Praperlakuan Fisik Dan Biologi erhadap Biomassa Eceng Gondok untuk Produksi Enzim Selulase oleh Aspergillus Niger dan Trichoderma Reesei
Abstract
The Overgrowth of water hyacinth leads to eutrophication of water
bodies as it exhausts nutrient and oxygen contents in water. However, it
can be potentially used as lignocellulose biomass for cellulase production
by several types of microbes such as Aspergillus niger and Trichoderma
reesei. Physical pretreatment is conducted by size reduction of biomass
and biological pretreatment by relying white rot fungus in which used to
degrade lignin and improve accessibility of microbes to the cellulose,
using variance of variable fermentation time 3, 5, 7, 8 and 9 days;
substrate moisture content 65%, 70%, 75%, 80%, and 85%, and the use of
microbes in mono and mix cultures respectively. The result showed that
water hyacinth contains cellulose 27.78%, hemicellulose 37.50% and
lignin 5.99%. Physical and biological pretreatment to biomass showed
lignin degradation to 4.63% and 2.90% respectively. The best conditions
for cellulase production on water hyacinth biomass with physical
pretreatment were at 7th day incubation period, 75% of moisture content
by mono culture Aspergillus niger with cellulase activity 0.207 IU/ ml,
and the best conditions for water hyacinth biomass with biological
pretreatment were at 7th day incubation period, 80% of moisture content
by mono culture Aspergillus niger with cellulase activity 0.107 IU/ml. Eceng gondok yang tumbuh dengan cepat menyebabkan eutrofikasi
badan air sehingga menghabiskan nutrisi dan oksigen dalam air. Namun,
eceng gondok yang merupakan biomassa lignoselulosa berpotensi
digunakan untuk produksi enzim selulase oleh beberapa jenis mikroba
seperti Aspergillus niger dan Trichoderma reesei. Praperlakuan dilakukan
untuk mendegradasi lignin dan meningkatkan aksesibilitas mikroba
terhadap selulosa sebelum eceng gondok digunakan sebagai substrat. Pada
penelitian ini, praperlakuan fisik dilakukandengan pengurangan ukuran
biomassa dan praperlakuan biologi dengan menggunakan jamur pelapuk
putih dengan variasi variable waktu fermentasi 3, 5, 7, 8 dan 9 hari,
moisture content 65%, 70%, 75%, 80%, dan 85%, dan penggunaan
mikroba mono dan mix kultur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eceng
gondok mengandung selulosa 27,78%, hemiselulosa 37,50% dan lignin
5,99%, namun setelah dilakukan praperlakuan fisik dan biologi, lignin
terdegradasi menjadi 4,63% dan 2,90% untuk masing-masing
praperlakuan. Kondisi terbaik fermentasi untuk produksi enzim selulase
pada sampel eceng gondok dengan praperlakuan fisik diperoleh pada hari
ke-7, moisture content 75%, dan penggunaan mono kultur mikroba
Aspergillus niger dengan aktivitas enzim selulase 0,207 IU/ml. Pada
sampel eceng gondok dengan praperlakuan biologi kondisi terbaik
fermentasi diperoleh pada hari ke-7, moisture content 80%, dan
penggunaan mono kultur mikroba Aspergillus niger dengan aktivitas
enzim selulase 0,107 IU/ml.
Collections
- Master Theses [137]