Analisis Genetik dan Seleksi Genotipe Padi Gogo Toleran Suhu Rendah
View/ Open
Date
2021Author
Dalimunthe, Sri Romaito
Advisor(s)
Siregar, Luthfi A. M.
Nisa H., T. Chairun
Hairmansis, Aris
Metadata
Show full item recordAbstract
Tanaman padi gogo merupakan salah satu alternatif dalam usaha peningkatan produksi beras di Indonesia yang penerapan teknologi budidayanya belum optimal, terutama pada lahan kering dataran tinggi. Rendahnya produksi padi di dataran tinggi disebabkan rendahnya suhu sehingga menghambat pengisian biji dan penurunan hasil. Perakitan varietas unggul yang adaptif pada suhu rendah merupakan metode yang efektif dan efisien untuk meningkatkan produksi padi khususnya di dataran tinggi yang umumnya bersuhu rendah.
Penelitian terdiri dari lima kegiatan yaitu (1) Penapisan Genotipe-Genotipe Padi Toleran Terhadap Suhu Rendah Pada Fase Perkecambahan Menggunakan Thermogradientbar, (2) Studi Pewarisan Sifat Toleran Suhu Rendah Pada Populasi Persilangan Sigambiri Dan Varietas Popular, (3) Analisis Genetik Padi Lokal Dataran Tinggi Sigambiri Menggunakan Marka Molekuler Yang Terkait Sifat Toleran Suhu Rendah, (4) Analisis QTL Sifat Toleransi Suhu Rendah Pada Populasi Ciherang X Sigambiri Putih dan (5) Identifikasi Keberadaan gen Toleran Suhu Rendah pada Padi Gogo. Secara umum, tujuan penelitian ini untuk memperoleh genotipe yang toleran suhu rendah yang spesifik untuk ekosistem dataran tinggi. Tujuan khususnya yaitu (1) Teridentifikasi keberadaan gen toleran suhu rendah pada padi gogo varietas Sigambiri merah dan putih adaptif dataran tinggi, (2) Mendapatkan pola informasi prilaku genetik tanaman padi gogo bercekaman suhu rendah, (3) Terbentuknya populasi pemuliaan untuk perbaikan sifat padi gogo dataran tinggi, (4) Teridentifikasi keberadaan gen toleran suhu rendah pada padi gogo dataran tinggi dan (5) Diperoleh genotipe harapan padi gogo unggul baru spesifik ekosistem dataran tinggi.
Pada awal penelitian, dilakukan penapisan padi dengan thermogradientbar pada 10 level suhu untuk mengetahui respon perkecambahan benih padi pada berbagai tingkatan suhu dan mempelajari hubungannya dengan toleransi padi pada fase generatif di dataran tinggi. Penelitian ini menggunakan 15 genotipe padi (10 genotipe padi gogo generasi lanjut koleksi Balai Besar Padi yang terseleksi di dataran tinggi Tanah Karo Sumatera Utara dan 5 varietas kontrol). Ciherang, Situbagendit, Mekongga sebagai varietas pembanding peka terhadap suhu rendah, dan Sigambiri Merah dan Sigambiri Putih sebagai varietas pembanding toleran. Respon semua genotipe bervariasi. Secara umum pertumbuhan tanaman semakin menurun dengan semakin rendahnya suhu. Suhu optimum perkecambahan benih padi terjadi pada 22-28oC, sedangkan stress pada suhu rendah mulai terlihat mulai suhu 18oC. Berdasarkan data daya berkecambah padi pada suhu yang berbeda diperoleh bahwa pada suhu 28oC rata-rata persentase tumbuh tanaman stabil, sehingga untuk analisis lebih lanjut suhu 28oC dijadikan sebagai suhu kontrol terhadap suhu rendah lainnya dan untuk cekaman suhu rendah digunakan suhu 18, 16 dan 13oC.
ii
Pendugaan toleransi genotipe padi dengan menggunakan nilai indeks sensitivitas cekaman menunjukkan nilai yang berbeda-beda, sehingga sulit menentukan indeks sensitivitas variabel perkecambahan yang dapat digunakan untuk mengelompokan toleransi padi terhadap cekaman suhu rendah. Oleh karena itu, dilakukan pengujian lanjut sampai dengan fase generatif di lokasi target yaitu pada ketinggian diatas 900 m.dpl dengan suhu rata-rata lingkungan < 18oC. Hasil percobaan di lapang menunjukkan bahwa varietas pembanding peka tidak mampu menghasilkan biji sehingga produksinya nol. Genotipe-genotipe harapan yang digunakan mampu berproduksi di kondisi stress suhu rendah, kecuali DHP Karo 103 dan 125, akan tetapi produksinya masih lebih rendah dibandingkan dengan varietas pembanding toleran (Sigambiri Merah dan Putih). Genotipe DHP Karo 122 merupakan genotipe yang memiliki produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe-genotipe lainnya dengan jumlah bulir isi lebih banyak. Hal ini sejalan dengan pengujian menggunakan Thermogradienbar, dimana persentase kecambah normal yang tumbuh sebesar 44%. Nilai ini merupakan nilai yang paling tinggi dibandingkan persentase kecambah normal pada genotipe lainnya. Informasi ini menunjukkan bahwa seleksi tanaman padi menggunakan thermogradientbar dapat dijadikan sebagai metode uji cepat cekaman suhu rendah yang terjadi pada fase perkecambahan.
Keberhasilan program pemuliaan tanaman toleran suhu rendah tidak lepas dari adanya pengetahuan mengenai mekanisme penurunan sifat toleran suhu rendah sehingga dapat ditentukan metode pemuliaan yang tepat. Pada penelitian ini dilakukan persilangan antara varietas padi lokal Sigambiri yang toleran terhadap suhu rendah dengan varietas unggul yang peka terhadap suhu rendah untuk memperoleh populasi F1, F1 resiprokal, F2, BCP1 dan BCP2. Studi pewarisan untuk karakter kualitatif menggunakan Analisis Mendel, untuk karakter kuantitatif menggunakan uji normalitas, efek maternal, jumlah gen pengendali karakter, derajat dominansi, pendugaan faktor efektif, pendugaan komponen genetik, dan nilai heritabilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa toleransi tanaman padi terhadap suhu rendah tidak ada pengaruh dari tetua betina. Rata-rata dan simpangan baku karakter persentase polen fertil populasi F2 pada persilangan Chr x SGP dan Chr x SGM, melebihi nilai tetua peka namun masih di bawah nilai tetua toleran untuk karakter pengamatan polen. Sedangkan pada populasi F2 persilangan SB x SGP dan SB x SGM, rata-rata dan simpangan baku karakter persentase polen fertil berada di bawah nilai dari tetua rendahnya (Situ Bagendit). Semua karakter yang diamati memiliki pola sebaran bersifat kontinu, yang berarti karakter agronomi padi pada kondisi tercekam suhu rendah dikendalikan oleh banyak gen.
Populasi F2 padi hasil persilangan Sigambiri dan varietas popular pada kondisi tercekam suhu rendah memiliki nilai tengah di antara nilai tengah kedua tetuanya. Karakter jumlah anakan maksimum, jumlah anakan produktif, umur berbunga dan jumlah polen steril pada umumnya dikendalikan oleh banyak gen dengan pengaruh epistasis komplementer. Karakter tinggi tanaman, panjang eksersi malai, jumlah klorofil 4 MST dan 12 MST, dan produksi dikendalikan oleh aksi gen aditif, dengan nilai heritabilitas arti luas dari rendah hingga tinggi. Aksi gen aditif epistasis duplikat terjadi pada karakter tinggi tanaman (Chr x SGP, SB x SGM), jumlah klorofi 4 MST (Chr x SGM, SB x SGM, SB x SGP), jumlah
iii
klorofil 12 MST (SB x SGP), jumlah anakan maksimum, umur berbunga (SB x SGM). Semua karakter yang diamati memiliki pola sebaran yang bersifat kontinu. Program perakitan padi gogo toleran suhu rendah dengan cara memanfaatkan varietas lokal sebagai donor gen dan persilangan, dibarengi penerapan bioteknologi diperkirakan meningkatkan peluang diperolehnya varietas toleran suhu rendah. Kemajuan dalam bidang biologi molekuler, memungkinkan keragaman genetik suatu populasi dapat diamati pada tingkat DNA. Tingkat polimorfisme (PIC) diperlukan untuk memilih marka yang dapat membedakan antargenotipe/tetua yang digunakan. Materi yang digunakan adalah 5 sampel DNA yang merupakan varietas pembanding toleran dan peka. Marker SSR digunakan sebanyak 11 marker yang terkait dengan sifat-sifat toleransi terhadap suhu rendah. Terdapat 5 primer polimorfis yaitu CT221,CT224, CT232, CT233, dan CT234. Nilai rata-rata PIC dari 11 marker SSR yang digunakan adalah 0,2045 dengan nilai tertinggi 0.3750 dan terendah 0.000. Analisis koefisien jarak genetik menunjukkan bahwa jarak genetik yang beragam dengan kisaran antara 0-0,431. Koefisien jarak genetik paling jauh dimiliki antara Ciherang dengan Sigambiri Putih, dan Situbagendit dengan Sigambiri Putih, sebesar 0,431. Artinya, Ciherang dan Situbagendit memiliki perbedaan genetik sebesar 43,1% terhadap Sigambiri Putih. Jarak genetik terjauh kedua dan ketiga adalah antara Ciherang dan Situbagendit dengan Sigambiri Merah sebesar 0,3821 dan antara Mekongga dengan Sigambiri Putih sebesar 0,3172. Jarak genetik paling dekat bahkan mirip adalah 0.000. Genotipe-genotipe yang terseleksi oleh marka molekuler yang berkaitan dengan toleransi terhadap suhu rendah adalah Sigambiri Putih dan
Sigambiri Merah.
Penelitian selanjutnya bertujuan mengidentifikasi marka simple sequence repeat (SSR) padi yang berasosiasi dengan toleransi terhadap suhu rendah. Marka SSR adalah marka yang mampu membedakan homozigot dan heterozigot (codominant) serta dapat melacak banyak alel pada genom tanaman. Untuk mengetahui posisi QTL sifat toleransi terhadap suhu rendah pada padi, 183 populasi mapping F2 yang berasal dari persilangan Sigambiri Putih dan Ciherang diuji di lingkungan tercekam suhu rendah. Karakter fenotip yang diamati adalah diskolorisasi warna daun, nilai SPAD, tinggi tanaman, panjang keluar malai, jumlah anakan produktif, skala pertumbuhan, skala eksersi, produksi, jumlah serbuk sari steril, fertil, dan persentase fertil dari 183 populasi F3. Sebelas marka mikrosatelit pada penelitian sebelumnya digunakan untuk mengamplifikasi DNA dari 183 tanaman F2. Analisis marka tunggal menghasilkan dua marka molekuler yang terpaut dengan karakter SPAD, yakni marka CT221 dan CT234. Kontribusi alel Sigambiri Putih terhadap karakter SPAD padi pada daerah yang mengalami cekaman suhu rendah pada lokus CT221 dan CT234 sebesar 26.12% dan 23.94%.
Sebanyak 44 genotipe F2 yang telah diketahui tingkat toleransinya pada suhu rendah dianalisis menggunakan marka SSR yang spesifik terhadap suhu rendah. Primer CT221, CT224, CT232 dan CT233 dapat digunakan untuk menyeleksi individu F2 toleran suhu rendah karena dapat dengan jelas membedakan antara tetua peka dan tetua toleran. Lima calon genotipe harapan terdeteksi mengandung alel-alel SSR yang berasosiasi dengan toleransi terhadap suhu rendah. Marka CT221 berpotensi digunakan sebagai marka diagnostik awal untuk mendeteksi alel-alel toleransi terhadap suhu rendah.