Kekerasan Fisik dan Simbolik dalam Pandangan Perempuan ( Studi pada Karateka Perempuan )
View/ Open
Date
2021Author
Abdullah, M. Zaki
Advisor(s)
Saladin, T. Ilham
Metadata
Show full item recordAbstract
Karate martial arts is a sport that relies on physical strength, because the sport is always related to virility (masculinity). Martial arts are very synonymous with men because men with androcentric vision will show their virility by doing extreme things to show their virility so as not to be eliminated from the male world. However, women also participate in the martial arts sport of karate with reasons to maintain health, increase self-confidence, to achieve, and to protect themselves from crime and violence. In this case, the researcher focuses this research with the formulation of the problem, namely the map of physical violence and symbolic violence against female karateka and stereotypes experienced by female karateka. The location of this research was conducted at the Dojo (training ground) of USU's LPPM and the Elite Squad Academy (ESA). The research method used in this research is qualitative research with a case study approach. Data collection techniques are carried out by means of observation, in-depth interviews, documentation, and literature study. The results of this study indicate that there are forms of physical violence and symbolic violence experienced by female karateka. The violence was perpetrated by the trainer because of the domination of power between the trainer and the female karateka. Violence experienced by female karateka takes place through euphemistic and sensory mechanisms. This violence occurs due to mistakes, or when the female karateka does not perform according to what the trainer instructs. However, what the trainer does to female karateka is to train and shape the karateka's mentality to become a strong person. In addition, female karateka still get stereotypes or negative labeling in the form of patriarchal thoughts that result in gender injustice that they experience, such as subordination, marginalization and stereotypes themselves, which society still thinks that karate is only suitable for men to participate in. While the positive stereotype experienced by female karateka is the assumption that women are not weak creatures, because they are able to take part in the sport of karate that relies on physical strength. Olahraga bela diri karate merupakan olahraga yang mengandalkan kekuatan fisik, karena sejatinya olahraga selalu berkaitan dengan virilitas (kejantanan). Olahraga bela diri sangat identik dengan laki-laki karena, laki-laki dengan visi androsentrisnya akan menunjukkan virilitasnya dengan melakukan hal-hal ekstrem untuk menunjukkan virilitasnya agar tak tersingkir dari dunia laki-laki. Namun, perempuan juga mengikuti olahraga bela diri karate dengan alasan untuk menjaga kesehatan, meningkatkan rasa percaya diri, untuk berprestasi, serta untuk menjaga diri dari kejahatan dan tindak kekerasan. Dalam hal ini, peneliti memfokuskan penelitian ini dengan perumusan masalah yaitu peta kekerasan fisik dan kekerasan simbolik terhadap karateka perempuan serta, stereotip yang dialami oleh karateka perempuan. Lokasi penelitian ini dilakukan di Dojo (tempat latihan) LPPM USU dan Elite Squad Academy (ESA). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dokumentasi, dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya bentuk kekerasan fisik dan kekerasan simbolik yang dialami oleh karateka perempuan. Kekerasan tersebut dilakukan oleh pelatih karena adanya dominasi kekuasaan antara pelatih dan karateka perempuan. Kekerasan yang dialami oleh karateka perempuan berlangsung melalui mekanisme eufemisme dan mekanisme sensoris. Kekerasan ini terjadi dikarenakan kesalahan, ataupun ketika karateka perempuan tidak tampil sesuai dengan apa yang di instruksikan pelatih. Akan tetapi, apa yang dilakukan pelatih terhadap karateka perempuan untuk melatih serta membentuk mental karateka agar menjadi seseorang yang kuat. Selain itu karateka perempuan masih mendapatkan stereotip atau pelabelan negatif berupa adanya pemikiran patriarki yang mengakibatkan ketidakadilan gender yang mereka alami, seperti subordinasi, marginalisai dan stereotip itu sendiri yang mana masyarakat masih beranggapan olahraga karate hanya cocok untuk diikuti oleh laki-laki saja. Sedangkan stereotip positif yang dialami oleh karateka perempuan berupa adanya anggapan bahwa perempuan bukan makhluk yang lemah, dikarenakan mampu untuk megikuti olahraga karate yang mengandalkan kekuatan fisik.
Collections
- Undergraduate Theses [1027]
