• Login
    View Item 
    •   USU-IR Home
    • Faculty of Cultural Sciences
    • Department of Japanese Literature
    • Undergraduate Theses
    • View Item
    •   USU-IR Home
    • Faculty of Cultural Sciences
    • Department of Japanese Literature
    • Undergraduate Theses
    • View Item
    JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

    Analisis Sosiologis Tokoh Utama dalam Film “Memoirs of A Geisha” Karya Rob Marshall

    View/Open
    Fulltext (1.487Mb)
    Date
    2019
    Author
    Syafitrah, Dinda
    Advisor(s)
    Situmorang, Hamzon
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    Geisha merupakan ahli seni yang menghibur para tamu dengan memainkan shamisen, tarian, upacara minum teh (sadō), puisi, percakapan atau obrolan serta bermain. Geisha muncul pada awal pemerintahan Tokugawa. Geisha terus melayani pelanggan sampai tahun - tahun terakhir perang. Tepatnya di tahun 1944 di mana semua kedai teh, dan rumah geisha ditutup. Kemudian profesi geisha sempat dilarang dikarenakan para geisha diwajibkan untuk kerja menjadi buruh pabrik. Selama masa perang, sebagian besar geisha di seluruh Jepang memiliki debut seksual (Mizuage) ketika mereka “lulus” dari magang ke geisha penuh. Pada akhir tahun 1970-an jumlah geisha mengalami penurunan. Salah satu alasan penurunan jumlah ini adalah karena munculnya bar-bar bergaya barat. Banyak orang Jepang modern tidak mengenal lagi tata cara pertunjukan geisha dan merasa bahwa gadis-gadis bar lebih menyenangkan, praktis, dan tarifnya murah. Film Memoirs Of A Geisha ini bersetting di tahun 1929, bercerita tentang Chiyo, gadis kecil anak nelayan miskin di Yoroido, desa nelayan di pinggiran Laut Jepang yang bersama dengan kakaknya, Satsu dijual oleh ayahnya karena mereka sangat miskin. Chiyo dan Satsu dijual ke rumah geisha yang ada di Kyoto. Pada masa ini, seorang geisha masih begitu tradisional baik dari segi aturan-aturan dan tata cara mereka menjadi geisha, dan seorang geisha masih banyak diminati karena status sosialnya yang masih tinggi. Setelah beranjak dewasa, Chiyo dilatih untuk menjadi geisha. Chiyo menjalani masa pelatihan sebagai geisha hanya dalam waktu 6 bulan, normalnya untuk menjadi geisha membutuhkan waktu bertahun-tahun. Sayuri belajar cara memegang cangkir teh, memainkan shamisen dan menari dengan kipas, Chiyo debut menjadi geisha dan namanya diganti menjadi Sayuri. Tak lama Sayuri menjadi geisha, Jepang dilanda perang dunia kedua. Kemudian rumah-rumah geisha ditutup, termasuk kediaman milik Sayuri. Sayuri dikirim ke pabrik pembuatan kimono di gunung. Setelah beberapa tahun menjadi buruh pabrik, datang seorang pria dari Osaka untuk menawarkan Sayuri agar menjadi geisha lagi. Sayuri akhirnya menuruti kemauan pria tersebut. Perang kembali reda, rumah-rumah geisha dibuka kembali dan Sayuri juga membuka kembali Okiya nya. Dengan film ini, pengarang ingin merubah pandangan orang-orang bahwa geisha berbeda dengan prostitusi.
    URI
    http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/23668
    Collections
    • Undergraduate Theses [562]

    Repositori Institusi Universitas Sumatera Utara - 2025

    Universitas Sumatera Utara

    Perpustakaan

    Resource Guide

    Katalog Perpustakaan

    Journal Elektronik Berlangganan

    Buku Elektronik Berlangganan

    DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
    Contact Us | Send Feedback
    Theme by 
    Atmire NV
     

     

    Browse

    All of USU-IRCommunities & CollectionsBy Issue DateTitlesAuthorsAdvisorsKeywordsTypesBy Submit DateThis CollectionBy Issue DateTitlesAuthorsAdvisorsKeywordsTypesBy Submit Date

    My Account

    LoginRegister

    Repositori Institusi Universitas Sumatera Utara - 2025

    Universitas Sumatera Utara

    Perpustakaan

    Resource Guide

    Katalog Perpustakaan

    Journal Elektronik Berlangganan

    Buku Elektronik Berlangganan

    DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
    Contact Us | Send Feedback
    Theme by 
    Atmire NV