dc.contributor.advisor | Syahrin, Alvi | |
dc.contributor.advisor | Ediwarman | |
dc.contributor.advisor | Ginting, Budiman | |
dc.contributor.author | Malau, Parningotan | |
dc.date.accessioned | 2020-06-17T07:06:12Z | |
dc.date.available | 2020-06-17T07:06:12Z | |
dc.date.issued | 2019 | |
dc.identifier.uri | http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/26211 | |
dc.description.abstract | Cases of industrial accidents that occur due to limited companies (corporations) cancel the terms and conditions of work safety (K3) which are required in accordance with Law No. 1 of 1970 concerning Work Safety (UUKK). UUKK which is the legal umbrella for K3-issues in Indonesia concerning the safety regulations (veiligheids-reglement) Stbl. 1910 No. 406 approved the guarantee K3 workers / laborers for the realization of welfare support mandated in the Fourth Aline Opening of the 1945 Constitution. UUKK is a state administrative legal entity relating to legal assistance relating to legal functionality for each person. Criminal Countermeasures However, in its application, the UUKK can’t be done. In fact, there are quite a lot of industrial accidents which are very detrimental to workers/laborers, such as physical/mental disability, prolonged illness, until death which does not reach court level. The results of the study found 9 (nine) cases of industrial accident cases that caused casualties, but the one that was alleged and charged as the basis for prosecution was the Criminal Code. The consequence of the application of the Criminal Code, accountability and conviction is only for individuals (natuurlijk persoon), because the Criminal Code does not recognize corporations (rechts persoon) as a subject of follow-up. In other words, associations wash their hands of accident cases involving workers/workers and are free to enjoy the benefits derived from follow-up at work. "1) Why is the corporation obliged to be liable for criminal responsibility in the event that the K3 worker/labor protection is not implemented?; 2) What is the policy on the formulation of the corporate legal responsibility system in the UUKK and its application?; and 3) How is the renewal of the criminal responsibility system formulation policy? 2) that the UUKK does not have a formulation of legal responsibility in the event that it is not carried out with protection of workers/laborers. The research method used is legal research (normative juridical) with the approval of the registrant. The results of the study concluded; 1) The corporation must be liable for coverage in the event that the protection of workers K3 is not carried out, because it is related to: a. history of labor protection in Indonesia, b. the concretisation of Pancasila values, c) violates human rights, d) denies the economy, and f) corporate conflicts; 2) UUKK does not formulate a system of criminal responsibility to institutions for the crime of OHS protection for workers/laborers; and 3) the malfunction of the UUKK is inseparable from the history of the formation of the UUKK. Suggestions from this research are: 1) that all stakeholders consider the relationship that is burdened with court responsibility; 2) Although the UUKK does not formulate a system of corporate responsibility, but with a broad understanding of "management" and "businessman" as the subject being discussed, investigators and Public Prosecutors in their allegations and decisions use the UUKK as the basis for imposing penalties for individuals (natuurlijk persoon) and associations (rechts persoon); and 3) that the UUKK continue assistance to legal politics or civil law in the corporate criminal responsibility system. | en_US |
dc.description.abstract | Kasus-kasus kecelakaan industri terjadi akibat perseroan terbatas (korporasi) mengabaikan ketentuan dan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang diwajibkan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (UUKK). UUKK menjadi payung hukum masalah-masalah K3 di Indonesia menggantikan peraturan keamanan (veiligheids-reglement) Stbl. 1910 No. 406 menjamin perlindungan K3 pekerja/buruh untuk terwujudnya kesejahteraan sebagaimana diamanatkan Alinea Keempat Pembukaan UUDNRI Tahun 1945. UUKK merupakan undang-undang administrasi bersanksi pidana dengan menggunakan jalur penal seharusnya mampu melakukan fungsionalisasi hukum pidana terhadap setiap pelanggaran dibidang K3 dalam upaya penanggulangan tindak pidana tidak dilaksanakannya perlindungan K3 pekerja/buruh di tempat kerja. Namun dalam penerapannya, UUKK dapat dikatakan tidak berfungsi. Faktanya, cukup banyak terjadi kasus kecelakaan industri yang sangat merugikan pekerja/buruh, seperti cacat fisik/mental, penyakit berkepanjangan, hingga meninggal yang tidak sampai ke tingkat pengadilan. Hasil penelitian, 9 (sembilan) perkara kasus kecelakaan industri yang menimbulkan korban jiwa, tetapi yang disangkakan dan didakwakan sebagai dasar penuntutan adalah KUHP. Konsekuensinya, pertanggungjawaban dan dipidana hanya ditujukan kepada orang perseorangan (natuurlijk persoon), karena KUHP tidak mengenal korporasi (rechts persoon) sebagai subjek tindak pidana. Dengan kata lain, korporasi cuci tangan atas kasus-kasus kecelakaan yang merugikan pekerja/buruh dan bebas menikmati keuntungan korporasi dari peristiwa tindak pidana di tempat kerja.” Atas dasar tersebut peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut; 1) Mengapa korporasi wajib dibebani pertanggungjawaban pidana dalam hal tidak dilaksanakannya perlindungan K3 pekerja/buruh?; 2) Bagaimana kebijakan formulasi sistem pertanggungjawaban pidana korporasi dalam UUKK dan penerapannya?; dan 3) Bagaimana pembaharuan kebijakan formulasi sistem pertanggungjawaban pidana?. 2) bahwa UUKK tidak mempunyai rumusan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam hal tidak dilaksankannya perlindungan K3 pekerja/buruh. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum (normatif yuridis) dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil penelitian menyimpulkan; 1) Korporasi wajib dibebani pertanggungjawaban pidana dalam hal tidak dilaksankannya perlindungan K3 pekerja/buruh, karena terkait dengan: a. sejarah perlindungan perburuhan di Indonesia, b. konkritisasi nilai-nilai Pancasila, c) pelanggaran HAM, d) penyalahgunaan kekuasaan ekonomi, dan f) kejahatan korporasi; 2) UUKK tidak merumuskan sistem pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi atas tindak pidana omisi perlindungan K3 pekerja/buruh; dan 3) kurang berfungsinya UUKK tidak terlepas dari sejarah pembentukan UUKK. Saran dari penelitian ini ialah: 1) agar semua stakeholder menyadari pentingnya korporasi dibebani pertanggungjawaban pidana ;2) Meskipun UUKK tidak merumuskan sistem pertanggungjawaban pidana korporasi, tetapi dengan pengertian luas dari “pengurus” dan “pengusaha” sebagai subjek tindak pidana, penyidik dan Penuntut Umum dalam sangkaan dan tuntutannya sebaiknya menggunakan UUKK sebagai dasar menjatuhkan pidana baik kepada orang perseorangan (natuurlijk persoon) maupun korporasi (rechts persoon); dan 3) agar UUKK segera dikembalikan kepada politik hukum pidana atau kebijakan hukum pidana (penal policy) untuk dilakukan pembaruan kebijakan formulasi sistem pertanggungjawaban pidana korporasi. | en_US |
dc.language.iso | id | en_US |
dc.publisher | Universitas Sumatera Utara | en_US |
dc.subject | Perlindungan K3 | en_US |
dc.subject | Pertanggunjawaban Pidana | en_US |
dc.subject | Korporasi | en_US |
dc.title | Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam hal tidak dilaksanakannya Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pekerja/Buruh di Tempat Kerja | en_US |
dc.type | Thesis | en_US |
dc.identifier.nim | NIM138101008 | |
dc.description.pages | 638 Halaman | en_US |
dc.description.type | Disertasi Doktor | en_US |