Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang Memuat Norma Baru dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 102/PUU-VII/2009)

Abstract

Berdasarkan ketentuan Pasal 56 dan Pasal 57 Undang-Ungang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi hanya sebatas pembatal norma (negative legislator). Namun dari beberapa putusan yang tidak hanya membatalkan norma terkadang memuat norma baru yang bersifat mengatur(positive legislator)yang mengarah kepada pelanggaran rambu pembatas dari wewenang Mahkamah Konstitusi. Salah satu contoh putusannya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 yang dalam putusannya Mahkamah Konstitusi memuat norma baru yang bersifat mengatur (positive legislator) yaitu dengan memperbolehkannya warga pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk dapat memilih dalam pemilihan umum dengan syarat menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Paspor. Dalam hal ini maka wewenang lembaga negara sebagai pembentuk Undang-Undang yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diambil alih oleh Mahkamah Konstitusi, oleh karena itu penelitian dalam tesis ini dilakukan untuk menjelaskan serta menganalisis dari putusan Mahkamah Konstitusi No. 102/PUU-VII/2009 tersebut. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dan pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) yaitu dengan menggunakan sumber bahan hukum data sekunder yaitu yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yaitu dengan cara dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif untuk dapat ditarik kesimpulan secara deduktif. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 102/PUU-VII/2009 yang menimbulkan norma baru yang bersifat mengatur (positive legislator) sangat berguna dan bermanfaat untuk melindungi hak konstitusional pemilih dalam pemilihan umum serta ingin mewujudkan keadilan substantif yaitu keadilan yang hakiki, keadilan yang dirasakan masyarakat sebagai keadilan yang sesungguhnya. Keadilan ini terjelma dalam rasa keadilan yang diakui dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Implementasi dari putusan ini akhirnya dituangkan dalam suatu undang-undang yaitu UU No. 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum sehingga penggunaan KTP ataupun Paspor dalam setiap pemilihan umum menjadi lebih kuat sehingga implementasi putusan MK No. 102/PUU-VII/2009 dapat mewujudkan tujuan hukum yaitu untuk keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi masyarakat.

Based on the provisions of Article 56 and Article 57 of Law Number 8 of 2011 concerning Amendments to Law Number 24 of 2003 concerning the Constitutional Court only limited to the cancellation of the norm (negative legislator). However, from a number of decisions that not only invalidate the prevailing norms, positive legislators are proposed against the limiting bill from the authority of the Constitutional Court. One example of the verdict is the Constitutional Court decision Number 102 / PUU-VII / 2009 which is in the decision of the Constitutional Court (positive legislator), namely by allowing parliamentarians registered in the permanent voters list to be able to choose the identity card and passport. In this case, the authority of the state institution as the legislator of the House of Representatives (DPR) was taken over by the Constitutional Court, therefore the research in this thesis was conducted to explain and analyze the decisions of the Constitutional Court No. 102 / PUU-VII / 2009. The research carried out is normative legal research and the research discussion used is invitational research (statute approach) and renewal (case approach), namely by using legal data sources of secondary data which consists of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials by means of analyzed using qualitative methods to deduce conclusions. Decision of the Constitutional Court No. 102 / PUU-VII / 2009 which influences agreed new norms (positive legislators) is very useful and useful for protecting constitutional rights. real justice. Justice is manifested in a sense of justice that is valued and lives in the midst of society. The implementation of this decision was finally set forth in a law, namely Law No. 7 of 2017 concerning general elections so that the use of identity card or passports in each general election becomes stronger in the implementation of the Court's decision No. 102 / PUU-VII / 2009 can find legal objectives, namely for justice, legal certainty and benefit for the community.