Analisis Relokasi Tanah dan Hubungannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Pasca Tsunami di Kota Banda Aceh
View/ Open
Date
2018Author
Putri, Gadiza Rezkyka
Advisor(s)
Yamin, Muhammad
Ikhsan, Edy
Akbar, Faisal
Metadata
Show full item recordAbstract
In agrarian scope, land is a part of the earth called the earth surface. The
land mentioned here is not to regulate it in all aspects, but only one of them i.e. land
in juridical definition known as land title. The disaster of tsunami taking place on
December 26, 2014 in the capital of Aceh, Banda Aceh, has incapacitated all
human’s life aspects including all infrastructures in the city. It influences the social
condition of society physically and psychologically. Therefore, the government
relocated or resettled the victims of tsunami or earthquake to a safe area for
permanent settlement. It is expected that they can undergo their life as before again
or even better. The implementation of Spatial Planning of Banda Aceh after tsunami,
with the areal development in the new settlement area for the tsunami victims who
are relocated, there is a question about how actually the certainty of the title of their
old land after relocation is.
The thesis employed empirical research methodology. It is an empirical legal
research that uses primary data which are obtained directly through field research by
observing something based on the legal reality in the society.
The damage level was that it ruined all buildings at the coastal area, so that
it was impossible to rebuild it. The development strategy of the Spatial Planning of
Banda Aceh is to build a new settlement area after tsunami in a safer place. The
relocation land is determined with a criterion i.e. the land has to be secured from any
possibility of tsunami and has adequate space to accommodate the residents that will
be relocated. The house construction for the relocation is specifically completed for
the tsunami victims who have land title and building right legitimately according to
the law. The completion of the relocation of the tsunami victims does not mean that
there is no more problem. There is still a problem i.e. those who have been relocated
want to return and live in their house in their original region. The legal certainty of
the title status of their old land after relocation due to tsunami in Banda Aceh, the
land is taken to be the property of the government under the provisions that is they
have received a house granted by the government. It is in line with what is stated in
the Government Regulation in Lieu of Law No. 2/2007 Article 5 paragraph 3.
Therefore, it is expected that the government reevaluate the relocation area for the
granted houses after the completion of the relocation, considering that there are
many problems related to the completion of the relocation. Hence, it is expected that
there will not be problems like these again in the future. And when it comes the issue
can be resolved explicitly. Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut
permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah dalam segala
aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian
yuridis yang disebut hak. Bencana tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 di ibu kota
Provinsi Aceh Banda Aceh telah melumpuhkan semua aspek kehidupan manusia termasuk
semua infrastruktur di kota tersebut. Sebuah bencana besar yang juga mempengaruhi kondisi
sosial masyarakat secara fisik dan psikologis. Sehingga pemerintah memberikan relokasi atau
pemukiman kembali para korban tsunami atau gempa ke daerah yang aman untuk tempat
bermukim secara permanen, sehingga diharapkan mereka dapat menjalankan kehidupan
seperti semula atau bahkan lebih baik. Terlaksananya Rencana Tata Ruang Wilayah kota
Banda Aceh pasca tsunami, dengan adanya perkembangan kawasan permukiman baru untuk
ditempati oleh korban tsunami yang direlokasi, maka terhadap permasalahan yang timbul
mengenai bagaimana sebenarnya kepastian hak dari tanah mereka yang lama setelah
dilakukannya relokasi.
Metodologi yang digunakan dalam tesis ini adalah metodologi yang menggunakan
penelitian empiris. Jenis penelitian hukum empiris, yaitu suatu penelitian hukum yang
menggunakan data primer yaitu data yang di dapat langsung melalui penelitian lapangan
dengan melihat sesuatu berdasarkan kenyataan hukum di dalam masyarakat.
Tingkat kerusakan menyebabkan hancurnya seluruh bangunan di daerah pesisir
pantai, sehingga tidak memungkinkan lagi di bangun permukiman di kawasan bibir pantai.
Startegi pengembangan kota Banda Aceh Rencana Tata Ruang Wilayah terbangunnya
kawasan permukiman baru pasca tsunami ke daerah yang lebih aman. Penetapan lahan
relokasi dengan kriteria lahan tersebut harus aman dari kemungkinan bencana tsunami dan
memiliki luas lahan yang memadai untuk menampung penduduk yang akan direlokasi ke
wilayah tersebut. Pelaksanaan pembangunan rumah untuk relokasi korban tsunami
dikhususkan kepada korban tsunami yang memiliki hak atas tanah dan bangunan secara sah
menurut hukum. Pelaksanaan relokasi korban tsunami telah dilaksanakan, bukan berarti tidak
menyisakan persoalan, permasalahan yang muncul adalah masih ada masyarakat yang telah
direlokasi ingin kembali bahkan masih ingin menempati rumah di daerah asalnya. Kepastian
hukum status hak atas tanahnya yang lama pasca relokasi akibat tsunami dikota Banda Aceh,
maka tanah lama dilokasi bekas tsunami tersebut menjadi milik pemerintah dengan ketentuan
setelah mendapatkan rumah bantuan yang diberikan. Hal ini sebagaimana yang disebut dalam
Perpu No 2 tahun 2007 Pasal 5 ayat 3. Sehingga diharapkan kepada pemerintah setelah
melaksanakan relokasi untuk mengevaluasi kembali lokasi relokasi rumah bantuan tsunami,
dikarenakan mengingat banyak sekali persoalan yang muncul terkait pelaksanaan relokasi
tersebut sehingga di harapkan agar persoalan tersebut tidak terjadi lagi dikemudian hari. Dan
apabila muncul persoalan dapat diselesaikan secara tegas.
Collections
- Master Theses (Notary) [2229]