Model Mitigasi Konflik Manusia dan Orangutan Tapanuli pada Lansekap Batangtoru di Kabupaten Tapanuli Selatan
View/ Open
Date
2021Author
Kuswanda, Wanda
Advisor(s)
Harahap, R. Hamdani
Alikodra, Hadi S.
Sibarani, Robert
Metadata
Show full item recordAbstract
Konflik manusia-orangutan tapanuli diduga meningkat akibat persaingan
memperebutkan sumberdaya dan ruang yang terbatas, perkembangan lahan budidaya dan
degradasi hutan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model mitigasi konflik
manusia-orangutan tapanuli pada hutan konservasi dan desa-desa penyangganya pada
Lansekap Batangtoru di Kabupaten Tapanuli Selatan. Pengumpulan data dilakukan
melalui pembuatan transeks dan plot pengamatan, kuisioner, wawancara mendalam dan
studi berbagai literatur. Analisis data mengunakan berbagai persamaan terkait aspek
ekologi, sosial ekonomi, kearifan lokal dan kelembagaan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa orangutan memilih jenis dan karakteristik pohon tertentu untuk bersarang.
Kepadatan populasi berdasarkan penemuan sarang antara 0,41-0,65 individu/km2 atau
sekitar 155 individu dengan laju pertumbuhan rendah (r)= 0,051. Potensi vegetasi dan
ketersediaan pohon pakan masih mampu mendukung perkembangan orangutan tapanuli
sampai 247 individu dan diprediksi stabil di tahun 2100. Masyarakat pada desa konflik
mayoritas petani, pendidikan sampai SMP dan pendapatan dibawah Rp. 4.000.000,- per
bulan. Masyarakat beraktivitas setiap hari pada habitat orangutan, seperti mengambil
kayu bakar, berkebun dan menebang pohon sehingga sering terjadinya konflik dengan
orangutan. Peluang konflik akan tinggi pada daerah penyangga akibat tingginya pohon
pakan budidaya masyarakat, aktivitas penebangan dan kerusakan tanaman yang
dikonsumsi orangutan, seperti durian (Durio zibethinus Murray). Indeks persepsi
masyarakat termasuk setuju orangutan menjadi hama tanaman dan akan mengusirnya dari
lahan mereka, terutama sata musim buah. Kearifan lokal sudah mulai ditinggalkan dan
yang masih dilaksanakan adalah tradisi berdoa saat panen dan melindungi mual sebagai
sumber air. Model mitigasi dapat diimplementasikan melalui pengembangan prioritas
aspek ekologi dan ekonomi secara kolaborasi aktif dibawah koordinasi Pemerintah.
Strategi prioritasnya adalah pengkayaan pakan, pembangunan koridor, desa ekowisata,
kompensasi non tunai, dan revitalisasi kearifan lokal. The human-tapanuli orangutan conflict has increased due to competition in the use
of limited resources and space, development of cultivated land, and forest degradation.
This study aims to obtain a conflict mitigation model of human-tapanuli orangutan on the
conservation forest and its buffer zone in the Batangtoru Landscape, South Tapanuli
District. Data were collected by making transects and observation plots, questionnaires,
and in-depth interviews. The data have analyzed using various equations to obtain
ecological, socio-economic, local wisdom, and institutional pieces of information. The
results showed that orangutans chose certain species and tree characteristics for nesting.
The estimated true density was 0.41-0.65 individuals/km2 or 155 individuals with a low
growth rate (r) = 0.051. Potential vegetation and availability of forage trees can support
the tapanuli orangutan up to 247 individuals and are estimated to be stable in 2100.
Communities in conflict villages are mostly farmers, education up to junior high school,
and income below IDR. 4,000,000 per month. Farmers do activities every day in the
orangutan habitat, such as collecting firewood, gardening, and cutting down trees,
causing conflicts with orangutans. There is a high chance of conflicts in buffer zones due
to the abundance of food trees cultivated by the community, logging activities, and
damage to crops consumed by orangutans, such as durian (Durio zibethinus Murray).
The community's perception index includes agreeing that orangutans are plant pests and
will expel them from their land, especially during the fruit season. The people have
practiced local wisdom such as the tradition of praying at harvest time and protecting
mual as water sources. The implementation of the conflict mitigation model can be done
by developing ecological and economic aspects in active collaboration under the
coordination of the Government. The priority strategies are food enrichment, corridor
development, ecotourism villages, non-cash compensation, and local wisdom
revitalization.