Show simple item record

dc.contributor.advisorPelly, Usman
dc.contributor.advisorNasution, M. Arif
dc.contributor.advisorTarigan, Menauli
dc.contributor.authorIrfan
dc.date.accessioned2021-07-01T05:07:32Z
dc.date.available2021-07-01T05:07:32Z
dc.date.issued2003
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/34041
dc.description.abstractKearifan tradisional merupakan konsepsi yang mampu membuktikan terpeliharanya kelestarian sumberdaya alam milik bersama sejak lama, ketika sumberdaya alam masih merupakan milik bersama secara terbatas (komunitas yang berkaitan secara langsung dengan lingkungan geografisnya). Namun akibat pesatnya perubahan-perubahan yang melanda kehidupan manusia, seperti majunya teknologi eksploitasi sumberdaya alam dan kemajuan di bidang-bidang teknologi lainnya, maka batasan milik bersama menjadi semakin kabur, bahkan kini sumberdaya alam seolah-olah dapat saja dieksploitasi sesuka hati oleh siapa saja, bahkan tidak jarang nelayan dari negara-negara lain ikut memanfaatkannya dan diperparah lagi dengan peralatan eksploitasi yang sifatnya merusak. Dengan demikian, tantangan yang dihadapi dalam rangka melestarikan sumberdaya alam menjadi semakin berat dan kearifan tradisional yang jelas menghormati lingkungan dan terbukti ampuh mengawal perilaku manusia dalam merusak, mulai tergeser oleh konsepsi solusi yang semakin beragam dan semakin kompleks dan formal. Mulai dari peraturan perundangundangan, aksl-aksi dari berbagai pemerhati lingkungan dan sebagainya pun tampaknya belum membuahkan hasil yang optimal. Terbukti dari semakin luasnya cakupan kerusakan Iingkungan alam, baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Ketidakpuasan terhadap format penyelematan lingkungnn itu, telah membangkitkan kembali minat dan perhatian para ahli untuk mengkaji kembali kearifan tradisional dan untuk tujuan itu penelitian ini dilakukan, yakni untuk mengkaji kearifan tradisional dalam pengelolaan sumberdaya alam, khususnya sumberdaya alam hayati laut di wilayah pantai Timur (desa Jaring Halus) dan wilayah Pantai Barat Sumatera Utara (desa Batahan). Untuk tujuan itu, maka pendekatan penelitian yang lebih sesuai adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif, lokasi penelitian ditentukan secara purposive dari masing-masing wilayah pantai, yakni desa Jaring Halus di Pantai Timur dan Desa Batahan di Pantai Barat. Pertimbangan untuk memilih ke dua desa penelitian ini didasarkan pada empat aspek, yaitu letak tepat di pinggir pantai, mata pencaharian penduduk dominan sebagai nelayan, jumlah penduduk minimal 100 KK dan sudah terdapat tangkahan (pelabuhan ikan). Ke empat aspek ini dijadikan sebagai dasar pertimbangan dengan alasan, bahwa aspek-aspek ini secara teoritis merupakan titik utama terjadinya perubahan, baik bersumber dari dalam (peningkatan populasi penduduk, perubahan orientasi nelayan tradisional-moderen) maupun dari luar (peluang investasi, penjarahan oleh nelayan luar, dsb). Untuk menjaring data penelitian, sampel ditentukan secara sengaja (key informan) yang terdiri dari tokoh masyarakat, nelayan senior, kepala desa, yang dilakukan dengan teknik snow ball dan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, FGD dan sebagai alat bantu digunakan pula wawancara bebas dengan bantuan kuesioner. Analisa data dilakukan dengan cara yang lazim dalam pendekatan kualitatif, yaitu dengan cara mengkonstruksikan temuan-temuan data lapangan yang dapat memberikan makna, penjelasan dan gambaran terhadap masalah yang diteliti. Hasil penelitian menemukan bahwa secara koginitif kearifan tradisional di kedua desa penelitian masih melekat dan masih banyak dijadikan acuan dalam melakukan pengelolaan sumberdaya hayati laut. Hal lnl dibuktikan dari masih banyaknya upacara-upacara ritual yang dilakukan oleh penduduk di kedua desa dan memang tantangan ke depan sudah mulai kelihatan dan nyata dalam kehidupan masyarakat, yaitu sebagian kalangan masyarakat sudah mulai menyatakan kearifan tradisional bertentangan dengan ajaran agama, dan secara nyata pula pergeseran penggunaan teknologi penangkapan ikan yang cenderung merusak dan jelas bertentangan dengan nilai-nilai kearifan tradisional, sudah mulai memasuki kawasan psikis penduduk (berhubungan dengan masalah keuntungan secara ekonomis), bahkan sudah ada penduduk desa Batahan yang memilikinya. Tantangan terberat yang dihadapi dalam mengantisipasi terjadinya kerusakan ekosistem dan sumberdaya hayati adalah semakin melebarnya konsepsi milik bersama dari suatu komunitas tertentu menjadi milik bersama yang lebih meluas, tidak hanya dapat diakses oleh penduduk desa tetangga, tetapi juga sudah diakses oleh nelayan-nelayan asing yang mayoritas menggunakan peralatan yang merusak. Kondisi yang demikian merupakan variabel yang justru semakin melemahkan posisi kearifan tradisional untuk dapat tetap bertahan, paling tidak sebagai acuan bagi komunitas nelayan lokal, karena lnstitusl yang diharapkan dapat mengantisipasi perusakan ekosistem yang bersumber dari luar komunitas, tampaknya belum fungsional.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectSumberdaya Alam Lauten_US
dc.subjectNelayanen_US
dc.subjectPantai Timuren_US
dc.subjectPantai Baraten_US
dc.subjectSumatera Utaraen_US
dc.titleKearifan Tradisional Masyarakat dalam Mengelola Sumberdaya Alam Laut: Studi tentang Masyarakat Nelayan di Pantai Timur dan Pantai Barat Sumatera Utaraen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM963104007
dc.description.pages226 Halamanen_US
dc.description.typeTesis Magisteren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record