dc.description.abstract | The legal basis of istishna, according to the Islamic jurisprudence, is sale and
purchase in the form of ordering and manufacturing of certain goods with specific
criteria which, in its implementation, is based on the Counsel of DSN (National Sharia
Council) No. 06/DSN-MUI/IV/2000 and PBI No. 7/48. This Al Istishna contract is also
applied by Bank BRI Sharia at Binjai, which, in its practice, is related to the sale and
purchase of financing Murabahah so that in the financing contract it is known as “Akad
Pembiayaan Murabahah Al Istishna” (Murabahah Al Istishna Financing Contract).
The research used descriptive analytical method which described and analyzed
the Istishna Financing Contract at PT Bank Rakyat Indonesia Sharia, Binjai branch.
The results of the research showed that the mechanism of Istishna financing
contract, according to the Islamic jurisprudence, was sale and purchase in the form of
ordering and manufacturing certain goods with specific criteria and requirements which
were agreed by the person who ordered (purchaser) and the seller. Istishna, according
to the Sharia banking, is sale and purchase of goods in the form of ordering and
manufacturing goods wuth specific criteria and requirements which are agreed to be
paid according to the contract. The Istishna financing contract at Bank BRI Sharia,
Binjai branch, in its implementation, has been in accordance with the Counsel of DSN
No. 06/DSN-MUI/IV/2000 and No. 22/DSN-MUI/II/2002. It can be seen from the
procedures of the financing contract in the Istishna principle at Bank BRI, Binjai
branch. Some obstacles faced by Bank BRI Sharia, Binjai branch, in its implementation,
are as follows: in the case of costumers, internally, there are intentional failure of the
debtors, bad management, and the influence of debtors unstable condition; externally,
because of emergency situation or force majeure and the change of the economic and
commercial condition so that the business does not give any profit. In the case of Bank
itself, internally, the employees who work in the marketing department, especially in the
financing unit, do not do their job maximally, do not understand the importance of
servicing, and do not do their job efficiently in the financing unit since they lack of
knowledge about Murabahah Al Istishna financing contract; externally, the costumers
who want to get finance do not have any complete documents, the lack of understanding
between the Bank and its costumers about financing, the debtors failure to pay off their
debt, bad management, and lack of maintenance account manager on the account which
becomes his responsibility.
It is recommended that the management of Bank BRI Sharia, in the Istishna sale
and purchase, should follow the Sharia principle. The Bank should study thoroughly the
legal consequence of giving the loan to its costumers. The Bank should also study
carefully both the content of the contract and the process of giving the loan so that the
costumers can pay off their debt. It is also recommended that the costumers should
understand fully that they have to pay off their debt in due time so that the other
customers can borrow the money they have paid off from the Bank. | en_US |
dc.description.abstract | Dasar hukum Istishna menurut fiqh Islam adalah jual beli dalam bentuk pemesanan,
pembuatan barang tertentu dengan kriteria tertentu dalam pelaksanaannya di dasarkan pada
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 06/DSN-MUI/IV/2000 dan juga PBI Nomor 7/46.
Akad Al Istishna ini juga diterapkan oleh Bank BRI Syari’ah di Kota Binjai yang dalam
praktiknya dikaitkan dengan jual beli pembiayaan Murabahah sehingga pada akad
pembiayaannya dikenal dengan “Akad Pembiayaan Murabahah Al Istishna”.
Penelitian menggunakan penelitian deskriptif analitis, yang menguraikan/
memaparkan sekaligus menganalisis tentang Akad Pembiayaan Istishna Pada PT Bank
Rakyat Indonesia Syari’ah Cabang Binjai
Dari hasil penelitian diketahui bahwa mekanisme perjanjian pembiayaan Istishna
menurut fiqh adalah jual beli dalam bentuk pemesanan, pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli) dan penjual.
Sedangkan Istishna menurut perbankan syari’ah adalah jual beli barang dalam bentuk
pemesanan, pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan. Perjanjian pembiayaan Istishna pada Bank
BRI Syari’ah Cabang Binjai dalam pelaksanaannya telah dilaksanakan sesuai dengan Fatwa
DSN No 06/DSN-MUI/IV/2000 No 22/DSN-MUI/II/ 2002. Hal ini terlihat dari tata cara
pengikatan akad pembiayaan dengan prinsip Istishna pada Bank BRI Syari’ah Binjai.
Kendala yang dihadapi Bank BRI Syari’ah Cabang Binjai dengan prinsip Al Istishna dalam
pelaksanaan antara lain (a) kendala berupa kendala intern nasabah yaitu kesengajaan/
kelalaian debitur, manajemen usaha yang kurang baik dan pengaruh ketidakstabilan situasi
dan kondisi dari debitur. Sedangkan faktor ekstern, seperti akibat keadaan memaksa atau
force majeur dan perubahan kondisi perekonomian dan perdagangan sehingga kondisi usaha
tidak memberikan keuntungan. Sedangkan kendala yang dihadapi bank secara internal,
seperti sumber daya manusia yang bertugas pada unit pemasaran khususnya pembiayaan
yang belum dapat bekerja secara maksimaal dalam melaksanakan pekerjaannya, kurang
memahami pentingnya pelayanan, cara kerja petugas pembiayaan yang kurang efisien
termasuk dalam hal ini kurangnya pengetahuan terhadap pembiayaan dengan Akad
Pembiayaan Murabahah Al Istishna dan kendala berasal dari ekksternal bank, nasabah yang
mengajukan pembiayaan tidak mempunyai legalitas yang lengkap, sering terjadinya salah
pengertian antara bank dengan masyarakat terhadap pembiayaan, ketidak jujuran nasabah
debitur penerima pembiayaan sehingga menyebabkan terjadinya tunggakan, kesalahan
managemen dan kurang maintenance account manager terhadap account yang menjadi
tanggung jawabnya.
Disarankan kepada pihak Bank BRI Syariah agar dalam implementasi jual-beli
istishna’ agar dapat benar-benar sesuai dengan prinsip syariah. Pihak Bank disarankan agar
dalam pemberian pembiayaan ini perlu untuk meneliti lebih dalam mengenai pelaksanaan
akibat hukum yang dapat terjadi dari produk pembiayaan ini di masyarakat oleh bank
syariah. Dalam pelaksanaan penyaluran pembiayaan Al Istishna agar pihak bank benar-benar
melakukan penilaian baik terhadap objek perjanjian maupun peneriman pembiayaan agar
dapat menarik kembali pembiayaan sebagaimana mestinya. Nasabah debitur penerima
pembiayaan hendaknya menyadari bahwa pembiayaan yang diperolehnya adalah hutang oleh
karena itu, diharapkan beritikad baik untuk mengembalikan sesuai jadwal yang ditentukan
agar hal yang sama dapat dinikmati oleh pihak lain yang membutuhkan. | en_US |