Show simple item record

dc.contributor.advisorHarahap, R. Hamdani
dc.contributor.advisorAlikodra, Hadi S.
dc.contributor.advisorSibarani, Robert
dc.contributor.authorKuswanda, Wanda
dc.date.accessioned2021-06-02T07:41:18Z
dc.date.available2021-06-02T07:41:18Z
dc.date.issued2021
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/32793
dc.description.abstractKonflik manusia-orangutan tapanuli diduga meningkat akibat persaingan memperebutkan sumberdaya dan ruang yang terbatas, perkembangan lahan budidaya dan degradasi hutan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model mitigasi konflik manusia-orangutan tapanuli pada hutan konservasi dan desa-desa penyangganya pada Lansekap Batangtoru di Kabupaten Tapanuli Selatan. Pengumpulan data dilakukan melalui pembuatan transeks dan plot pengamatan, kuisioner, wawancara mendalam dan studi berbagai literatur. Analisis data mengunakan berbagai persamaan terkait aspek ekologi, sosial ekonomi, kearifan lokal dan kelembagaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangutan memilih jenis dan karakteristik pohon tertentu untuk bersarang. Kepadatan populasi berdasarkan penemuan sarang antara 0,41-0,65 individu/km2 atau sekitar 155 individu dengan laju pertumbuhan rendah (r)= 0,051. Potensi vegetasi dan ketersediaan pohon pakan masih mampu mendukung perkembangan orangutan tapanuli sampai 247 individu dan diprediksi stabil di tahun 2100. Masyarakat pada desa konflik mayoritas petani, pendidikan sampai SMP dan pendapatan dibawah Rp. 4.000.000,- per bulan. Masyarakat beraktivitas setiap hari pada habitat orangutan, seperti mengambil kayu bakar, berkebun dan menebang pohon sehingga sering terjadinya konflik dengan orangutan. Peluang konflik akan tinggi pada daerah penyangga akibat tingginya pohon pakan budidaya masyarakat, aktivitas penebangan dan kerusakan tanaman yang dikonsumsi orangutan, seperti durian (Durio zibethinus Murray). Indeks persepsi masyarakat termasuk setuju orangutan menjadi hama tanaman dan akan mengusirnya dari lahan mereka, terutama sata musim buah. Kearifan lokal sudah mulai ditinggalkan dan yang masih dilaksanakan adalah tradisi berdoa saat panen dan melindungi mual sebagai sumber air. Model mitigasi dapat diimplementasikan melalui pengembangan prioritas aspek ekologi dan ekonomi secara kolaborasi aktif dibawah koordinasi Pemerintah. Strategi prioritasnya adalah pengkayaan pakan, pembangunan koridor, desa ekowisata, kompensasi non tunai, dan revitalisasi kearifan lokal.en_US
dc.description.abstractThe human-tapanuli orangutan conflict has increased due to competition in the use of limited resources and space, development of cultivated land, and forest degradation. This study aims to obtain a conflict mitigation model of human-tapanuli orangutan on the conservation forest and its buffer zone in the Batangtoru Landscape, South Tapanuli District. Data were collected by making transects and observation plots, questionnaires, and in-depth interviews. The data have analyzed using various equations to obtain ecological, socio-economic, local wisdom, and institutional pieces of information. The results showed that orangutans chose certain species and tree characteristics for nesting. The estimated true density was 0.41-0.65 individuals/km2 or 155 individuals with a low growth rate (r) = 0.051. Potential vegetation and availability of forage trees can support the tapanuli orangutan up to 247 individuals and are estimated to be stable in 2100. Communities in conflict villages are mostly farmers, education up to junior high school, and income below IDR. 4,000,000 per month. Farmers do activities every day in the orangutan habitat, such as collecting firewood, gardening, and cutting down trees, causing conflicts with orangutans. There is a high chance of conflicts in buffer zones due to the abundance of food trees cultivated by the community, logging activities, and damage to crops consumed by orangutans, such as durian (Durio zibethinus Murray). The community's perception index includes agreeing that orangutans are plant pests and will expel them from their land, especially during the fruit season. The people have practiced local wisdom such as the tradition of praying at harvest time and protecting mual as water sources. The implementation of the conflict mitigation model can be done by developing ecological and economic aspects in active collaboration under the coordination of the Government. The priority strategies are food enrichment, corridor development, ecotourism villages, non-cash compensation, and local wisdom revitalization.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectEkologien_US
dc.subjectSarangen_US
dc.subjectLahan Budidayaen_US
dc.subjectDaerah Penyanggaen_US
dc.subjectKearifan Lokalen_US
dc.titleModel Mitigasi Konflik Manusia dan Orangutan Tapanuli pada Lansekap Batangtoru di Kabupaten Tapanuli Selatanen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM178106001
dc.description.pages234 Halamanen_US
dc.description.typeDisertasi Doktoren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record