Show simple item record

dc.contributor.advisorSuprayitno
dc.contributor.advisorWarjio
dc.contributor.authorSiregar, Zulham
dc.date.accessioned2021-01-19T04:11:11Z
dc.date.available2021-01-19T04:11:11Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/30205
dc.description.abstractThe aim of this thesis is to examine the history of the Simalungun customary institution in Simalungun district which was named Partuha Maujana Simalungun in the period 1964-1969. PMS is a traditional institution that is engaged in the continuation of the movement to fight for its identity against zending, colonial politics and the domination of the Toba Batak in the spread of religion in the church. Starting with the establishment of the GKPS as a form of strengthening identity in the spread of religion then it was continued by establishing the Partuha Maujana Simalungun customary institution as a strengthening of Simalungun customs and culture. The focus of questions in this research are (1) What was the identity of the Simalungun ethnic group before the formation of the customary institution Partuha Maujana Simalungun? (2) Why did the Simalungun ethnic group need to form the Partuha Maujana Simalungun customary institution? In this study using history by utilizing several sources, both primary and secondary sources. The findings in this study are; First, the struggle for primordial identity of the Simalungun people (hasimalungunon) has existed since this ethnicity existed long before the formation of the Partuha Maujana Simalungun Customary Institution. An extraordinary surprise occurred as a result of the encounter between the Simalungun people and the immigrants who were very large in number and beyond their expectations. The impact of this encounter caused ambiguity in the Simalungun people. The newcomers, who were originally contract workers in a plantation, freely developed their culture in the Simalungun area. Second: through cultural seminars and the establishment of the Partuha Maujana Simalungun Customary Institution, it has been determined that 'ahap' is the identity of the Simalungun people. This is the formulation and revitalization of identity after experiencing various socio-cultural changes. Third: In his speech Radjamin Purba at a cultural seminar held by Partuha Maujana Simalungun said that the outbreak of separatism was due to the widespread threat of national disintegration by regions in the form of rejection of central authority. At that time, some flared up and rejected the Unitary State of the Republic of Indonesia which identified itself as PRRI and DI / TII. However, it can be ascertained that the struggle for identity and the details of the boundaries of the Simalungun culture is purely due to the form of ethnic awareness caused by the marginalization of the Simalungun culture by external culture. In this way, the establishment of the GKPS and the customary institution Partuha Maujana Simalungun was interpreted as the beginning of the awakening of the hasimalungunon spirit.en_US
dc.description.abstractTesis ini bertuuan mengkaji Sejarah lembaga adat Simalungun di kabupaten Simalungun yang diberi nama Partuha Maujana Simalungun pada periode 1964- 1969. PMS merupakan lembaga adat yang bergerak atas kelanjutan dari gerakan memperjuangkan identitasnya terhadap aksi zending, politik Kolonial serta dominasi batak Toba dalam penyebaran agama didalam gereja. Berawal dengan berdirinya gkps sebagai bentuk penguatan identitas didalam penyebaran agama lalu dilanjutkan dengan mendirikan lembaga adat Partuha Maujana Simalungun sebagai penguatan adat dan budaya Simalungun. Fokus pertanyaan pada penelitian ini adalah (1) Bagaimana identitas Etnik Simalungun sebelum terbentuknya lembaga adat Partuha Maujana Simalungun? (2) Mengapa etnis Simalungun perlu membentuk lembaga adat Partuha Maujana Simalungun? Dalam penelitian ini menggunakan sejarah dengan memanfaatkan beberapa sumber, baik sumber primer maupun sumber sekunder. Adapun temuan dalam penelitian ini adalah; Pertama, pergulatan Identitas primordial orang Simalungun (hasimalungunon) telah ada sejak etnis ini ada jauh sebelum terbentuknya Lembaga Adat Partuha Maujana Simalungun. Keterkejutan yang luar biasa terjadi sebagai dampak perjumapaan orang Simalungun dengan kaum pendatang yang jumlahnya sangat besar dan diluar dari dugaan mereka. Dampak dari perjumpaan itu mengakibatkan ambigu pada diri orang Simalungun. Para pendatang yang awalnya sebagai kuli kontrak perkebenunan, secara bebas mengembangkan kebudayaan mereka di wilayah Simalungun. Kedua: melalui seminar kebudayaan dan pembentukan Lembaga Adat Partuha Maujana Simalungun, telah ditetapkan bahwa ‘ahap’ adalah identitas orang Simalungun. Hal ini merupakan perumusan dan perevitalisasian identitas setelah mengalami berbagai perubahan sosial budaya. Ketiga: Dalam pidatonya Radjamin Purba pada seminar kebudayaan yang dilaksanakan partuha maujana Simalungun mengatakan bahwa merembaknya separatisme akibat merebak ancaman disintegrasi bangsa oleh daerah-daerah berupa penolakan terhadap otoritas pusat. Pada saat itu, beberapa bergejolak dan menolak Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menyebutkan dirinya dengan PRRI dan DI/TII. Namun dapat dipastikan, pergualatan identitas dan perincian batas-batas kebudayaan Simalungun murni karena bentuk kesadaran etnis yang disebabkan oleh termarginalnya kebudayaan Simalungun oleh kebuyaan luar. Dengan begitu dengan berdirinya GKPS dan lembaga adat Partuha Maujana Simalungun dimaknai sebagai awal bangkitnya spirit hasimalungunon.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectLembaga Adaten_US
dc.subjectPartuha Maujana Simalungunen_US
dc.titleSejarah Partuha Maujana Simalungun Tahun 1964-1969en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM167050007
dc.description.pages173 Halamanen_US
dc.description.typeTesis Magisteren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record