dc.contributor.advisor | Rosmayati | |
dc.contributor.advisor | Siregar, Luthfi A.M. | |
dc.contributor.author | Elimasni | |
dc.date.accessioned | 2018-05-16T04:43:23Z | |
dc.date.available | 2018-05-16T04:43:23Z | |
dc.date.issued | 2016 | |
dc.identifier.uri | http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/2868 | |
dc.description.abstract | Berastagi at North Sumatra is center of tamarillo production, the prospect
of the tamarillo is quite promising. Despite its prospects the farmers are reluctant
to plant it, because tamarillo is not a major commodity crops such as potatoes,
coffee, chocolate, orange and others. However, by the time goes by, there is an
increasing utilization of the tamarillo fresh. It uses as juice and/or for making a
syrup that has been produced on an industrial scale. This syrup is preferred by the
public and is now being marketed to several provinces in Indonesia. Because of
that, the productivity of tamarillo needed to increase. The major problem
increasing tamarillo production is the lack of tamarillo varians and its
susceptibility toward plant diseases especially anthrachnose that is caused by
Colletotrichum sp. This disease can stay latently into the plant and can only
diagnosed when the plant enter into reproductif phase which causes the pistill fall
early and fail to develope. In order to increase the productivity, the experiment of
Selection and genetic variability Improvement of Tamarillo Plant (Solanum
betaceum Cav.) by inducing mutation needed to conduct to gain the new variants
and anthracnose - resistant tamarillo.
First stage was in vivo experiment, 3 day tamarillos were exposed into
mutagens; colcichine, Ethyl Methane sulphonate (EMS), and UV radiation with
the different concentration and time exposed. The concentration of colcichine
were 0; 0,01; 0,10 and 1,00% with time exposed 8, 16 and 24 hours. EMS were
given at 0; 0,05; 0,10 dan 0,15% in 30, 60 dan 90 minutes. Meanwhile UV =B
were exposed 0; 10; 20 and 30 for 30, 60 and 90 second. This experiment were
conducted to know the changing in morphological, anatomical and physiological
patterns. The second stage of the research was in vitro initiation of tamarillo callus
that also exposed by Colcichine, EMS and UV-B Radiation with similar
concentration and time exposure as explain above. In vitro experiment was done
at Laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan Tumbuhan Biologi FMIPA USU
dan Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan UPT-BBI, Dinas Pertanian Sumut,
Gedung Johor, Medan The last stage was selection mutagenesis in vitro by
exposing Colletotrichum sp filtrates. Tolerant analysis was done by giving of the
concentrated filtrates into subculture step by step start from 25, 50, 75, 100 until
125 ppm. Evaluation of resistancy was done by biochemical analysis such as
peroxidase and polyphenoloxidase profiles. This analysis was conducted at di
Laboratorium Biologi Molekuler PPKS-Marihat, Pematang Siantar, Sumatera
Utara and Laboratorium Kimia Kuantitatif Fakultas Farmasi USU. Genetic
Diversity Analysis also conducted by using Random Amplified Polymorphism
DNA ( RAPD) at Research Laboratory Horticulture Chemistry, Funchess
Department of Horticulture, College of Agriculture, Auburn University, Auburn,
Alabama-USA. Data analysis was done by description for qualitative data and
ANOVA using IBM SPSS Statistics Ver. 19 for quantitative data. For genetic similarity, data was analysed by cluster analysis using Unweight Pair Group
Methode Arithmetic (UPGMA) analysed further by Numerical Taxonomy and
Multivariate System (NTSys) versi 2.02 programe.
The result of the research showed that morphological characteristic did not
differ significally after in vivo exposing by colcichine, EMS and UV-B Radiation.
However, anatomi characters showed different significantly compared to the
control plant. The number of chromosomes clearly influenced by giving the
colcichine. The result showed aneuplody at 0,01% (n=11), 0,10% (n=13) and 1,00
(n=10) with 24 hours exposing time. Exposing Colcichine, EMS and UV-B
radiation showed increasing of the size of plant length, the length and the width
of leaves and the number of leaves. Peroxidase and poliphenoloxidase activity
showed significant increasing at tamarillo callus line after exposing mutagens.
Callus line exposed by colcichine showed increasing into 156% peroxidase
activity after selection, and poliphenoloxidase activity also increased into 119%.
Aplication of EMS into callus line of tamarillo showed increasing 132% for
peroxidase, and poliphenoloxidase activity also increased into 82%. However
inducing UV-B gave increasing of 87% peroxidase activity, and
polyphenoloxidase activity also increased into 107%.
Cluster analysis of tamarillo callus line by RAPD methode showed great
variant of tamarillo after exposed with all of the mutagens. Among the three
mutagens, exposing UV-B radiation gave the highest genetic diversity with
coeficient similarity only 0,21 and genetic similarity 21% and genetic diversity
79% . That result was gained based on OPA-02, OPA-08, OPC-17, OPK-04,
OPN-14 and OPN-18 Primers. Aplication of EMS into tamarillo callus line also
gave genetic similarity 29% with coeficient similarity 0,29 while genetic diversity
was 71% based on OPA-02, OPA-08, OPA-09, OPK-04, OPN-14, OPN-16,
OPN-18 dan OPW-19 primers. The lowest variants was obtained from colcichine
application. The result showed the genetic similarity 82% with coeficient
similarity 0,82 and only had genetic diversity 18% (based on OPA-02, OPN-14,
OPN-16, OPN-18 dan OPW-19 primers).
The conclusion of this research was tamarillo callus line exposed by
colcichine (0,10% for 24 hours) dan exposed by EMS 0,15% for 30 minutes as
well as exposed by UV-B (20 watt for 30 minutes) gave the best variant of
tamarillo plant. | en_US |
dc.description.abstract | Berastagi merupakan sentra produksi terung belanda yang cukup
menjanjikan, tapi sampai saat ini petani masih setengah hati untuk menanamnya,
karena tanaman ini bukan komoditi utama seperti kentang, kopi, coklat, jeruk dan
lain sebagainya. Sejalan dengan pertambahan waktu telah terjadi peningkatan
pemanfaatan terung belanda dari minuman segar (jus) ke bentuk sirup yang telah
diproduksi dalam skala industri. Sirup ini sangat disukai oleh masyarakat dan
sekarang sudah dipasarkan ke beberapa propinsi di Indonesia. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut perlu produktivitas yang tinggi dengan kualitas yang bagus.
Kendala utama dalam peningkatan produksi terung belanda Berastagi adalah tidak
adanya variasi dan tanaman rentan terhadap penyakit. Salah satu penyakit yang
menyerang tanaman terung belanda adalah penyakit antrachnose yang disebabkan
oleh jamur Colletotricum sp. Penyakit ini bersifat laten pada tanaman, menyerang
tanaman pada saat pertumbuhan vegetatif, tapi biasanya gejala muncul setelah
tanaman memasuki fase reproduktif atau pada saat pembentukan buah. Jika ini
terjadi buah muda (putik) akan gugur menyebabkan gagal panen. Untuk
meningkatkan produktivitas terung belanda perlu dilakukan upaya seleksi melalui
induksi mutagen guna mendapatkan varietas–varietas baru yang tahan terhadap
penyakit dengan produktivitas yang tinggi.
Penelitian terdiri atas 3 tahap. Tahap pertama yaitu induksi mutasi dilakukan
pada kecambah terung belanda umur 3 hari, untuk mengetahui perubahan
morfologi, anatomi dan fisiologi terung belanda secara in vivo. Penelitian
dilakukan di Laboratorium Genetika dan Struktur Tumbuhan serta rumah kassa
Biologi FMIPA USU. Jenis mutagen yang diaplikasikan adalah kolkisin untuk
memacu poliploidi, ethyl methanesulfonat (EMS) dan radiasi Ultraviolet-B untuk
memacu mutasi pada tingkat DNA. Kolkisin diberikan pada konsentrasi 0; 0,01;
0,10 dan 1,00% dengan waktu perendaman 8, 16 dan 24 jam, sedangkan EMS
pada konsentrasi0; 0,01; 0,10 dan 1,00% dengan waktu perendaman 8, 16 dan 24
jam. Induksi dengan sinar UV-B diberikan dengan daya 0; 10; 20 dan 30 watt
dengan waktu penyinaran 30, 60 dan 90 detik. Penelitian kedua yaitu inisiasi in
vitro kalus terung belanda yang diaplikasi dengan kolkisin, EMS dan sinar UV-B
dengan konsentrasi dan waktu yang sama dengan teknik in vivo. Teknik
pengkulturan dan analisis kultur di lakukan di Laboratorium Fisiologi dan Kultur
Jaringan Tumbuhan Biologi FMIPA USU dan Laboratorium Kultur Jaringan
Tumbuhan UPT-BBI, Dinas Pertanian Sumut, Gedung Johor, Medan. Penelitian
tahap ketiga seleksi kalus terung belanda hasil mutagenesis in vitro menggunakan
filtrat jamur Colletotrichum sp. Uji toleransi dilakukan dengan menambahkan
filtrat jamur, dengan konsentrasi meningkat secara bertahap ke dalam media
seleksi setiap kali subkultur, mulai dari konsentrasi 25, 50, 75, 100 sampai dengan
125 ppm. Evaluasi biokimia dilakukan terhadap aktivitas enzim yang berperanan
dalam meningkatkan resistensi tanaman dari serangan patogen, antara lain
peroksidase dan polifenoloksidase. Pengujian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler PPKS-Marihat, Pematang Siantar, Sumatera Utara dan Laboratorium
Kimia Kuantitatif Fakultas Farmasi USU. Analisis keragaman genetik
menggunakan marka Random Amplified Polymorphism DNA ( RAPD) dilakukan
di Research Laboratory Horticulture Chemistry, Funchess Departement of
Horticulture, College of Agriculture, Auburn University, Auburn, Alabama-USA.
Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk data kualitatif, untuk data
kuantitatif dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan IBM SPSS Statistics
Ver. 19. Sedangkan untuk kesamaan genetik dilakukan dengan analisis
pengelompokkan (cluster analysis) menggunakan metoda Unweight Pair Group
Methode Arithmetic (UPGMA) yang selanjutnya dianalisis menggunakan program
Numerical Taxonomy and Multivariate System (NTSys) versi 2.02.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi kolkisin, EMS dan sinar UV-B
tidak memberikan perubahan terhadap karakter morfologi terung belanda secara in
vivo. Sedangkan untuk karakter anatomi memperlihat perbedaan signifikan antara
perlakuan dibandingkan dengan tanaman kontrol. Jumlah set kromosom
dipengaruhi oleh kolkisin yang menghasilkan tanaman aneuploidi pada perlakuan
dengan konsentrasi kolkisin 0,01% (n=11), konsentrasi 0,10% (n=13) dan
konsentrasi 1,00 (n=10) dengan waktu perendaman 24 jam. Hasil evaluasi
fisiologi menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap semua karakter yang
diamati antara lain tinggi tanaman, panjang dan lebar daun serta jumlah daun, baik
yang diaplikasi dengan kolkisin maupun dengan EMS dan sinar UV-B.
Evaluasi biokimia yang dilakukan terhadap aktivitas enzim peroksidase dan
polifenoloksidase, memperlihatkan peningkatan yang signifikan pada lini kalus
terung belanda setelah seleksi dibandingkan dengan sebelum seleksi. Aktivitas
peroksidase pada lini kalus terung yang diaplikasi dengan kolkisin mengalami
peningkatan sekitar 156% setelah seleksi, sedangkan polifenoloksidase meningkat
sekitar 119%. Kalus yang diaplikasi dengan EMS mengalami peningkatan sekitar
132% untuk aktivitas peroksidase dan 82% untuk polifenoloksidase. Kalus yang
diaplikasi dengan sinar UV-B, mampu meningkatkan aktivitas peroksidase 87%
dan akitivitas polifenoloksidase meningkat sekitar 107% setelah seleksi.
Hasil analisis pengelompokkan kalus terung belanda mempunyai perbedaan
setiap jenis mutagen yang diaplikasikan. Dari ketiga mutagen, yang mempunyai
keragaman genetik tertinggi adalah sinar UV-B yaitu koefesien kemiripan 0,21
dan kemiripan genetik 21%, dengan perbedaan genetik 79% berdasarkan primer
OPA-02, OPA-08, OPC-17, OPK-04, OPN-14 dan OPN-18. Kemudian aplikasi
EMS dengan kemiripan genetik sekitar 29% dengan koefisien kemiripan 0,29
sedangkan perbedaan genetik sekitar 71% berdasarkan primer OPA-02, OPA-08,
OPA-09, OPK-04, OPN-14, OPN-16, OPN-18 dan OPW-19. Perbedaan genetik
yang paling rendah adalah kalus yang diaplikasi kolkisin dengan koefisien
kemiripan 0,82 atau kemiripan 82% dan perbedaan genetik sekitar 18%
berdasarkan primer OPA-02, OPN-14, OPN-16, OPN-18 dan OPW-19.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa varian terung belanda terbaik
diperoleh pada aplikasi kolkisin 0,10% waktu perendaman 24 jam, aplikasi EMS
0,15% waktu perendaman 30 menit serta daya UV-B 20 watt dengan waktu
penyinaran 30 detik. | en_US |
dc.language.iso | id | en_US |
dc.subject | Solanum Betaceum Cav | en_US |
dc.subject | Mutagenesis | en_US |
dc.subject | Peroksidase | en_US |
dc.subject | Polifenoloksidase | en_US |
dc.subject | Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD) | en_US |
dc.title | Peningkatan Variabilitas Genetik Tanaman Terung Belanda (Solanum betaceum Cav.) Melalui Mutasi Induksi Untuk Memperoleh Varian Toleran Antrachnose | en_US |
dc.type | Thesis | en_US |
dc.identifier.nim | NIM078104001 | en_US |
dc.identifier.submitter | Indra | |
dc.description.type | Disertasi Doktor | en_US |