Hubungan Derajat Keparahan dengan Terbentuknya Inhibitor pada Pasien Hemofilia A di RSUP. Haji Adam Malik Medan

Abstract

Background : Hemophilia is a bleeding disorder caused by a deficiency of blood clotting factors who inherited X-linked recessive, and clinically just in males. One of complication in hemophilia patients is the inhibitor formation which potentially life-threatening in hemophilia patients because the treatment becomes more difficult and expensive. The incidence of inhibitor formation often in hemophilia A, namely: 5-15% in mild to moderate hemophilia, and 10-50% (generally 20-30%) in severe hemophilia, whereas the incidence in hemophilia B about 2-3%. Examination conducted by the Bethesda inhibitor Inhibitor Assay (BIA). Aim : To determine the relationship between the degree of severity with the formation of inhibitors in patients with hemophilia A. Methods : The observational study with cross sectional design conducted from November to December 2014 to the 22 subjects patients with hemophilia A who measured the levels of factor VIII to determine the severity of hemophilia and associated with the formed of inhibitors. Results : 22 subjects of research showed a mean age average of 28.68 years, 13 subjects (59.1%) had a family history of hemophilia, 5 subjects (22.7%) had a family history of inhibitor. The results of FVIII level examination showed average 2.25% with the lowest levels of 0.8% and the highest 7.8%. Based on the severity, 17 (77.3%) subjects were moderate with the level of inhibitors average 3.04 BU and 20 subjects obtaining the replacement therapy such as factor VIII concentrate and cryoprecipitate. There was a significant correlation between the degree of severity with the formation of inhibitors (p = 0.004; p <0.05). However, in this study did not find significant differences in titer inhibitors based on the degree of severity of hemophilia (p = 0.284) and the mean of level of inhibitor was not difference based on the degree of severity of hemophilia (p = 0.068) and was not found a significant correlation between the severity of hemophilia and the levels of inhibitor (r = 0.097). Conclusion : There was a significant correlation between the degree of severity of the formation of inhibitors in patients with hemophilia A, but was not found a significant correlation between the severity of hemophilia and the levels of inhibitor.

Latar Belakang : Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat defisiensi faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara X-linked recessive dan hanya bermanifestasi klinis pada laki-laki. Salah satu komplikasi pada penderita hemofilia adalah terbentuknya inhibitor yang berpotensi mengancam kehidupan pasien hemofilia karena pengobatannya menjadi lebih sulit dan mahal. Insidensi terbentuknya inhibitor sering pada hemofilia A, yaitu : 5-15% pada hemofilia ringan sampai sedang, dan 10-50% (umumnya, 20-30%) pada hemofilia berat, sedangkan insidensi pada hemofilia B sekitar 2-3%. Pemeriksaan inhibitor dilakukan dengan Bethesda Inhibitor Assay (BIA). Tujuan : Untuk mengetahui hubungan derajat keparahan dengan terbentuknya inhibitor pada pasien hemofilia A. Metode : Studi observasional dengan desain cross sectional yang dilakukan mulai November sampai Desember 2014 terhadap 22 subjek pasien hemofilia A yang diukur kadar faktor VIII untuk mentukan derajat keparahan hemofilia dan dihubungkan dengan terbentuk atau tidak terbentuk inhibitor. Hasil : Dari 22 subjek penelitian didapatkan rerata usia 28,68 tahun, 13 subjek (59,1%) memiliki riwayat keluarga hemofilia, 5 subjek (22,7%) memiliki riwayat keluarga inhibitor. Hasil pemeriksaan kadar FVIII menunjukkan rerata 2,25% dengan kadar terendah 0,8% dan tertinggi 7,8%. Berdasarkan derajat keparahan, 17 (77,3%) subjek adalah derajat sedang dengan rerata inhibitor 3,04 BU dan sebanyak 20 subjek memperoleh terapi pengganti seperti konsentrat faktor VIII dan Cryoprecipitate. Terdapat hubungan yang signifikan antara derajat keparahan dengan terbentuknya inhibitor (p=0,004; p<0,05). Akan tetapi pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan yang signifikan untuk titer inhibitor berdasarkan derajat keparahan hemofilia (p=0,284) dan tidak ditemukan perbedaan rerata kadar inhibitor berdasarkan derajat keparahan hemofilia (p=0,068) serta tidak ditemukan korelasi yang signifikan antara derajat keparahan hemofilia dan kadar inhibitor (r=0,097). Kesimpulan : Terdapat hubungan yang signifikan antara derajat keparahan dengan terbentuknya inhibitor pada pasien hemofilia A, tetapi tidak ditemukan korelasi yang signifikan antara derajat keparahan hemofilia dan kadar inhibitor.