan NO.01/MEREK/2013/PN. NIAGA/MEDAN. Tergugat (Suparno) dikatakan beritikad tidak baik karena tidak mengajak rekan bisnisnya Ahmad Saiful Bahri (Penggugat). Pengadilan Niaga berpendapat bahwa antara Suparno dan Ahmad Saiful Bahri memiliki hubungan kerjasama yang erat untuk mempopulerkan ayam lepaas. Sehingga merek tersebut harus dibatalkan dari Daftar umum Merek di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan mengumumkannya dalam daftar umum merek.

Brand dispute in trade is not uncommon because not all brand owners who have been registered are valid owners of the brands. One of these invalid acts is found in the brand dispute of ‘Ayam Lepaas’. There were two problems of the research; first, how about the position of the right on brand of the company which had been registered in the name of the director or the shareholder of the company, and secondly, how about judge’s consideration on the factor of bad faith in the registration of the brand, ‘Ayam Lepaas’. The research used judicial normative method by studying literature materials as secondary data. They were obtained from the Verdict of the Commercial Court No. 01/Merek/2013/PN.Niaga/Medan. The result of the research was analyzed by using qualitative method. Based on the analysis, it can be suggested that a brand with legal entity should be registered by the Director or the person who is in charge of it. It is not allowed to be registered personally although it is signed by a director. A brand cannot be registered when the application is based on bad faith (Article 4, Article 5, and Article 6 of Law No. 15/2001 on Brand). In judge’s decision, related to the Verdict of Medan Commercial Court No. 01/Merek/2013/PN.Niaga/Medan, it is stated that the defendant (Suparno) was in bad faith since he did not include his business partner, Ahmad Saiful Bahri (plaintiff). The court was of the opinion that the defendant and the plaintiff had close cooperation in popularizing ‘Ayam Lepaas’ brand. Therefore, the brand general list had to be cancelled in the Directorate General of Intellectual Property of the Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia and it was announced in the Brand General List.