Show simple item record

dc.contributor.advisorSuprayitno
dc.contributor.advisorRatna
dc.contributor.authorHasugian, Jalatua Habungaran
dc.date.accessioned2020-02-17T02:29:00Z
dc.date.available2020-02-17T02:29:00Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/24063
dc.description.abstractDutch government policy shaping Afdeeling Simeloengoen en Karolanden 1906, followed by giving the status Gemeente (township) to the city Pematang Siantar in 1917 was a turning point in the political and social changes Siantar kingdom. These changes also trigger the rapid economic growth in the city as a center Pematang Siantar commodity trading activities besides plantations in East Sumatra Medan. In order to strengthen its economic and political interests, the Dutch design the infrastructure that is equipped with modern urban facilities in Pematang Siantar, as well as government and bureaucracy reorganized according to the European pattern. This study discusses three important issues: 1) What are the factors that drive the Dutch economic exploitation and reorganization of city government in Pematang Siantar of the traditional kingdom into a regional center gemeente; 2) How does the existence of the Kingdom Siantar to the development of modern bureaucracy Netherlands after Pematang Siantar set to be gemeente since 1917 until 1942; 3) What is the impact of government policies on the development of Dutch social, political and economic community Pematang Siantar city and its surroundings. This qualitative study using the method of critical history, beginning of heuristics, criticism, and historiography interpretation systematically according theories of scientific writing. Materials used sources of Dutch colonial archives of the National Archives Office of the Republic of Indonesia (ANRI) and the National Library in Jakarta. The results showed that the first factor that encourages the Dutch government reorganization is in the interests of economic and political control of both factors and bureaucracy. Construction of administrative centers, education, health, trade, greatly affect the ecological changes, sociological and economical city. The population was scattered with settlements snafu, so arranged with European planning models. Until now the rest of the arrangement patterns can still be seen in various corners of the city Pematang Siantar.en_US
dc.description.abstractKebijakan pemerintah Belanda membentuk Afdeeling Simeloengoen en Karolanden tahun 1906 yang dilanjutkan dengan memberikan status Gemeente (kotapraja) terhadap kota Pematang Siantar pada tahun 1917 merupakan titik balik perubahan sosial politik di Kerajaan Siantar. Perubahan ini juga memicu pesatnya pertumbuhan ekonomi di kota Pematang Siantar karena menjadi pusat aktivitas perdagangan komoditi perkebunan di Sumatera Timur selain Medan. Dalam rangka memantapkan kepentingan ekonomi dan politiknya itu, Belanda merancang pembangunan infrastruktur yang dilengkapi dengan fasilitas perkotaan modern di Pematang Siantar, serta melakukan reorganisasi pemerintahan dan birokrasi menurut pola Eropa. Penelitian ini membahas tiga pokok persoalan penting yaitu: 1)Faktor-faktor apa yang mendorong Belanda melakukan eksploitasi ekonomi dan reorganisasi pemerintahan di kota Pematang Siantar dari pusat kerajaan tradisional menjadi daerah gemeente; 2)Bagaimana eksistensi Kerajaan Siantar terhadap perkembangan birokrasi modern Belanda setelah Pematang Siantar ditetapkan menjadi gemeente sejak tahun 1917 sampai tahun 1942; 3)Apa dampak kebijakan pemerintahan Belanda terhadap perkembangan sosial, politik dan ekonomi masyarakat kota Pematang Siantar dan sekitarnya. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode sejarah kritis, dimulai dari heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi secara sistematis sesuai teori-teori penulisan ilmiah. Bahan yang digunakan sumber-sumber arsip kolonial Belanda dari Kantor Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan Perpustakaan Nasional di Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pertama yang mendorong Belanda melakukan reorganisasi pemerintahan adalah kepentingan ekonomi dan faktor kedua penguasaan politik dan birokrasi. Pembangunan pusat-pusat pemerintahan, pendidikan, kesehatan, perdagangan, sangat berdampak terhadap perubahan ekologis, sosiologis dan ekonomis kota. Penduduk yang tadinya terpencar-pencar dengan pemukiman semraut, ditata sedemikian rupa dengan model perencanaan Eropa. Hingga sekarang pola penataan tersebut sisanya masih dapat dilihat di berbagai sudut kota Pematang Siantar.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectPemerintahanen_US
dc.subjectKolonial Belandaen_US
dc.subjectGementeeen_US
dc.subjectPematang Siantaren_US
dc.titlePemerintahan Kolonial Belanda di Kota Pematang Siantar Periode 1917 – 1942en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM127050003
dc.description.pages192 Halamanen_US
dc.description.typeTesis Magisteren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record