dc.description.abstract | Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda – beda di setiap negara seperti
kebutaan total, kebutaan ekonomi, kebutaan hukum dan kebutaan Sosial. Publikasi
WHO pada tahun 1966 memberikan 65 defenisi kebutaan. Di bidang oftalmologi,
kebutaan adalah orang yang oleh karena penglihatannya menyebabkan ia tidak
mampu melakukan aktifitas sehari-hari.1,2
Pada tahun 1972 WHO mendefenisikan kebutaan adalah tajam penglihatan
<3/60. Kemudian pada tahun 1979, WHO menambahkannya dengan
ketidaksanggupan menghitung jari pada jarak 3 meter. 1,2
Pada tahun 1977, International Classification of Disease ( ICD ) membagi
berkurangnya penglihatan menjadi 5 kategori dengan maksimum tajam penglihatan
kurang dari 6/18 Snellen, kategori 1 dan 2 termasuk pada low vision sedangkan
kategori 3, 4 dan 5 disebut blindness. Pasien dengan lapang pandangan 5 – 10
ditempatkan pada kategori 3 dan lapang pandangan kurang dari 5 ditempatkan pada
kategori 4. Undang – undang no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan
bahwa pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal. Kesehatan indra penglihatan merupakan syarat penting
untuk meningkatkan kwalitas sumber daya manusia dalam meningkatkan kwalitas
kehidupan masyarakat dalam rangka mewujudkan manusia yang cerdas, produktif,
maju, mandiri dan sejahtera lahir batin.5
Di negara berkembang di seluruh dunia selain masalah sosial dan ekonomi,
maka kebutaan masih merupakan masalah yang besar. Pada tahun 1990, WHO
memperkirakan prevalensi kebutaan berkisar antara 0,3%-0,7%, dan angka ini
diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya. Beberapa Penelitian epidemiologi
melaporkan prevalensi angka kebutaan bilateral di negara berkembang di Asia
berkisar 0, 4 % dan kebutaan unilateral berkisar 2,6 %.6 | en_US |