Penyelesaian Sengketa Tanah Perkebunan Pada Ereal Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan Di Sumatera Utara
View/ Open
Date
2016Author
Kusbianto
Advisor(s)
Yamin, Muhammad
Kamello, Tan
Kalo, Syafruddin
Metadata
Show full item recordAbstract
Plantation State Owned Enterprises which is now called PT. Perkebunan Nusantara abbreviated PTPN origins of foreign companies belonging to the Dutch foreclosed Republic Government of Indonesia by way of Nationalization in 1958. The legal basis for the Government of Indonesia Republic nationalization was Law No. 86 of 1958 (LN. 1958-162) jo. Government Regulation No. 19 Year 1959 on the nationalization of the Dutch-owned plantations.
PTPN in the operations meet the demands and the dispute with tenants who are above ground their permit.
In broad outline of this research will become clear land disputes in the estate and settling in the form of PTPN.
The results of this study revealed that the land in dispute between PTPN with tenants can be classified three kinds: first dispute over land rights disputes that tenants claimed to own land in the land that became the right to cultivate PTPN. The second: the boundary disputes and land area, farmers claim the right to cultivate the differences PTPN area into the land of the community. The third interpretation of legal disputes over land rights to cultivate the expired time, assuming tenants are entitled to control the land. On the other hand PTPN being proposed an extension of their permit still make efforts to maintain the concession in order not tilled community.
Efforts to tackle land dispute resolution were adopted, namely:
a. Hiking Justice (Litigation), PeradilanUmum and Peradilan Tata Usaha Negara (TUN)
b. Paths of Non-Judicial (Non-Litigation), the settlement can be done through mediation.
Plantation land dispute resolution either taken through the court process (litigation) or through mediation, consultation outside the court (non litigation), encountered resistance and failed. Constraints and failure to settle the dispute there are several reasons: first; judicial remedies is lacking sense of fairness, assuming the tenants Court sided with the estate. second; settlement of disputes with non-litigation mediation rated performed later by the parties to the dispute. Team Mediation local governments who handle is not quick and responsive to the demands of tenants and in taking firm attitude towards the disputed land.
Forms of settlement that has been done in litigation and non-litigation can not be solved completely, then PTPN form a team. As the basic legality of the team is the Board's decision letter. The team formed PTPN the Board of Directorscommissioned to complete a claim by way of settlement giving the tiller shape suguhhati compensation plants, buildings and objects belonging to tenants who are on the ground right to cultivate. The principle in resolving disputes with suguhhati heart by PTPN is relatively quick settlement, humane and legal certainty. With arable land dispute resolved, the guarantee of the status of the land on which the right to cultivate PTPN. Badan Usaha Milik Negara Perkebunan yang sekarang bernama PT. Perkebunan Nusantara disingkat PTPNasal-muasalnyadariperusahaan-perusahaanasingmilik bangsa Belanda yang diambilalihPemerintahRepubilk Indonesia dengancaraNasionalisasipadatahun 1958. Landasan hukum Pemerintah Repubilk Indonesia melakukan nasionalisasi adalah Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 (LN. 1958-162) jo. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1959 tentang nasionalisasi perusahaan-perusahaan perkebunan milik bangsa Belanda.
PTPN dalam menjalankan usahanya menghadapi tuntutan dan bersengketa dengan penggarap yang berada di atas tanah hak guna usahanya.
Secara garis besarnya penelitian ini akan menjelas s
engketa-sengketa tanah di perkebunan dan bentuk penyelesaian yang dilakukan di PTPN.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa tanah yang menjadi sengketa antara PTPN dengan penggarap dapat diklasifikasi ada tiga macam sengketa yaitu pertama sengeta hak atas tanah bahwa penggarap menyatakan memiliki tanah di dalam tanah yang menjadi hak guna usaha PTPN. Yang kedua: sengketa batas dan luas tanah, penggarap mengklaim hak guna usaha PTPN terjadi selisih luasannya masuk ke tanah masyarakat. Yang ketiga sengketa penafsiran hukum terhadap tanah hak guna usaha yang telah berakhir masa waktunya, anggapan penggarap berhak untuk menguasai tanah. Dilain pihak PTPN yang sedang mengajukan perpanjangan hak guna usahanya tetap melakukan upaya mempertahankan HGU agar tidak digarap masyarakat.
Upayapenanganan penyelesaiansengketatanah yang ditempuhyaitu:
a. JalurPeradilan (Litigasi), PeradilanUmumdanPeradilan Tata Usaha Negara (TUN)
b. Jalur Non-Peradilan (Non-Litigasi), penyelesaiandapatdilakukanmelaluiMediasi.
Penyelesaiansengketatanahperkebunanbaik yang ditempuhdenganmelalui proses pengadilan (litigasi) maupundengan melalui mediasi,musyawarah di luarpengadilan (non-litigasi), mengalami hambatan dan gagal. Kendala dan kegagalan penyelesaian sengketaadabeberapasebab, yaitu : pertama; penyelesaianmelaluipengadilandirasakankurangmemenuhi rasa keadilan, anggapanparapenggarapPengadilanberpihakkepadaperkebunan. kedua; penyelesaiansengketadengan non-litigasidilakukan mediasi dinilai lambat oleh pihak-pihak yang bersengketa.Tim Mediasi Pemerintah Daerah yang menangani tidak cepat dan tanggap atas tuntutan penggarap dan dalam mengambil sikap tidak tegas terhadap tanah sengketa.
Bentuk penyelesaian yang sudah dilakukan secara litigasi dan non-litigasi belum dapat diselesaikan secara tuntas, maka PTPN membentuk Tim. Sebagai dasar legalitas tim adalah surat keputusan Direksi. Tim yang dibentuk Direksi PTPN bertugas untuk menyelesaikan tanah garapan dengan cara penyelesaian memberikan suguh hati kepada penggarap bentuknya ganti rugi tanaman, bangunan dan benda-benda milik penggarap yang ada di tanah hak guna usaha. Prinsip dalam penyelesaian sengketa dengan suguh hati oleh PTPN adalah penyelesaian yang relatif cepat, manusiawi dan adanya kepastian hukum. Dengan diselesaikan sengketa tanah garapan maka menjamin terhadap status tanah yang menjadi hak guna usaha PTPN.
Collections
- Master Theses [1848]