Show simple item record

dc.contributor.advisorSinuhaji, Wara
dc.contributor.authorGirsang, Dicky Hendardi
dc.date.accessioned2021-01-13T03:15:23Z
dc.date.available2021-01-13T03:15:23Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/30067
dc.description.abstractSistem pemerintahan kolonial yang ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda bersifat sentralistik dianggap kurangefektif dalam menjangkau daerah-daerah pedalaman Nusantara dan juga menghabiskan banyak biaya serta waktu yang cukup lama untuk urusan-urusan pemerintahan di Batavia. Peraturan desentralisasi dibuat pada tahun 1903 karena golongan liberal sudah banyak menduduki kursi parlemen pemerintahan di Belanda. Desentralisasi juga berfungsi untuk menambah pundi-pundi pemasukan negeri Belanda dan orang-orang Eropa yang menanamkan saham di wilayah kolonial Hindia Belanda. Beberapa wilayah di Indonesia yang kita kenal sebagai kota awalnya adalah sebuah wilayah pusat pemerintahan Kerajaan yang bersifat tradisional. Pematang Siantar adalah salah satunya, wilayah ini merupakan pusat pemerintahan kerajaan Siantar di Simalungun yang ditetapkan sebagai gemeente pada tahun 1917 berdasarkan staatsblad No.285. Pematang Siantar ditetapkan sebagai kota juga di khususkan sebagai pusat penyebaran agama Kristen (Zending Missionaris) dengan tujuan mempermudah praktik kolonialisme pemerintah Hindia-Belanda di pedalaman Sumatera Timur. Letak Pematangsiantar secara geografis yang berada di tengah-tengah wilayah Simalungun dapat menghubungkan perdagangan antara wilayah Sumatera Timur dan Tapanuli. Kemudian hasil dari penelitian ini terlihat bahwa tansformasi kota Pematang Siantar yang awalnya tradisional menjadi modern dari segi pemerintahan maupun perkembangan fisik dapat dilihat secara kasat mata, Perkembangan penduduk Eropa dan Timur Asing lainnya di wilayah inimembuat Pematang Siantar menjadi kota yang di desain khusus mirip seperti negeri asal mereka dan terjadi segregasi antara tiap Ras untuk mendapatkan rasa aman, namun lama kelamaan penduduk asli etnis Simalungun mulai tergeser karena hal ini. Setiap simbol fisik kota merupakan representasi dari kekuasaan Hindia Belanda yang berkuasa saat itu.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectPematang Siantaren_US
dc.subjectKotaen_US
dc.subjectSimalungunen_US
dc.subjectDecentralische Weten_US
dc.titleGemeente Pematang Siantar 1917-1942en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM160706051
dc.description.pages110 Halamanen_US
dc.description.typeSkripsi Sarjanaen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record