Show simple item record

dc.contributor.advisorL. Tobing, Christoffel
dc.contributor.advisorSitepu, Makmur
dc.contributor.authorSaputra, Hendry Adi
dc.date.accessioned2021-08-18T04:23:43Z
dc.date.available2021-08-18T04:23:43Z
dc.date.issued2011
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/40319
dc.description.abstractTujuan: Membandingkan kesembuhan luka episiotomi dengan luka ruptur perineum tingkat 1-2 pada primigravida di RSUP. H. Adam Malik Medan Desain: Penelitian ini bersifat kohor prospektif dengan uji analitik. Bahan dan Cara : Sampel yang memenuhi criteria dilakukan informed content sesuai dengan etika penelitian. Sampel terbagi menjadi dua subjek penelitian yakni kelompok pertama wanita pasca persalinan spontan dengan luka episiotomi tingkat 1 – 2 dan kelompok kedua wanita pasca persalinan spontan dengan luka ruptur perineum tingkat 1 – 2. Analisis data berdasarkan usia , pendidikan, berat badan lahir bayi, lamanya persalinan, lama ketuban pecah, indeks massa tubuh, kadar hemoglobin ibu, kejadian kesembuhan dan infeksi luka. Statistik inferensial yang digunakan dengan uji Chi square dan T-Independent kemudian dilakukan analisis parametric menggunakan pendekatan probabilitas pasti dengan Fisher Exact test. Hasil: Dari 60 Subjek penelitian primigravida yang masuk kriteria inklusi, dijumpai 19 kasus (63.3%) yang dinyatakan sembuh pada luka episiotomi dan 23 kasus (76,7%) dinyatakan sembuh pada luka ruptur perineum tingkat 1–2 pada primigravida. Sedangkan yang dinyatakan mengalami infeksi pada luka episiotomi adalah 11 kasus (36,7%) dan yang mengalami infeksi pada luka ruptur perineum tingkat 1–2 adalah 7 kasus (23,3%). Lama ketuban pecah pada penelitian ini berpengaruh secara bermakna terhadap kejadian infeksi luka episiotomi (p=0,012). Tampak pada pasien yang lama ketubannya pecah kurang dari 8 jam terjadi infeksi luka episiotomi sebanyak 7 orang (63,6%) dan yang tidak mengalami infeksi luka episiotomi 19 orang (100%). Pasien yang lama ketubannya pecah lebih dari 8 jam terjadi infeksi luka episiotomi sebanyak 4 orang (36,4%). Hubungan antara status gizi pasien dengan kejadian infeksi luka episiotomi ada perbedaan bermakna secara statistik. Pasien yang Index massa tubuhnya (IMT) kurang (underweight) sebanyak 3 orang (27,3%) mengalami infeksi luka episiotomi, dan yang IMTnya normal (normoweight) 18 orang (94,7%) yang tidak mengalami infeksi luka episiotomi, IMTnya yang overweight 6 orang (54,5%) yang mengalami infeksi luka episiotomi. IMT pasien pada penelitian ini rata-rata mempunyai status gizi baik menurut perhitungan basal metabolisme index (BMI)atau Index massa tubuh (IMT), sehingga secara statistik tidak terdapat pengaruh status gizi pasien terhadap kejadian infeksi luka episiotomi. Didapatkan perbedaan kesembuhan antara luka episiotomi dengan luka ruptur perineum tingkat 1–2, kesembuhan luka lebih dari 10 hari didapatkan lebih banyak pada primigravida yang di-episiotomi 11 orang (36,7%) berbanding 7 orang (23,3%) pada primigravida dengan luka perineum tingkat 1–2. Dilakukan uji eksak fisher didapatkan p = 0,399 dengan RR (95 % CI) : 0,96 (0,85–1,09), jadi perbedaan antara waktu kesembuhan luka episiotomi dan luka ruptur perineum tingkat 1–2 tidak bermakna secara statistik. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan tingkat kesembuhan luka episiotomi dengan luka ruptur spontan perineum tingkat 1 – 2 pada wanita pasca persalinan.en_US
dc.description.abstractTujuan: Membandingkan kesembuhan luka episiotomi dengan luka ruptur perineum tingkat 1-2 pada primigravida di RSUP. H. Adam Malik Medan Desain: Penelitian ini bersifat kohor prospektif dengan uji analitik. Bahan dan Cara : Sampel yang memenuhi criteria dilakukan informed content sesuai dengan etika penelitian. Sampel terbagi menjadi dua subjek penelitian yakni kelompok pertama wanita pasca persalinan spontan dengan luka episiotomi tingkat 1 – 2 dan kelompok kedua wanita pasca persalinan spontan dengan luka ruptur perineum tingkat 1 – 2. Analisis data berdasarkan usia , pendidikan, berat badan lahir bayi, lamanya persalinan, lama ketuban pecah, indeks massa tubuh, kadar hemoglobin ibu, kejadian kesembuhan dan infeksi luka. Statistik inferensial yang digunakan dengan uji Chi square dan T-Independent kemudian dilakukan analisis parametric menggunakan pendekatan probabilitas pasti dengan Fisher Exact test. Hasil: Dari 60 Subjek penelitian primigravida yang masuk kriteria inklusi, dijumpai 19 kasus (63.3%) yang dinyatakan sembuh pada luka episiotomi dan 23 kasus (76,7%) dinyatakan sembuh pada luka ruptur perineum tingkat 1–2 pada primigravida. Sedangkan yang dinyatakan mengalami infeksi pada luka episiotomi adalah 11 kasus (36,7%) dan yang mengalami infeksi pada luka ruptur perineum tingkat 1–2 adalah 7 kasus (23,3%). Lama ketuban pecah pada penelitian ini berpengaruh secara bermakna terhadap kejadian infeksi luka episiotomi (p=0,012). Tampak pada pasien yang lama ketubannya pecah kurang dari 8 jam terjadi infeksi luka episiotomi sebanyak 7 orang (63,6%) dan yang tidak mengalami infeksi luka episiotomi 19 orang (100%). Pasien yang lama ketubannya pecah lebih dari 8 jam terjadi infeksi luka episiotomi sebanyak 4 orang (36,4%). Hubungan antara status gizi pasien dengan kejadian infeksi luka episiotomi ada perbedaan bermakna secara statistik. Pasien yang Index massa tubuhnya (IMT) kurang (underweight) sebanyak 3 orang (27,3%) mengalami infeksi luka episiotomi, dan yang IMTnya normal (normoweight) 18 orang (94,7%) yang tidak mengalami infeksi luka episiotomi, IMTnya yang overweight 6 orang (54,5%) yang mengalami infeksi luka episiotomi. IMT pasien pada penelitian ini rata-rata mempunyai status gizi baik menurut perhitungan basal metabolisme index (BMI)atau Index massa tubuh (IMT), sehingga secara statistik tidak terdapat pengaruh status gizi pasien terhadap kejadian infeksi luka episiotomi. Didapatkan perbedaan kesembuhan antara luka episiotomi dengan luka ruptur perineum tingkat 1–2, kesembuhan luka lebih dari 10 hari didapatkan lebih banyak pada primigravida yang di-episiotomi 11 orang (36,7%) berbanding 7 orang (23,3%) pada primigravida dengan luka perineum tingkat 1–2. Dilakukan uji eksak fisher didapatkan p = 0,399 dengan RR (95 % CI) : 0,96 (0,85–1,09), jadi perbedaan antara waktu kesembuhan luka episiotomi dan luka ruptur perineum tingkat 1–2 tidak bermakna secara statistik. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan tingkat kesembuhan luka episiotomi dengan luka ruptur spontan perineum tingkat 1 – 2 pada wanita pasca persalinan.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectLuka ruptur perineum tingkat 1-2en_US
dc.subjectLuka episiotomien_US
dc.subjectTingkat kesembuhanen_US
dc.titlePerbandingan Kesembuhan Luka Episiotomi dengan Luka Ruptur Perineum Tingkat 1 – 2 pada Primigravida di RSUP H. Adam Malik Medanen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimFulltext
dc.description.pages76 Halamanen_US
dc.description.typeTesis Magisteren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record