Efektivitas Anger Management Training Untuk Menurunkan Agresivitas pada Remaja Disruptive Behavior Disorders
View/ Open
Date
2014Author
Nasrizulhaidi
Advisor(s)
Sulistyaningsih, Wiwik
Irmawati
Metadata
Show full item recordAbstract
The aim of this research is to determine the effectiveness of anger management training to reduce aggression in adolescent with disruptive behavior disorders. Subjects selected through screening with CPRS scale (Conduct Problem Risk Screen) and using BAQ scale (Buss-Perry Aggression Questionnaire) to measure aggression. AMT (Anger Management Training) in this research is a form of psychoeducation, which students learned about the basic understanding of angry, anger expression and it’s consequences, self identify their feelings when angry, angry thoughts controlling and determined the level of anger. Further understanding of anger management through the movie, muscle relaxation and breathing, how to resolve conflicts, how to control anger and anger planning control. The method used consists of case discussions, individual exercises, presentation and behavior modeling. The placement of the subject done by random assignment, which are divided into two groups. The experimental group consist of 10 students, received AMT for 3 times meeting and each meeting held in 120 minutes. The number of subjects in control group is 10 students also, but do not receive treatment. Hypothesis testing was done by using technique Independent Sample t-test and the result is p = 0,000 < 0,5. To measure the differences in the level of aggressiveness of the subjects in the experimental group during pretest and posttest, used Paired Sample t-test techniques, the result is p = 0,000 < 0,05 with mean 25,5. The same thing is done in the control group and the result is p = 0,000 < 0,05 with mean -11,1. It can be concluded that anger management training can reduce aggressiveness. In this case the subjects in the experimental group experienced a decrease in aggressiveness after receiving AMT while subjects in the control group increased their aggressiveness because they didn’t get AMT. In addition AMT can be given to individual with lower level of intelligence, by modifying form of the program more concrete operational. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas anger management training untuk menurunkan agresivitas pada remaja disruptive behavior disorders. Subjek penelitian dipilih melalui screening dengan skala CPRS (Conduct Problem Risk Screen) dan pengukuran agresivitas dengan skala BAQ (Buss-Perry Aggression Questionnaire). AMT (Anger Management Training) berupa psikoedukasi, yang mempelajari tentang pemahaman dasar marah, ekspresi marah dan akibatnya, mengidentifikasi diri saat marah, mengontrol pikiran marah dan menentukan tingkat kemarahan. Selanjutnya memahami anger management melalui film, relaksasi otot dan pernapasan, cara menyelesaikan konflik, cara mengontrol marah dan perencanaan dalam mengontrol marah. Adapun metode yang digunakan terdiri dari diskusi kasus, latihan individual, presentasi dan modelling perilaku. Penempatan subjek dengan random assignment dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok eksperimen berjumlah 10 orang, mendapat AMT selama 3 kali pertemuan dan setiap pertemuan memerlukan waktu 120 menit. Sementara subjek di kelompok kontrol juga berjumlah 10 orang, namun tidak mendapatkan perlakuan. Pengujian hipotesis dengan teknik Independent Sample t-test dan hasilnya p = 0,000 < 0,05. Kemudian untuk melihat perbedaan tingkat agresivitas subjek di kelompok eksperimen saat pretest dan posttest digunakan teknik Paired Sample t-test, hasilnya p = 0,000 < 0,05 dengan mean sebesar 25,5. Hal yang sama dilakukan pada kelompok kontrol dan hasilnya p = 0,000 < 0,05 dengan mean sebesar -11,1. Dapat disimpulkan anger management efektif untuk menurunkan agresivitas. Dalam hal ini subjek di kelompok eksperimen mengalami penurunan agresivitas setelah mendapat AMT dan subjek di kelompok kontrol mengalami peningkatan agresivitas karena tidak mendapatkan AMT. Selain itu AMT dapat pula diberikan pada individu yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata, dengan memodifikasi program yang lebih berbentuk operasional konkrit.