dc.contributor.advisor | Harahap, R. Hamdani | |
dc.contributor.advisor | Badaruddin | |
dc.contributor.author | Hutasoit, Bontor Arifin | |
dc.date.accessioned | 2021-09-03T04:05:54Z | |
dc.date.available | 2021-09-03T04:05:54Z | |
dc.date.issued | 2005 | |
dc.identifier.uri | http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/42200 | |
dc.description.abstract | Handicraft industry of ulos (traditional cloth of Batak) in subdistrict of Siatas Barita, district of Tapanuli Utara, as well as another small scale industry face the financial capital, marketing, raw material, technology, labor, and management problems. These problems has resulted the subcontracting relationship (decentralization of ulos production) between the ulos craftsman partonun) and entrepreneur toke).This study describe how the subcontracting relationship between partonun and toke in ulos industry in subdistrict of Siatas Barita based on financial capital, raw material, marketing, and labor aspect. Finally it will be concluded whether the subcontracting relationship is exploitative or mutualistic. Subcontracting system between partonun and toke are spontaneous, informal, and unwritten form. It is a commercial subcontracting vertical, means the working on ulos are done by partonun as the subcobtractor, and toke as the principal market the product to the costumer, and supply any input resources, such as financial capital and raw material. Motivation to do subcontracting relationship i.e, Full capacity subcontracting, means toke face the over production activities. Complementary or intermittent subcontracting are performed to face the demand fluctuation. Cost saving subcontracting, means toke can minimize the cost expenditure. The last motivation is specialized subcontracting to use the available skill and equipment owned by partonun. For partonun, the limitation of access to the market and financial capital to be a dominant motivation for the subcontracting relationship. Subcontracting relationship between toke and partonun is an exploitative dependence. This dependence is one way, i.e. from partonun to toke. This trend rised for the requirement of partonun is little than toke, so dependence balance moved to partonun in one direction. The dominant discrepancy of production factor cause the exploitative is financial capital, it results the lending process between partonun and toke out of ulos production process, finally it makes partonun in the unauthonomous position. The subcontracting relationship area maintened by the social relationship, such us regular social gathering, visiting in calamity or party, the pay of down payment, ang go picnic to the tourism object. The development of ulos handicraft in a balance dependence between partonun and toke can be solved by eliminate the financial dependence of partonun to toke. Government interference in this case is very important to supply of financial capital, and to strive for the subcontracting relationship in written form. The financial capital must be supplied to the partonun directly, but if it must be doing through the group of partonun, government or contributor of financial capital must determine that the group of partonun is not a group that involved in the subcontracting relationship. | en_US |
dc.description.abstract | Usaha kerajinan ulos (kain tenun tradisional Batak) di Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara, sebagaimana usaha industri kecil lainnya selalu menghadapi permasalahan modal, pemasaran, bahan baku, teknologi, tenaga kerja dan manajemen. Permasalahan ini telah memunculkan adanya hubungan sub kontrak (desentralisasi produksi ulos) antara pengrajin ulos (partonun) dengan pengusaha ulos (toke). Studi ini berusaha menggambarkan bagaimana hubungan yang terjadi antara partonun dengan toke yang terkait dalam hubungan subkontrak pada industri kerajinan ulos di Kecamatan Siatas Barita, dengan melihat aspek modal, bahan baku, pemasaran dan tenaga kerja, Pada akhirnya akan dapat disimpulkan apakah hubungan tersebut eksploitatif atau mutualistik. Sistem subkontrak yang terjadi antara partonun dengan toke terjadi secara spontan, informal, dan tidak tertulis, dan merupakan commercial subcontracting vertical, artinya proses pengerjaan tenunan ulos dilakukan oleh partonun sebagai subkontraktor dan toke sebagai prinsipal hanya memasarkan kepada konsumen dan menyiapkan sumber-sumber input seperti modal dan bahan baku. Motivasi melakukan hubungan subkontrak disebabkan adanya full capacity subcontracting, dimana toke menghadapi kegiatan melebihi kapasitas produksi. Complementary atau intermittent subcontracting dilakukan untuk menghadapi fluktuasi permintaan. Cost saving subcontracting, yaitu toke dapat mengurangi berbagai pengeluaran biaya. Motivasi terakhir adalah specialized subcontracting untuk memanfaatkan keterampilan dan peralatan yang dimiliki partonun. Bagi partonun keterbatasan akses terhadap pasar dan modal yang terbatas menjadi motivasi dominan terjadinya hubungan subkontrak. Hubungan subkontrak antara toke dengan partonun merupakan hubungan saling ketergantungan yang eksploitatif. Sifat ketergantungan cenderung searah, yakni dari partonun ke toke. Kecenderungan ini muncul karena pilihan partonun dibanding toke lebih sedikit dan terbatas sehingga neraca ketergantungan bergeser sepihak ke arah partonun. Sumber ketimpangan faktor produksi yang paling dominan memunculkan eksploitatif ini adalah permodalan, yang mengakibatkan terjadinya proses pinjam meminjam uang antara partonun dengan toke diluar dari proses produksi ulos, pada akhirnya telah mengakibatkan partonun tidak otonom dan mandiri.Upaya melestarikan hubungan subkontrak dilakukan dengan hubungan-hubungan sosial, yaitu: Hubungan arisan, saling mengunjungi apabila ada musibah atau pesta, memberikan uang muka, dan piknik mengunjungi daerah-daerah wisata. Usaha untuk mengembangkan kerajinan ulos dengan relasi yang lebih seimbang antara partonun dengan toke dapat dilakukan dengan memutus ketergantungan modal dari partonun kepada toke. Intervensi pemerintah dalam hal ini sangat dibutuhkan terutama dalam penyediaan modal, serta mengupayakan agar hubungan subkontrak dilakukan secara tertulis. Pemberian modal hendaknya langsung kepada partonun, namun apabila diberikan melalui kelompok partonun, pemerintah atau pemberi modal harus memastikan bahwa kelompok partonun tersebut bukanlah kelompok yang tcrjalin dalam hubungan subkontrak. | en_US |
dc.language.iso | id | en_US |
dc.publisher | Universitas Sumatera Utara | en_US |
dc.subject | Hubungan Subkontrak | en_US |
dc.subject | Partonun | en_US |
dc.subject | Toke | en_US |
dc.subject | Kerajinan Ulos | en_US |
dc.title | Hubungan Subkontrak Antara Partonun dengan Toke (Studi Kasus pada Industri Kerajinan Ulos di Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara ) | en_US |
dc.type | Thesis | en_US |
dc.identifier.nim | NIM037024055 | |
dc.description.pages | 160 Halaman | en_US |
dc.description.type | Tesis Magister | en_US |