• Login
    View Item 
    •   USU-IR Home
    • Faculty of Law
    • Master Theses
    • View Item
    •   USU-IR Home
    • Faculty of Law
    • Master Theses
    • View Item
    JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

    Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto

    View/Open
    Fulltext (626.4Kb)
    Date
    2009
    Author
    Simanjuntak, FL. Fernando
    Advisor(s)
    Nasution, Bismar
    Syahrin, Alvi
    Sunarmi
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    Clean Development Mechanism (CDM) atau yang diartikan dalam bahasa Indonesia dengan Mekanisme Pembangunan Bersih adalah merupakan satu-satunya mekanisme dalam Protokol Kyoto yang memungkinkan peran negara berkembang untuk membantu negara Annex I dalam upaya mitigasi GRK (Gas Rumah Kaca). Pembahasan tentang Clean Development Mechanism (CDM), harus dikaitkan dengan terminologi perubahan iklim, Gas Rumah Kaca (GRK), Efek Rumah Kaca (ERK), Protokol Kyoto dan seterusnya. Pemanfaatan energi yang berlebihan, terutama energi fosil, merupakan sumber utama emisi GRK. Hutan yang semakin rusak, baik karena kejadian alam maupun pembalakan liar akan menambah jumlah GRK yang diemisikan ke atmosfer dan akan menurunkan fungsi hutan sebagai penghambat perubahan iklim. Peran utama hutan adalah untuk menyerap GRK — terutama karbon — yang ada di atmosfer. Karenanya kegiatan kehutanan dalam isu perubahan iklim ini termasuk dalam carbon sequestration activities, yaitu kegiatan-kegiatan yang menyerap karbon yang ada di atmosfer. Oleh sebab itu hutan juga dikenal sebagai carbon sinks (rosot karbon). Dengan perannya ini, hutan dapat membantu mencapai tujuan Konvensi Perubahan Iklim dalam menjaga stabilitas konsentrasi gas rumah kaca pada tingkat aman yang tidak membahayakan sistem iklim global. Protokol Kyoto adalah sebuah instrumen hukum (legal instrumen) yang dirancang untuk mengimplementasikan Konvensi Perubahan Iklim yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) agar tidak mengganggu sistem iklim bumi. Setelah diadopsi pada tanggal 11 Desember 1997, Protokol Kyoto dibuka untuk ditandatangani pada tanggal 16 Maret 1998. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah Apakah Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan berdasarkan Protokol Kyoto memilki kekuatan hukum secara global, sejauh mana ruang lingkup Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan berdasarkan Protokol Kyoto dan kendala-kendala apa yang dihadapi dalam penerapan Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan berdasarkan Protokol Kyoto Metode penelitian yang dilakukan berbentuk yuridis normatif dengan metode deskriptif analitis. Data sekunder diperoleh melalui penelitian perpustakaan (library research) yaitu Undang-Undang, Keputusan-Keputusan (Agreement) Konferensi, Konvensi, Peraturan Pemerintah, buku – buku referensi, makalah dan dokumen– dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. Analisis data dilakukan secara yuridis dengan pendekatan kualitatif, melalui metode berpikir deduktif dan induktif, dimana pembahasan mengutamakan tinjauan dari peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan berdasarkan Protokol Kyoto. Dari hasil pembahasan dan analisa diperoleh kesimpulan yang memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti serta ditulis dalam bentuk deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan berdasarkan Protokol Kyoto dinyatakan telah berkekuatan hukum secara global sejak 21 Maret 1994, setelah diratifikasi oleh 50 negara. Dan hingga tahun 2005, konvensi tersebut telah diratifikasi oleh lebih dari 141 negara dan mempunyai ruang lingkup pada sektor reforestasi dan aforestasi namun masih memiliki kendala-kendala teknis yaitu Baseline; Non-permanence; Uncertainties; Leakage (kebocoran; Aadditionality; Dampak Sosial dan Ekonomi dan Dampak Pada Ekosistem Alam sehingga CDM atau Mekanisme Pembangunan Bersih dapat berjalan secara penuh, efektif dan berkelanjutan berdasarkan Protokol Kyoto dan diharapkan kesiapan semua pihak dalam mengimplementasikannya secara global, baik dari negara-negara Annex I dan Annex II. Disarankan agar suatu negara dan masyarakat dunia untuk mempersiapkan diri dalam menyiapkan kelembagaan yang terkait dengan implementasi Protokol Kyoto melalui proyek-proyek CDM atau Mekanisme Pembangunan Bersih, termasuk Indonesia. Penunjukan otoritas nasional (Designated National Authority, DNA) merupakan syarat utama agar negara berkembang dapat berpartisipasi. Lembaga inilah yang nantinya akan merancang kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan proyek (project development) dan pengembangan kapasitas (capacity building) agar para pihak yang tertarik melakukan investasi dapat merancang proyeknya bersama mitranya di mana proyek akan diimplementasikan. Otoritas nasional ini juga akan membantu pemerintah dalam meningkatkan kesadaran publik (public awareness) akan pentingnya membangun proyek-proyek baru yang ramah lingkungan.
     
    Occasionally, Clean Development Mechanism (CDM) in Indonesian version means “Mekanisme Pembangunan Bersih” which is only one mechanism under Kyoto Protocol possibly for developing countries countries in Annex I at mitigation effort to reduct greenhouse gases (GHG). The description of Clean Development Mechanism (CDM) must be consulted to climate change, Greenhouse Gases (GHG), Greenhouse Effect, Kyoto Protocol and so on. The more using of energy, mainly fosil energy is main source for increasing emission of GHG. Deforestation is caused by natural phenomena or illegal logging donated greenhouse gases which was emmissed to atmosphere and decreased forest function as acounter climate change. Main role of forest is to adopt greenhouse gases – mainly carbon – flied around atmosphere. Therefore, forestry activities at climate change issue summarized to carbon sequestration activities, activities adopted carbon at atmosphere. Therefore, it is also welknowned as carbon sinks. Its role is will help to reach Climate Change Convention target in stabilizing of greenhouse gases concentration in safety position which never take at risk for global climate system. Kyoto Protocol Kyoto is legal instrumen designed for implementing Climate Change Convention purposed to stabilize Greenhouse in which does not borther climate system. Since adopting on 11 December 1997, Kyoto Protocol legally signed on 16 March 1998. Basically, the problems will be analyzed in this research is “Is Clean Development Mechanism (CDM) for forestry on Kyoto Protocol having strengthed legal framework globally, How far the scope of Clean Development Mechanism (CDM) for forestry on Kyoto Protocol and What are the problems will be faced in implementing Clean Development Mechanism (CDM) for forestry on Kyoto Protocol. Academically, this research adopts juridical normative by using analytic descriptive method. The secondary data compiled from library research, Regulation, Convention, Government Regulation, some books literatures, conferences Agreement and journal connected to thesis. The data analysis written juridically with qualitative norm implemented both deductive and inductive method in which the description mainly concerned in formal regulations connected with Clean Development Mechanism for forest sector under Kyoto Protocol. From analysis results summarizing in which answering the problems descriptively. The conclusion absolutely denoted that Clean Development Mechanism for forest sector under Kyoto Protocol declared having legal status globally since 21 March 1994 after ratificated by 50 countries. And until 2005, the convention ratificated by more than 141 countries and especially for forest sector covered both reforestation and aforestation but still having a little bit problem technically, they are Baseline; Non-permanence; Uncertainties; Leakage (kebocoran; Aadditionality; Social and Economic Assesment and Ecosystem Assesment and wish Clean Development Mechanism run smoothly and effectively and sustainably under Kyoto Protocol and hopefully all stakeholders implemented globally, even countries in Annex I and Annex II. In regard, all countries prepared any bodies and institution related to Kyoto Protocol implementation of Clean Development Mechanism projects, especially for Indonesia Kyoto. Designated National Authority, DNA was a main term in regard the developing countries participated in the projects. This authority will design the program related to project development and capacity building in which all part of developers will invest in designing the project with their own partners where the project implement is. National Authority also helps Government in developing public awareness towards the essential of establishing newest eco project.

    URI
    http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/36013
    Collections
    • Master Theses [1858]

    Repositori Institusi Universitas Sumatera Utara - 2025

    Universitas Sumatera Utara

    Perpustakaan

    Resource Guide

    Katalog Perpustakaan

    Journal Elektronik Berlangganan

    Buku Elektronik Berlangganan

    DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
    Contact Us | Send Feedback
    Theme by 
    Atmire NV
     

     

    Browse

    All of USU-IRCommunities & CollectionsBy Issue DateTitlesAuthorsAdvisorsKeywordsTypesBy Submit DateThis CollectionBy Issue DateTitlesAuthorsAdvisorsKeywordsTypesBy Submit Date

    My Account

    LoginRegister

    Repositori Institusi Universitas Sumatera Utara - 2025

    Universitas Sumatera Utara

    Perpustakaan

    Resource Guide

    Katalog Perpustakaan

    Journal Elektronik Berlangganan

    Buku Elektronik Berlangganan

    DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
    Contact Us | Send Feedback
    Theme by 
    Atmire NV