dc.contributor.advisor | Kalo, Syafruddin | |
dc.contributor.advisor | Hamdan, M. | |
dc.contributor.advisor | Mulyadi, Mahmud | |
dc.contributor.author | Hutahaean, Boyke | |
dc.date.accessioned | 2021-08-24T06:12:07Z | |
dc.date.available | 2021-08-24T06:12:07Z | |
dc.date.issued | 2011 | |
dc.identifier.uri | http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/41154 | |
dc.description.abstract | Corruption is obstacle factor for democracy evelopment, the implementation
of the task of public institution and abuse of resources either natural or human
resources optimally for the society prosperity. Corruption build an action that
conceal anything and oppression. The secrecy indicated by the implementation of
development program with any problem such as mark up, mark down of budget,
fictitious or unworthy condition. The oppression is described by in capability of
society to enjoy the result of development process. In order to against the corruption,
the government prepare the sufficient law instrument either in preventive process up
to the taking measures. The law instrument such as the Act of Anti Corruption,
Corruption Eradication Commission and Court that handle the corruption case
specifically. The establishment of specific court to handle the to corruption case or
known as Corruption Crime Court in its relationship to the corruption eradication is
based on any reasons, such a first, there is law subject must be handle especially.
Second, there is a special law event that can not be handle by the available rule.
Third, there is integrity and professionalism factor of the law enforcer and judges.
Therefore, by the Corruption Crime Court will raise any question: What the existence
of Corruption Crime Court in eradication of corruption.
This research is a normative juridical study in analytic descriptive study. The
data was collected by 2 (two) methods, i.e. library and field studies. The library study
is refers to the primary law material even the secondary and tertiary law resources,
while the field study only as the support on the normative juridical study, i.e. through
the collecting data of the decision of corruption crime court in the court in first
instance of Semarang. All of the collected data would studied and analyzed
qualitatively in which all o the data was analyzed by interpretation qualitatively the
opinion or respond of informant, and then describe that aspect related to the topic
completely and comprehensively.
Based on the result of research it indicates that in order to eradicate the
corruption the corruption crime court has any obstacles such as there is intervention
of government to the independency of justice power in Indonesia, obstacle in the view
point of juridical, obstacle, crime handling and implementation of sanction on the
technical obstacle. In addition, there are any obstacle factors for the corruption
crime court because the corruption crime is one of difficult crime in its proven, either
for the modus operandi or profesionalism of the accused. The field obstacle is caused
by the limitation of the information and knowledge to the judge about the transaction
variation used in corruption crime.
Therefore, in order to handle the aforementioned problem, the recruitment
process of the ad hoc judge at the corruption crime court must be selective to get the
judges who have capability and competency in the law field because the corruption crime is an extraordinary crime, so the corruption crime court has not obstacles in
the eradication of corruption especially the obstacle from the capability of the
judges. In addition, the existence of the corruption crime court in the future in
corruption eradication must seek the causes factor and the causes must be
eliminated by preventive and followed by education (the increasing of law awareness
of the society through repressive action). | en_US |
dc.description.abstract | Korupsi merupakan faktor penghambat bagi pengembangan demokrasi,
menghambat pelaksanaan tugas lembaga-lembaga publik serta penyalahgunaan
sumber daya yang dimiliki baik alam maupun manusia secara optimal untuk
kesejahteraan masyarakat. Korupsi memupuk perilaku merahasiakan segala sesuatu
dan penindasan. Kerahasiaan terlihat dari banyaknya pelaksanaan program
pembangunan yang memiliki permasalahannya masing-masing di mulai dari
pengajuan anggaran yang diperbesar (mark up), penggunaan anggaran yang
diperkecil (mark down), kegiatan fiktif maupun kondisi yang tidak layak guna.
Penindasan dijelaskan dengan kondisi ketidakmampuan masyarakat untuk menikmati
hasil yang telah dilakukan oleh sebuah proses pembangunan. Untuk melakukan
perlawanan terhadap korupsi pemerintah telah mempersiapkan segala perangkat
hukum yang cukup memadai baik dari proses pencegahan maupun sampai pada
tingkatan penindakan. Perangkat hukum dari Undang-Undang Anti Korupsi, lembaga
anti korupsi (Komisi Pemberantasan Korupsi), dan Pengadilan yang khusus
menangani kasus korupsi. Pembentukan Pengadilan yang khusus menangani kasus
korupsi atau yang lazim disebut Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam kaitannnya
dengan pemberantasan korupsi didasarkan pada berbagai alasan, diantaranya adalah:
pertama:
Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan sifat penelitian
deskriptif analitis. Dalam melakukan pengumpulan data dilakukan dengan 2 (dua)
cara yaitu: penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan
adalah dengan merujuk pada bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tertier, sedangkan penelitian lapangan yang digunakan hanya sebagai
pendukung terhadap penelitian yuridis normatif, yaitu dilakukan melalui
pengumpulan berbagai putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada pengadilan
negeri semarang. Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan akan ditelaah
dan dianalisis secara kualitatif, maksudnya adalah bahwa seluruh data dianalisis
dengan cara menginterpretasikan secara kualitas tentang pendapat hakim pengadilan
tindak pidana korupsi pada pengadilan negeri semarang dalam mengambil keputusan,
kemudian menjelaskannya secara lengkap dan komperhensif mengenai berbagai
aspek yang berkaitan dengan pokok persoalan.
Adanya subjek hukum yang perlu penanganan khusus. Kedua: Adanya
peristiwa hukum khusus yang penanganannya tidak dapat dilakukan dengan aturan
hukum yang ada saat ini. Ketiga: Adanya faktor integritas dan profesionalisme aparat
penegak hukum dan hakim. Oleh karena itu, dengan adanya Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi akan memunculkan pertanyaan, bagaimana eksistensi Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi dalam melakukan pemberantasan korupsi.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk melakukan
pemberantasan korupsi, pengadilan tindak pidana korupsi mengalami berbagai
hambatan, diantaranya adalah: adanya pengaruh pemerintah terhadap independensi
kekuasaan kehakiman di Indonesia, hambatan dari sisi yuridis, hambatan dari sisi penanganan perkara dan implementasi sanksi, serta hambatan dari sisi teknis.
Disamping itu juga, faktor-faktor yang menjadi penghambat bagi Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi dalam melakukan pemberantasan korupsi adalah disebabkan oleh
karena tindak pidana korupsi merupakan suatu bentuk kejahatan yang sulit dan rumit
dalam pembuktiannya, baik karena modus operandi maupun profesionalitas
pelakunya. Kendala yang terjadi dilapangan antara lain dikarenakan baik Penuntut
Umum maupun Majelis Hakim memiliki keterbatasan informasi dan pengetahuan
tentang variasi transaksi yang dipergunakan sebagai jembatan dilakukannya tindakan
korupsi tersebut.
Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan diatas, hendaknya proses
rekruitmen terhadap hakim ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi harus
dilakukan dengan lebih selektif agar bisa melahirkan Hakim-Hakim yang memiliki
kemampuan dan berkompeten dibidang hukum, hal ini dianggap perlu mengingat
tindak pidana korupsi adalah merupakan suatu bentuk kejahatan luar biasa (extra
ordinary crime), sehingga Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak mengalami
berbagai hambatan dalam melakukan pemberantasan korupsi, terutama hambatan
yang berasal dari kemampuan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sendiri.
Disamping itu juga hendaknya eksistensi pengadilan tindak pidana korupsi kedepan dalam
melakukan pemberantasan korupsi dilakukan dengan cara mencari penyebabnya terlebih
dahulu, kemudian penyebab tersebut dihilangkan dengan cara prevensi, kemudian disusul
dengan pendidikan (peningkatan kesadaran hukum) masyarakat disertai dengan upaya
represif (pemidanaan). | en_US |
dc.language.iso | id | en_US |
dc.publisher | Universitas Sumatera Utara | en_US |
dc.subject | Eksistensi | en_US |
dc.subject | Pengadilan Tindak Pidana Korupsi | en_US |
dc.subject | Pemberantasan Korupsi | en_US |
dc.title | Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang di Semarang) | en_US |
dc.type | Thesis | en_US |
dc.identifier.nim | NIM097005059 | |
dc.description.pages | 179 Halaman | en_US |
dc.description.type | Tesis Magister | en_US |