dc.description.abstract | Shinto merupakan kepercayaan asli orang Jepang, yang lahir secara alami dan sudah menjadi fondasi kehidupan orang Jepang.Sulit untuk menentukan asal usul Shinto karena ia berkembang secara bertahap dalam sejarah panjang Jepang. Namun banyak ilmuwan sepakat mengatakan bahwa Shinto lahir pada akhir abad ketujuh atau abad kedelapan. Seiring berjalannya waktu, Shinto mulai berkembang pesat pada masa Restorasi Meiji sampai akhir Perang Dunia II. Hingga pada akhirnya didirikan Jinja-Honcho (Asosiasi Jinja) sebagai badan hukum keagamaan untuk mengelola sebuah jinja (tempat ibadah agama Shinto). Di dalam jinja terdapat beberapa shinshoku dan miko. Miko adalah wanita yang bekerja di jinja, dan membantu shinshoku dalam menjalankan ritual dan shinshoku adalah pendeta Shinto atau orang-orang yang berofesi sebagai pekerja, pengelola, dan pelaksana ritual keagamaan di jinja. Shinshoku sendiri terdiri dari kata “shin” yang berarti tempat ibadah kepercayaan Shinto dan “Shoku” yang berarti “profesi”. Selain itu, shinshoku juga memiliki tingkat jabatan dan kualifikasi. Pada umumnya jabatan shinshoku terdiri dari guji, negi, dan gon-negi. Tetapi jabatan guji dan negi yang harus ada di sebuah jinja. Dikarenakan terdapat jinja kecil yang dikelola secara turun temurun seperti layaknya perusahaan keluarga yang cukup dikelola oleh ayah sebagai guji dan anak sebagai negi. Dan untuk menjadi seorang shinshoku tentu tidak mudah. Mereka yang ingin menjadi pendeta Shinto harus lulus dari salah satu universitas yang sudah bekerjasama dengan Jinja-Honcho atau dapat mengikuti ujian khusus Jinja-Honcho maupun dari lembaga Pendidikan khusus para pendeta untuk memperoleh lisensi. Seperti yang telah diketahui, bahwa di dalam jinja terdapat beberapa shinshoku dan miko. Misalnya saja di Takekoma Jinja. Takekoma Jinja adalah salah satu Inari-jinja (jinja yang mengabadikan Kami pertanian) terbesar ketiga di Jepang yang terletak di Kota Iwanuma Prefektur Miyagi. Di dalamnya terdapat pendeta Shinto yang berjumlah 15 orang. Terdiri dari 1 orang guji (kepala pendeta), 1 orang gon-guji (wakil kepala pendeta), 2 orang negi, 9 orang gon-negi dan 2 orang shusshi. Selain itu ada 7 orang miko yang sehari-hari membantu tugas pendeta dalam melaksanakan ritual dan festival di jinja. Di Takekoma Jinja, shinshoku memiliki tugas. Setelah melakukan pengumpulan data lebih lanjut, dapat disimpulkan bahwa tugas-tugas shinshoku di Takekoma Jinja ialah melaksakan ritual dan festival, kessai, chohai, dan misogi. Sepanjang tahun, shinshoku mengadakan ritual dan festival, mulai dari kecil, menengah hingga besar. Salah satunya adalah Saitan-sai, Otaue-matsuri, Shichi-go-san-sai dan lain-lain. Selain itu mereka juga melakukan kessaiyang berarti kegiatan pendeta menyucikan fisik dan mentalnya dalam waktu tertentu sebelum melaksanakan upacara keagamaan. Dikarenakan menurut pendeta Takekoma Jinja, Kami (dewa) tidak menerima ritual atau festival apabila pendeta atau peserta berada dalam keadaan kotor (kegare). Lalu ada chohai atau ibadah pagi yang dilaksanakan setiap hari pukul 8 pagi. Fungsinya adalah membersihkan diri dari dosa (tsumi) dan kekotoran (kegare). Dan terakhir adalah misogi atau ritual bersuci dengan cara menyiramkan air ke seluruh tubuh, dan membersihkan hal-hal buruk, noda dan kotoran yang melekat di tubuh. Misogi ini dilaksanakan sekali dalam 1 bulan pada bulan April-Oktober. | en_US |