Akibat Hukum Bagi Kreditur Dengan Adanya Perjanjian Perkawinan Yang dibuat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No 69/PUU-XII/2015 Tertanggal 27 Oktober 2016
View/ Open
Date
2019Author
Smith, San
Advisor(s)
Ginting, Budiman
Azwar, T. Keizerina Devi
Suprayitno
Metadata
Show full item recordAbstract
Regulation on a marriage contract is changed totally by the
Constitutional Court’s Rulling No. 69//PUU-XII/2015 which allows a marriage
contract to be made before and by the time a marriage is held as it is stipulated
in Marriage Law No. 1/1974 and in Article 147 of the Civil Code, but it can also
be made after it has been held.
The third party, especially the Bank, becomes an important creditor to
know the position of the property and responsibility of the husband and the wife
in the marriage concerning the paying-off the debt to the third party.
The objective of the research was to find out the legal consequence of a
marriage contract made based on the Constitutional Court’s Rulling No.
69//PUU-XII/2015 on October 27/2015 in which the content of the agreement
has been in effect since the marriage occurs which harms the creditor, the Bank.
It was also to find out the role of a Notary, the obstacles and the solution for the
Notary in making the marriage contract.
The research used juridical empirical method. The data were gathered
by conducting library research and interviews with Notaries and with the Bank
management. The result of the research showed that the marriage contract has
harmed the third party, the Bank, and there are the solutions which can be
considered before it is made so that there will be no party is harmed. The
reason is that a marriage contract made by a Notary can be cancelled by the
third party. The government should make the procedure of making a marriage
contract in the post-the Constitutional Court’s Rulling to be used as the
guideline for husbands, wives, Notaries, Civil Registry Office, and the third
party. Aturan mengenai perjanjian perkawinan berubah total dengan adanya
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XII/2015 yang mengizinkan
pembuatan perjanjian kawin dilakukan tidak hanya sebelum dan pada saat
perkawinan seperti yang datur di dalam Undang-Undang Pokok Perkawinan
Nomor1 Tahun 1974 dan Pasal 147 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Tetapi
bisa dibuat setelah terjadinya perkawinan.
Pihak ketiga khususnya perbankan yang menjadi kreditur penting untuk
mengetahui bagaimana kedudukan harta dan tanggung jawab dalam perkawinan
antara suami dan istri tersebut. Hal ini berkaitan dengan kepastian terlunasinya
hutang pihak ketiga tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat hukum perjanjian kawin
yang dibuat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No 69/PUU-XII/2015
Tertanggal 27 Oktober 2016 yang isi perjanjiannya berlaku sejak perkawinan
berlangsung yang merugikan pihak kreditur khususnya perbankan dan juga untuk
mengetahui peran notaris, hambatan serta solusi bagi notaris dalam pembuatan
perjanjian kawin tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis empiris,
dengan bahan-bahan yang bersumber pada kepustakaan dan wawancara dengan
notaris dan pihak perbankan. Dan dari hasil penelitian diketahui bahwa akibat dari
perjanjian kawin dimaksud merugikan pihak ketiga khususnya pihak perbankan
dan bagi notaris ditemukan solusi-solusi yang dapat dipertimbangkan sebelum
membuat perjanjian kawin, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan atas
perjanjian kawin dimaksud berhubung perjanjian kawin yang dibuat oleh notaris
masih dapat dibatalkan oleh pihak ketiga yang dirugikan dan Pemerintah
seharusnya memberikan tata cara pelaksanaan perjanjian kawin pasca putusan
mahkamah konstitusi untuk dapat menjadi pedoman hukum bagi suami istri,
notaris, kantor pencatatan sipil maupun pihak ketiga
Collections
- Master Theses (Notary) [2229]