• Login
    View Item 
    •   USU-IR Home
    • Faculty of Cultural Sciences
    • Department of Japanese Literature
    • Undergraduate Theses
    • View Item
    •   USU-IR Home
    • Faculty of Cultural Sciences
    • Department of Japanese Literature
    • Undergraduate Theses
    • View Item
    JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

    Kebudayaan Miai pada Masyarakat Jepang

    View/Open
    Fulltext (1.628Mb)
    Date
    2019
    Author
    Siregar, Rajab
    Advisor(s)
    Malayu, Siti Muharami
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    Jepang adalah negara Asia yang maju serta merupakan negara dengan ekonomi yang kuat dan teknologi yang maju di zaman globalisasi, namun ini tidak membuat Jepang meninggalkan kebudayaan warisan nenek moyangnya. Dapat dikatakan Jepang adalah negara dimana globalisasi dan tradisi berjalan bersamaan. kebudayaan adalah seluruh cara hidup manusia (ningen no seikatsu no itonami kata) dan tidak bersifat alamiah. Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit adalah keseluruhan hal yang terdiri dari tradisi, ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni. Oleh karena itu, Kebudayaan dalam arti luas adalah segala sesuatu yang bersifat konkret yang diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit adalah budaya yang berisikan sesuatu yang bersifat semiotik. Miai atau omiai bisa diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai perjodohan. miai adalah suatu pertemuan resmi dimana dilakukannya perkenalan antara seorang pria dan seorang wanita yang diatur oleh nakodo (seorang perantara) dengan tujuan mencari pasangan untuk menikah atau lebih dikenal dengan perjodohan. Perkenalan yang diatur ini bermaksud untuk membuat kesempatan untuk saling mengenal lebih dalam. Setelah Perang Dunia II, tradisi barat dan gagasan cinta menyebar ke seluruh Jepang, dan lebih banyak orang mengandalkan cinta daripada perjodohan berdasarkan keluarga. Hal ini merupakan gagasan yang aneh untuk orang Jepang karena pandangan mereka terhadap cinta, dan sangat mungkin benar, bahwa cinta itu lemah dan tak bertahan lama. Cinta bukanlah sesuatu untuk membangun hubungan serius, dan tentu saja bukan untuk pernikahan. Perjodohan zaman sekarang lebih seperti pertemuan yang diatur untuk mengurangi kesusahaan dalam mencari pasangan oleh diri sendiri. Peneliti menggunakan pendekatan sosiologi dan fenomenologis untuk menjawab perbedaan miai zaman dulu dengan zaman sekarang juga dan juga kelebihan kekurangan miai zaman sekarang setelah terjadi perubahan makna dan fungsi miai pada masyarakat Jepang. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriftif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Selain itu dalam mengumpulkan data-data penelitian ini, penulis menggunakan teknik studi kepustakaan (library research), dengan mengambil acuan dari berbagai buku yang berkaitan dengan masyarakat, masalah sosial dan lain-lain. Keberadaan miai pada masyarakat Jepang sudah ada dari zaman Edo sampai pada Jepang masa sekarang, namun sama seperti semua hal di dunia pasti ada yang tetap tertahan dan ada juga yang mengalami perubahan. Hal inilah yang terjadi terhadap miai pada masyarakat Jepang, keberadaan tetap ada namun ada hal-hal yang didalamnya yang berubah dikarenakan berbagai alasan entah itu dari masyarakat Jepangnya sendiri atau pengaruh dari luar masyarakat Jepangnya, yang pasti berubahan itu tak terelakkan. Masyarakat Jepang hanya dapat beradaptasi atau mereka akan menjadi orang-orang yang tertinggal di era global ini, dimana perubahan adalah hal yang sering terjadi. Perubahan yang terjadi didalam miai adalah hal-hal seperti tujuan, fungsi, cara pendaftaran, cara pemilihan pasangan, kriteria pemilihan pasangan, tempat pertemuannya, hak pemilihan pasangan, fungsi nakodo, serta jumlah peserta miainya. Semua perubahan ini terjadi karena pengaruh yang sebabkan oleh hal-hal seperti kehidupan sosial, teknologi, dan juga budaya pada masyarakat itu juga ikut perubah. Miai mengalami perubahan setelah masa perang dunia ke-2 pada masyarakat Jepang, perubahan merupakan bentuk adaptasi terhadap masyarakat Jepang yang sedang mengalami perubahan cara pernikahan dari miai kekkon menjadi ren‟ai kekkon. Dalam perubahan miai ini pasti memiliki namanya sesuatu yang bersifat lebih baik dan buruk dibandingkan dengan miai yang dulu. Hal-hal yang bersifat baik dalam miai adalah ke praktisan dalam pelaksanaanya, kebebasan dalam pilihan, membantu masyarakat Jepang secara individu maupun kelompok, hasil dari pernikahan miai yang bertahan lama, serta menjadi sumber jasa baru dan membantu ekonomi Jepang. Adapun hal-hal yang bersifat buruk adalah bagaimana didalam miai sekarang terjadi diskriminasi terhadap kelompok orang-orang tertentu, menjadi tekanan baru bagi masyarakat Jepang belum menikah atau tidak mau menikah, menurunya tingkat pernikahan yang melalui miai, serta banyak pertemuan yang harus dihadiri untuk mendapatkan pasangan yang ideal.
    URI
    http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/24446
    Collections
    • Undergraduate Theses [562]

    Repositori Institusi Universitas Sumatera Utara - 2025

    Universitas Sumatera Utara

    Perpustakaan

    Resource Guide

    Katalog Perpustakaan

    Journal Elektronik Berlangganan

    Buku Elektronik Berlangganan

    DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
    Contact Us | Send Feedback
    Theme by 
    Atmire NV
     

     

    Browse

    All of USU-IRCommunities & CollectionsBy Issue DateTitlesAuthorsAdvisorsKeywordsTypesBy Submit DateThis CollectionBy Issue DateTitlesAuthorsAdvisorsKeywordsTypesBy Submit Date

    My Account

    LoginRegister

    Repositori Institusi Universitas Sumatera Utara - 2025

    Universitas Sumatera Utara

    Perpustakaan

    Resource Guide

    Katalog Perpustakaan

    Journal Elektronik Berlangganan

    Buku Elektronik Berlangganan

    DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
    Contact Us | Send Feedback
    Theme by 
    Atmire NV