Terakoya dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Chounin pada Zaman Edo
Edo Jidai No Chounin No Bunka Shakai No Seikatsu Ni Taishite No Terakoya No Eikyou
View/ Open
Date
2007Author
Octaria, Yetti
Advisor(s)
S, Nandi
Kusdiyana, Eman
Metadata
Show full item recordAbstract
Bangsa Jepang pada masa ini telah mencapai keadaan yang maju dan sejahtera sebagai hasil dari usaha-usaha bangsa itu sendiri dalam hal pendidikan.
Meskipun pendidikan di Jepang yang teratur dan modern baru dimulai setelah Restorasi Meiji, namun sebelum Restorasi Meiji pendidikan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan susunan masyarakat zaman Edo (tahun 1603-1868).
Pada zaman Edo terdapat susunan masyarakat yang terdiri atas; bushi, noumin, koumin,shounin. Susunan masyarakat ini biasa dikenal dengan istilah shinoukousho. Golongan tukang (shokuin) dan pedagang (shounin) biasa disebut dengan golongan chounin.
Pendidikan di Jepang sudah dilaksanakan setelah masuknya sistem penulisan Cina melalui semenanjung Korea pada abad ke-6. Pendidikan pada zaman kuno di Jepang diawali dengan dibangunnya kuil Horyuji oleh Pangeran Shotoku di Nara. Kuil ini kemudian dijadikan sebagai tempat pusat belajar.
Pada zaman Edo, pendidikan dapat dibagi atas 2, yaitu: pendidikan yang ditujukan bagi golongan bangsawan dan golongan samurai, dan pendidikan yang ditujukan bagi golongan masyarakat biasa.
Pendidikan yang ditujukan bagi golongan bangsawan dan samurai yaitu:
a. Hankou (sekolah yang didirikan oleh para daimyou di daerah kekuasaan mereka)
b. Shouheikou (institusi pendidikan pribadi yang mempelajari tentang
pengetahuan dan paham-paham ajaran agama yang berasal dari negara Cina)
c. Kokugaku (sekolah yang hanya mengajarkan tentang kesusateraan Jepang kuno)
d. Rangaku ( sekolah yang mengajarkan ilmu pengetahuan yang berasal dari negara Belanda)
e. Shijuku (sekolah swasta yang ditujukan bagi kaum atau klan tertentu)
Sedangkan pendidikan yang ditujukan bagi rakyat biasa dikenal dengan sebutan Terakoya.
Terakoya adalah sekolah yang diselenggarakan di tempat-tempat peribadatan, misalnya di kuil.Sekolah ini ditujukan bagi golongan masyarakat biasa ( petani, tukang, dan pedagang). Pada tahun 1640, Tokugawa Iemitsu untuk menghambat penyebaran agama Kristen di Jepang dengan memperbolehkan masyarakat biasa untuk belajar di Terakoya. Pendidikan di terakoya meliputi pelajaran membaca, menulis, dan berhitung.
Pendidikan moral pun diajarkan di terakoya seperti: membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, menghormati orang yang lebih tua, berbuat baik pada tetangga, dan tidak berbuat atau mengikuti hal-hal yang bersifat buruk.
Dengan adanya terakoya, masyarakat chounin dapat membaca hasil-hasil karya dari golongan chounin sendiri, sehingga mereka pun sudah dapat menulis karya-karya sastra yang lebih menarik dari pada zaman sebelumnya.Kesusasteraan Chounin juga banyak dibaca oleh golongan lainnya termasuk golongan bangsawan. Selain mempopulerkan hasil-hasil karyanya, chounin juga mampu mengangkat golongannya sendiri ke kedudukan yang lebih tinggi.Selain itu, kesusasteraan chounin resmi diterima, dan diakui masyarakat Jepang, serta mengalami perkembangan yang pesat. Kesusasteraan chounin ini pun menjadi keistimewaan pada zaman Edo, dan terkenal hingga sekarang.
Selain dalam hal kebudayaan, terakoya juga mempengaruhi kehidupan masyarakat golongan chounin yaitu; dalam bidang perilaku sosial, dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Collections
- Undergraduate Theses [525]