Akad yang Cacat dalam Hukum Perjanjian Islam
View/ Open
Date
2014Author
Alia, Cut Lika
Advisor(s)
Thaib, M. Hasballah
Metadata
Show full item recordAbstract
A human being, as a legal subject, cannot live alone; he has to make an
acquaintance with other people. Some agreements among people are made through
the Islamic law of obligations. A contract in Islam can basically be made in action
which can cause legal consequence for the parties concerned. Every contract has
binding law enforcement which must be conducted. However, there are certain
contracts which can be revoked because there are some defects which can delete the
willingness or desire of another party. The problems which were going to be analyzed
in the research were about the elements found in a contract which made it defect, the
legal consequence of a defect contract in the Islamic law of obligations, and the legal
remedy by the losers caused by a defect contract, according to the Islamic law of
obligations.
The theory used in the research was the theory of maqashid syari’ah and
justice, while the method used in the research was judicial normative method in
which legal provisions, jurisprudence, and experts’ opinion were profoundly
analyzed. The data were gathered by conducting library research and interviews.
The elements of a contract are considered defect when basic principles and
requirements of the contract, such as ikrah (coercion), ghalath (error), gabhn (price
concealing), tadlis (fraud), jahalah (vagueness), and gharar (bet) are not fulfilled.
The legal consequences of a defect contract in the Islamic agreement are as follows:
the contract is revoked by law, and it can also be revoked, the contract will be invalid
when basic principles and requirements are not fulfilled, while the contract can be
revoked when it contains coercion and error. The legal remedy by the losers because
of a defect contract is by conducting khiyar (voting rights), reconciliation, or for
more transactions, arbitration can be done through Basyarnas in settling the dispute
among the parties or through the Religious Court. Manusia sebagai subyek hukum tidak mungkin hidup sendiri, tanpa
berhubungan dengan manusia lain. Beberapa perjanjian antar masyarakat dilakukan
melaui hukum perjanjian Islam. Perjanjian dalam Islam pada dasarnya dapat
dilakukan dalam segala perbuatan yang dapt menimbulkan akibat hukumbagi pihakpihak
yang terkait. Setiap akad (kontrak) mempunyai kekuatan hukum mengikat
untuk terus dilaksanakan. Namun ada kontrak-kontrak tertentu yang dapat dilakukan
pembatalan, hal ini disebabkan adanya beberapa cacat yang mungkin menghilangkan
keridhaan (kerelaan) atau kehendak sebagian pihak. Permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah mengenai unsur-unsur yang terdapat dalam suatu akad
sehingga akad tersebut dapat dikatakan akad yang cacat, akibat hukum akad yang
cacat dalam hukum perjanjian Islam dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh
pihak yang dirugikan disebabkan akad yang cacat menurut hukum perjanjian Islam.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori maqashid syari’ah dan
keadilan, sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis
normatif. Dalam metode penelitian yuridis normatif tersebut akan menelaah secara
mendalam terhadap peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan pendapat ahli
hukum. Teknik pengumpulan data dalam tesis ini dilakukan secara studi kepustakaan
dan wawancara.
Unsur-unsur suatu akad dikatakan akad yang cacat adalah tidak terpenuhinya
rukun dan syarat akad pada akad tersebut seperti adanya ikrah (paksaan), ghalath
(kesalahan), gabhn (penyamaran harga), tadlis (penipuan), jahalah (ketidakjelasan)
dan gharar (pertaruhan). Akibat hukum akad yang cacat dalam perjanjian Islam yaitu
batal demi hukum dan dapat dibatalkan, akad akan menjadi batal apabila tidak
memenuhi rukun dan syarat akad sedangkan akad dapat dibatalkan apabila
mengandung unsur paksaan dan kekeliruan. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh
pihak yang dirugikan karena akad yang cacat adalah dengan melakukan khiyar (hak
pilih), upaya perdamaian atau untuk transaksi yang lebih besar dapat melakukan
media arbitrase melalui Basyarnas dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi
diantara para pihak, atau melalui peradilan agama.
Collections
- Master Theses (Notary) [2196]