Studi Komparatif Habitat Larva Cacing Endoparasit Gastrointestinal Haemonchus Contortus pada Vegetasi Padang Penggembalaan Domba di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

Abstract

The research was conducted at Kabupaten Langkat at in Laboratory BPPH Wilayah I Medan, since February 1998 to March 1999, to reveal the difference of habitat endoparasite gastrointestinal worm Haemonchus contortus on sheep at some plains of sheep's shepherding as well as influencing factors in the intend for controlling pollution of endoparasite worm on sheep's through vegetation as cattle feed verdant. The method applied within this study are Factorial Complete Random Design Group to research the infestation of worm larvae and vegetation biomassa namely season factor (M), on dried (MI) and rainy (M2), factor of location of sheep shepherding on plantation location (Rl), cultivation (R2), yard (R3), and edge of road (R4),; factor of time taking vegetation (W), on morning (WI), afternoon (W2), and evening (W3). While in researching infestation of worm eggs applied the RKTI factorial with the season (M) on dried (Rl) and rainy (M2); location of sheep shepherding (PIECE) on plantation location (PI), cultivation (P2), yard (P3) and edge of road (P4). Of 10 types of vegetation dominating based on relative percentage on location plantation (Rl) are Centrocemapubescens (30%), Colopogomum muconoides (18%), Paspalwn conjugatum, Berg (15%), Pueraria javanica (10%). Gleychenia linearis (7%), Cyrtocecum aerescens, (Trin Stapt (6%), Cynodon daciylon, L-Pers (5%), echinochloa colonum, L-link (4%), Axonopus compressus, Swartz Beauv (3%), and cyclosorus aridw, Don-Ching (2%) respectively. On cultivation (R2) are Brachiaria brizantha, A Rich Stapt (37%), Cyperus killingia, Endl (15%), Chloris gayana (12%), Axonopus compressus, Swartz-Beauv (10%), Cynodon daciylon, L-Pers (8%), Hyptis brevipes (6%), cylosorus aridus, Don-Ching, Borreria laevis, Lamk-Griseb (4%), Cyrtococum aerescens, Trin-Stapt (2%), and Dactylonienium aegyptium, L Riecht (1%). On yard (R3) are Paspalum conjugatum, Berg (20%), cynodon dactylon, L-Pers (18%), Mimosa pudica L (16%), Cyperus rotundus, L (15%), Imperata cylindrica, L (9%), Digitaria ascendes, ABK-Henr (8%), Axonopus compressus, Swartz-Beauv (5%), Hyptis brevipes (4%), Pueraria usaramoensis, L (3%) and Borreria laevis, Lamk-Griseb (2%), While on edge of road (R4) are Imperata cylindrica, Linn-P-Beauv (15%), Cyperus rotundas, L (13%) ( yrtococum aerescens, Trin-Stapt (10%), Mimosa pudica, L (13%) Cyrtococum aerescens, Trin-Stapt (10%), Mimosa pudica, L (8%), cynodon dactylon, L-Pers (7%), Dactylontenium aegyptium, L-Richt (6%), Hyptis brevipes, L (5%), Eleusine indica, L-gerlu (35%), and Lantana camara, L (3%). Biomassa of vegetation on location plain of sheep's shepherding (R), season (M) and interaction M x R highly significant different (p

Penelitian dilakukan di Kabupaten Langkat Sumatera Utara dan di Laboratonum BPPH Wilayah I Medan, sejak Febniari 1998 s/d Maret 1999 untuk mengungkap perbedaan habitat cacing endoparasit gastrointestinal Haemonchus contortus pada domba di beberapa lahan penggembalaan ternak domba serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam rangka upaya pengendalian pencemaran cacing endoparasit terhadap domba melalui vegetasi sebagai hijauan pakan ternak. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial untuk meneliti investasi larva cacing dan biomasa vegetasi yaitu faktor musim (M) pada kemarau (Ml) dan hujan (M2), faktor lokasi penggembalaan ternak domba (R) di lokasi perkebunan (Rl), perladangan (R2), pekarangan (R3) dan pinggir jalan (R4); faktor waktu pengambilan vegetasi (W) paa pagi hari (Wl), siang hari (W2) dan sore hari (W3). Sedangkan untuk meneliti infeslasi telur cacing digunakan RAK faktorial dengan musim (M) pada kemarau (RI) dan hujan (M2); lokasi penggembalaan ternak domba (P) di lokasi perkebunan (PI), perladangan (P2), pekarangan (P3) dan pinggir jalan (P4). Dari 10 jenis vegetasi yang mendominasi menurut persentase relatifhya di lokasi perkebunan (R1) secara berurutan Centrocema puhescens (30%), Calopogonium muconoides (18%), Paspalum conjugatum. Berg (15%), Pueraria javanica (10%), Gleychema linearis (7%), Cyrtocecum aerescens, Trin Stapt (6%), Cynodon dactylon, L-Pers (5%), Echinochha colonum, L - Link (4%), Axonopus compressus, Swartz Beauv (3%), dan Cyclosorus aridus, Don - Ching (2%). Di lahan perladangan (R2) adalah Brachiaria brizantha, A. Rich Stapt (37%), Cyperus killingia, Endl (15%), Chloris gayana (12%), Axonopus compressus, Swartz - Beauv (10%), Cynodon dactylon, L-Pers (8%), Hyptis brevipes (6 %), Cyclosorus aridus, Don - Ching (5%), Borreria laevis, Lamk - Griseb (4%), Cyrtococum aerescens, Trin - Stapt (2%), dan Dactyhtenium aegyptium, L Riecht (1%). Di lahan pekarangan (R3) adalah Paspalum conjugatumJS&g (20%), Cynodon daayhm, L - Pers (18%), Mimosa pudica, L (16%), Cyperus rotundus, L (15%), Imperata cytindrica, L (9%), Digitaria ascendens, ABK - Henr (8%), Axonopus compressus, Swartz - Beauv (5%), Hyptis brevipes (4%), Pueraria usaramoensis, L (3%) dan Borreria laevis, Lamk -Griseb (2%). Sedangkan di pinggir jalan (R4) adalah Imperata cylindrica, Linn - P. Beauv (15%), Cyperus rotundus.L (13%), Cyrtococum aerescens, Trin - Stapt (10%), Mimosa pudica, L(8%), Cynodon dactylon, L - Pers (7%), Dactylotenium aegyptium, L-Richt (6%), Hyptis brevipes, L (5%), Eleusine indica, L-Gerta (3%), dan Lantana camara, L (3%). Biomasa vegetasi di lokasi lahan pengembalaan ternak domba (R), musim (M) dan interaksi M x R berbeda sangat nyata (p<0,0l), sedangkan waktu pengambilan vegetasi (W) berbeda nyata (p<0,05), tetapi interuksi MxW,RxW dan MxRxW tidak berbeda nyata. Secara runci menurut uji BNJ biomasa vegetasi pada M1 sebesar 251 gr/m2 [B] dan M2 sebesar 338 gr/m2 |A|. Pengaruh lokasi pengembalaan ternak terhadap biomasa vegetasi adalah tertinggi R1 (452 g/m2)[A], R4 (280 gr/m2 [B], R2 (242 gr/m2 [BC]) dan terendah R3 (204 gr/m2 [C] ). Dari rataan pengaruh faktor waktu pengambilan vegetasi (W)s secara berurutan yang tertinggi adalah pada W1 (314 gr/m3 [% W2 (296 gr/m2 [b] dan terendah W3 (274 gr/m2 [B] ). Interaksi M x R secara berurutan menurut uji BNJ adalah M, x Rj (368 gr/m2 [AJ), M, x R4 (264 gr/m2 m ), M, x R2 (209 gr/m2 P301), M! x R, (164 gr/m2 [C] ) dan M2 x Rj (536 gr/m2 lA] ), M2 x R4 (296 gr/m2 [B] ), M2 x R2 (274 gr/m2 [B] ), M2 x R3 (245 gr/m2 fBJ). Pengaruh faktor musim (M) terhadap jumlah infestasi larva cacing Haemonchus controtus di dalam vegetasi menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01), sedangkan faktor lokasi pengembalaan temak (R) berbeda nyata (p<0,05), tetapi pengaruh faktor waktu pengambilan vegetasi (W), interaksi MxR, MxW, RxW dan MxRxW tidak berbeda nyata (p<0,05). Secara berurutan menurut uji BNJ pada M2 jumlah larva cacing lebih tinggi (939 larva/gr vegetasi[A] ), dari pada M1 (217 Iarva/gr vegetasi [B]). Pengaruh lokasi penggembalaan ternak domba (R) terhadap infestasi larva cacing tersebut adalah secara berurutan menurut uji BNJ 0.05 tertinggi R1(956 larva/gr vegetasi [a] ), R4 (539 larva/gr vegetasi[ab]) dan terendah R3 (389 larva/gr vegetasi [ab]). Sedangkan pengaruh waktu pengambilan vegetasi (W) tidak berbeda. nyata (p>0.05) dan secara berurutan yaitu W1 (908 larva/gr vegetasi), W2 (571 larva/gr vegetasi) dan terendah pada W3 (254 larva/gr vegetasi). Demikian pula pengaruh interaksi M x R, M x W, RxW dan MxRxW tidak berbeda nyata (p>0.05). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa cacing Endoparasit gastrointetinal Haemonchus coutortus lebih berkembang pada musim hujan dan lebih tinggi di lokasi perkebunan dibandingkan di lokasi perladangan, pekarangan dan pinggir jalan. Waktu pengambilan vegetasi menunjukkan bahwa selalu lebih banyak dijumpai pada waktu pagi hari dibandingkan dengan waktu siang dan sore hari. Tetapi interaksi antara musim, lokasi pengembalaan ternak dan waktu pengambilan terhadap biomasa vegetasi, telur dan larva cacing pada umumnya tidak menunjukkan perbedaan atau pengaruh yang nyata. Sehingga disarankan bahwa penggembalaan ternak di lokasi penggembalaan dengan keberadaan vegetasinya sebagai sumber hijauan pukan sebaiknya diatur sedemikian rupa agar tidak tercemar atau tertular telur/larva cacing menurut musim, waktu dan kondisi vegetasi yang tumbuh.