Pengolahan Ampas Kecap dengan Asam Asetat Sebagai Pakan dan Dampaknya terhadap Produksi dan Kualitas Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)

Abstract

The objectives of this experiment are to investigate the quality of nutrition and NaCl decrease levels of soy sauce waste processed by soaking with acetic acid and to investigate the level of soy sauce waste in diet quail layer. This research was carried out at animal production farm of SMKN 1 Gandapura, Bireuen District, Aceh Province. This research was conducted from November 2014 to May 2015. The research was conducted in two stages, the first stage is the processing of soy sauce waste as feed. The soy sauce waste is soaking by acetic acid at temperature of 28 and 70 0C during 24 and 48 hours. The design used is RAL Factorial. The observed variables are the ingredients of dry matter, ash, crude protein, fat, crude fiber and NaCl. The second experiment was designed by using completely randomized design consisting of 5 treatments and 4 replications. The treatments consisted of usage level of soy souce waste in feed i,e : 0% (P0), 5% (P1), 10% (P2), 15% (P3) and 20% (P4). The observed variables are the feed consumption, henday production, feed conversion, egg weight, thickness of eggshell, haugh unit, yolk indeks and income over feed cost. Total number of animals used in this experiment was 160 female quails with the age of 60 days. The results of first experiment indicated was not significantly between the two factors and that interaction of dry matter, crude protein, fat, and crude fiber of soy sauce waste. The significantly different (P<0,05) obtained at the soaking temperature on ash and NaCl. The best treatment was soaking temperature 28 0C were 4,61% ash and 1,88% NaCl. The highest feed consumption was at treatment of usage level 5% (29,71g/head/day) and it was significantly different (P<0, 05) from level of 0%, 10%, 15% and 20% (29,11 vs 28,10 vs 26,87 vs 25,65 g/head/day). The highest henday production was at level of 0% (84,00%), 5% (83,52%), 10% (77,34%) 15% 76,15%) and it was significantly different (P<0, 05) from level of 20% (66,03%). The highest of income over feed cost was at the used level 15% (Rp 486) followed by 5% and 10% (Rp.409) and 20% (Rp. 394) and the lowest on level of 0% with Rp.378/head. The experiment is not significantly (P>0,05) on feed conversion and quality of quail eggs (egg weight, thickness of eggshell, haugh unit and yolk indeks). In conclusion, the best treatment in this experiment was soy sauce waste soaked by acetic acid on 28 0C with the level of 15% in the quail diet.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas nutrisi dan tingkat penurunan kadar NaCl ampas kecap yang diproses melalui perendaman dengan larutan asam asetat serta mengetahui level optimum penggunaan ampas kecap yang tepat dalam ransum puyuh petelur. Penelitian ini dilakukan di farm Unit Produksi Ternak SMKN 1 Gandapura Kab. Bireuen - Aceh. Penelitian dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan Mei 2015. Penelitian dilakukan dalam dua tahapan, tahapan pertama adalah proses pengolahan ampas kecap sebagai pakan. Ampas kecap dilakukan perendaman dalam larutan asam asetat pada suhu awal perendaman 28 0C dan 70 0C selama 24 dan 48 jam. Rancangan yang digunakan adalah RAL Faktorial. Peubah yang diamati adalah bahan kering, kadar abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan NaCl. Penelitian tahap kedua merupakan pengujian invivo ampas kecap sebagai pakan puyuh petelur. Rancangan yang digunakan adalah RAL terdiri atas 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang dicobakan adalah ransum dengan tingkat penggunaan ampas kecap 0% (P0), 5% (P1), 10% (P2), 15% (P3) dan 20% (P4). Peubah yang diamati adalah konsumsi ransum, produksi henday, FCR, bobot telur, ketebalan kerabang telur, haugh unit, indeks kuning telur dan IOFC. Puyuh yang digunakan adalah 160 ekor puyuh jepang (Coturnix-coturnix japonica) betina berumur 60 hari. Penelitian tahap pertama menghasilkan pengaruh penelitian yang tidak berbeda nyata (P>0,05) antara faktor masa dan suhu awal perendaman serta interaksinya terhadap kadar bahan kering, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar ampas kecap. Perbedaan nyata (P<0,05) diperoleh pada faktor suhu perendaman terhadap kadar abu dan NaCl. Perlakuan terbaik diperoleh pada perendaman ampas kecap dengan suhu awal 28 0C. Kadar abu dan NaCl yang diperoleh adalah 4,61% dan 1,88%. Hasil penelitian tahap kedua menunjukkan rataan konsumsi ransum tertinggi diperoleh pada P1 (29,71 g/ekor/hari) dan berbeda nyata (P<0,05) dengan P0, P2, P3 dan P4 (29,11 Vs 28,10 Vs 26,87 Vs 25,65 g/ekor/hari). Produksi tertinggi diperoleh pada P0 (84,00%), P1 (83,52%), P2 (77,34%) P3 76,15%) dan berbeda nyata (P<0,05) dengan P4 (66,03%). IOFC tertinggi diperoleh pada tingkat 15% (Rp. 486/ekor) kemudian diikuti oleh 5% dan 10% (Rp.409/ekor), 20% (Rp. 394/ekor) dan terendah pada 0% (Rp.378/ekor). Pengaruh penelitian tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap nilai konversi pakan, bobot telur, ketebalan kerabang, haugh unit dan indeks kuning telur. Disimpulkan bahwa perlakuan terbaik pada penelitian ini adalah perendaman pada suhu 28 0C dengan tingkat penggunakan ampas kecap 15% dalam ransum.