Analisis Business Continuity Plan (Bcp) pada Unit Penyelenggaraan Kliring - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Ix (Sumatera Utara Dan Aceh)
View/ Open
Date
2013Author
Yahya, Zulham
Advisor(s)
Muluk, Chairul
Djanahar, Irwan
Metadata
Show full item recordAbstract
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia yang memiliki kewenangan tunggal dalam penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional atau lebih dikenal SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia). Sebagai pelaksana penyelenggara sistem kliring yang bersifat kritikal, yaitu Sistem SKNBI yang systematically wide important payment system, yang artinya adalah sistem ini termasuk sistem utama yang digunakan oleh perbankan dan lembaga keuangan dalam melakukan transaksi pembayaran yang sangat besar peranannya dalam memperlancar roda perekonomian Indonesia, khususnya daerah Sumatera Utara.
Dari data perputaran kliring di Sumatera Utara pada triwulan IV tahun 2012 tercatat bahwa nilai transaksi kliring adalah sebesar Rp37,789 triliun atau perharinya sebesar Rp618 miliar. Apabila terjadi gangguan dari bencana alam atau bencana sosial yang menyebabkan terhentinya penyelenggaraan proses kliring maka diperkirakan masyarakat dan pengguna jasa kliring di Sumatera Utara akan mengalami kerugian bisa mencapai Rp618 miliar, termasuk Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX (disingkat KPw BI Wilayah IX) akan berkurang pendapatannya dari penerimaan jasa proses kliring sebagai penyelenggara kliring SKNBI. Gangguan ini tentunya berpotensi menciptakan ketidakstabilan pada sistem keuangan yang selama ini berjalan dengan baik.Oleh karena itu sebagai penyelenggara sistem kliring tersebut, KPw BI Wilayah IX harus memberikan pelayanan yang handal dalam kondisi apapun dan tetap dapat beroperasi kembali (recovery) dalam waktu secepatnya apabila terjadi bencana/gangguan. Antisipasi untuk menghadapi kondisi bencana/gangguan telah dilakukan Bank Indonesia dengan menerapkan Business Continuity Plan (BCP) sebagai bagian dari manajemen bencana Business Continuity Management (BCM). Namun pada kenyataannya implementasi BCP masih belum mampu untuk menyelengarakan kliring SKNBI apabila terjadi bencana seperti yang terjadi musibah gempa bumi di Padang dan tsunami di Aceh penanggulangan bencananya memerlukan waktu yang begitu lama sehingga downtime pelaksanaan pelayanan kliring lokal begitu panjang yang akan mengakibatkan kegiatan transaksi non tunai masyarakat maupun lembaga keuangan/perbankan tidak berjalan. Untung saja masih bisa diselamatkan kegiatan perekonomian tidak diam sama sekali dengan adanya kelancaran pengedaran uang tunai yaitu dilakukannya pengedaran uang oleh Bank Indonesia yang bekerjasama dengan perbankan yang ada dan telah beroperasi yaitu untuk memperlancar pembayaran gaji pegawi negeri sipil, TNI dan Kepolisian serta penarikan tabungan/simpanan masyarakat.
Pengalaman atas belum handalnya BCP yang dimiliki Bank Indonesia dalam menanggulangi dan tanggap terhadap bencana sangat menarik perhatian untuk dikaji dan dianalisis. Sebabnya apabila hal ini berlanjut terus tanpa ada perbaikan dan pembenahan maka hal ini akhirnya akan menjadi masalah dikemudian hari yaitu adanya tuntutan masyarakat dan lembaga perbankan untuk meminta kompensasi atas panjangnya downtime untuk mendapatkan kembali pelayanan jasa kliring SKNBI.
Berdasarkan uraian singkat tersebut, maka dirumuskan masalah sebagai berikut : 1) Potensi gangguan/ ancama apa saja yang akan dihadapi dalam penyelenggaraan kliring di Unit Penyelenggaraan Kliring KPw BI Wilayah IX, 2) Bagaimana implementasi penerapan BCP dalam mengatasi masing-masing jenis gangguan/ ancaman tersebut sehingga dapat terwujudnya pemulihan (recovery) keadaan apabila terjadi bencana (disaster) dan bagaimana kesiapan SDM nyadalam kesiapan menjalankan kelangsungan bisnis penyelenggaraan kliring SKNBI.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori-teori Business Continuity Continuity Plan dan Disaster Recivery Plan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, sifat penelitian ini adalah penjelasan.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara (interview), membuat daftar pertanyaan (questionaire) dan observasi terhadap proses kerja pengolahan warkat kliring, data laporan jumlah warkat yang diproses, dan mengamati perangkat TI (server) SSK, KPK, TPK serta perangkat lainnya yang berhubungan dengan operasional kliring SKNBI. Hasil penelitian yang diperoleh dari pengumpulan data ini menunjukkan bahwa ada 5 (lima) kelompok potensi gangguan yang akan terjadi dalam pelaksanaan kliring lokal SKNBI yaitu : 1) Gangguan pada Hardware dan/atau Software Komputer Penyelenggara Kliring (KPK), 2) Gangguan pada Jaringan Komunikasi Data (JKD), 3)Gangguan pada Power Listrik, 4) Gangguan pada Lokasi Penyelenggaraan Kliring Lokal dan 5) Sumber Daya Manusia. Sementara untuk implementasi penerapan BCP nya masih berupa ketentuan-ketentuan yang masih perlu dilakukan penjabaran dan sosialisasi yang mana pengawan di Unit tersebut belum memahami bagaimana melaksanakan BCP tersebut karena dibutuhkan penjelasan yang kongkrit bagaimana melaksanakan BCP itu tahap demi tahap untuk mengatasi gangguan-gangguan tersebut diatas.
Kesimpulan penelitian ini adalah : 1) Ada 5 kelompok potensi risiko gangguan yang mengancam kelangsungan proses bisnis penyelenggaraan kliring SKNBI di KPw BI Wilayah IX, yaitu : i) Gangguan pada Hardware dan/atau Software Komputer Penyelenggaraan Kliring (KPK) ii) Gangguan pada Jaringan Komunikasi Data (JKD) iii) Gangguan pada Power Listrik iv) Gangguan pada lokasi Penyelenggaraan Kliring Lokal, dan v) Terbatasnya Sumber Daya Manusia. 2) Belum pernah dilakukan pelatihan simulasi evakuasi dalam rangka menghadapi pemindahan lokasi dari lokasi yang terkena bencana dan belum sepenuhnya memahami bagaimana melaksanakan BCP yang mana sangat dibutuhkan suatu petunjuk berupa Standard Operating Procedure (SOP) sehingga pelaksana/pegawai kliring SKNBI dapat melaksanakan tahapan BCP dengan baik dan berhasil.