Show simple item record

dc.contributor.advisorRuntung
dc.contributor.advisorA, T. Keizerina Devi
dc.contributor.advisorSofyan, Syahril
dc.contributor.authorNgaserin, Siekmy
dc.date.accessioned2021-07-16T07:37:58Z
dc.date.available2021-07-16T07:37:58Z
dc.date.issued2014
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/36600
dc.description.abstractAdoption constitutes an action to become the legal parent or parents of another person’s child so that there will be legal relationship between the person(s) who adopt and the adopted child. Therefore, an adopted child is a child who is in the care so that love and affection, his daily needs, his education etc., will be the responsibility of his adoptive parents. However, in the Chinese tradition, adoption does not directly break off blood relationship between the child and his biological parents, and he can gets inheritance both from his biological parents and from his adoptive parents. The research was descriptive with judicial sociological approach. The data were gathered by conducting library research and field research by distributing questionnaires and conducting interviews and analyzed qualitatively, using inductivedeductive logical thinking. The result of the research showed that, first, the legal basis for adopting a Chinese child in Medan was done through the Ruling of District Court or a Notarial Deed and/or a traditional ceremony like worship to God or ancestors; secondly, the position of an adopted child in traditional law of inheritance in the Chinese community in Medan is that both adopted boys and girls have the same right as heirs with the biological children of their abortive parents; thirdly, motivation of the Indonesian citizens of Chinese descent to adopt children is for the sake of the continuation of clan (‘she’), ancestor worship (voorouder verrering), for the sake the children themselves, the children’s welfare, helping relatives, as a bait for having biological children, and for the sake of the continuance of marriage. It is recommended that, first, in order to adopt a child in the traditional Chinese ethnic group, the adoption should not be for the sake of the tradition of the Chinese community per se; it should be followed by legal act as it is stipulated in SEMA No. 6/1983; secondly, adoption should need promulgating/validation of the adoption in the District Court and registration in the Registry of Birth, Death, and Marriage Office; thirdly, adopted child protection agency should be established, in case the adoptive parents do not take the responsibility.en_US
dc.description.abstractPengangkatan anak atau adopsi adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam keluarganya sendiri, sehingga timbul hubungan hukum antara orang yang mengangkat anak dengan anak yang diangkat. Oleh karena itu, anak angkat merupakan anak yang berada dalam pemeliharaan sehingga kasih sayang, kebutuhan hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih kepada orang tua angkat. Namun dalam adat Tionghoa perbuatan pengangkatan anak tidak langsung memutuskan hubungan darah antara anak dengan orang tua kandung dan anak tersebut dapat mewarisi dari orang tua kandung dan orang tua angkat. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Teknik pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Alat pengumpulan data adalah studi kepustakaan dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan logika berfikir induktif – deduktif. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, Dasar hukum pengangkatan anak pada warga Tionghoa di Kota Medan dilakukan melalui Penetapan Pengadilan Negeri atau akta notaris dan/ atau upacara adat yaitu sembahyang kepada Tuhan dan leluhur yang telah meninggal. Kedua, Kedudukan anak angkat dalam hukum waris adat pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan, baik anak angkat laki-laki maupun perempuan dalam keluarga angkatnya mempunyai hak pemeliharaan yang sama dan mewaris bersama-sama dengan ahli waris dari orang tua angkat seperti layaknya anak kandung. Ketiga, Motivasi pengangkatan anak yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa adalah demi penerusan marga (she), pemujaan arwah nenek moyang (voorouder verrering), demi kepentingan anak itu sendiri, kesejahteraan anak, membantu keluarga, sebagai pancingan untuk mendapatkan anak kandung dan juga demi kelangsungan perkawinan. Kemudian disarankan, pertama, Untuk pelaksanaan pengangkatan anak menurut hukum adat etnis Tionghoa, alangkah baiknya jika pengangkatan yang dilakukan tidak hanya terhenti pada pengangkatan anak menurut adat/kebiasaan masyarakat Tionghoa, tapi dilanjutkan dengan perbuatan hukum sebagaimana telah diatur dalam SEMA No. 6 Tahun 1983. Kedua, Perlunya proses penetapan/ pengesahan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri dan melakukan pencatatan di Kantor Catatan Sipil. Ketiga, Perlu dibuat lembaga perlindungan anak angkat jika orang tua angkat tidak menjalankan kewajibannya.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectPengangkatan Anaken_US
dc.subjectAdat Tionghoaen_US
dc.subjectKedudukan Anak Angkaten_US
dc.titleAnalisis Hukum terhadap Kedudukan Anak Angkat dalam Hukum Waris Masyarakat Tionghoa di Kota Medanen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM117011060
dc.description.pages133 Halamanen_US
dc.description.typeTesis Magisteren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record