Marhata Dalam Upacara Adat Perkawinan Batak Toba
View/ Open
Date
2013Author
Napitupulu, Selviana
Advisor(s)
Sibarani, Robert
Metadata
Show full item recordAbstract
The study of this research is marhata in the Toba Batak wedding traditional ceremony. The objectives of this research are to 1) describe the realization form of topical introduction of marhata, 2) formulate the patterns of turn taking of marhata, and 3) formulate the patterns of adjacency pairs of marhata. Each of the objective is carried out in 3 (three) speech situations, namely marhusip, marpudunsaut, and marunjuk.
. This research applies descriptive qualitative method using pragmatic theoretical frame. It is carried out in Medan and Pematangsiantar. The data of this research are taken from two sources, namely field data as a primary data obtained by recording marhata audially and visually in three speech situations and taking documentation (books and reserach) as a secondary one. Direct observation by follwing marhata in wedding ceremony is also carried out by the researcher herself. Furthermore, the researcher interviewed the speakers who are expert in marhata on the content of marhata. Documentation data are taken from some sources as a comparison of other Toba Batak society etnics. The data analized are speeches containing topic introduction, turn taking and adjacency pair which have been verified and triangulated.
The data are analized based on content and by sequence to find the recurring patterns using conversation analysis approach. The research findings shows that 1) the new topics are introduced by the realization of imperative, interrogative, and statement. Imperative is more dominantly realized in speech situation of marhusip (62,5%) whereas declarative is in marpudunsaut (64%) and marunjuk (89%). 2) The three rules of turn taking are applicable. Yet, the first rule is more dominant in every speech situation, marhusip (75%), marpudunsaut (72%), and marunjuk (67%). It refers to the reference of kinship and use of pronoun. 3) The category of marhata structure of Toba Batak Wedding Traditional Ceremony is varied; complete and incomplete. The complete structure consists of pre-sequence, initiation, insertion, and respond, whereas incomplete one include initiation and respond. The respond of initiations comprise of 16 patterns consisting of 8 (eight) preferred structure and 8 (eight) dispreferred one. The three findings indicate that social relationship among Toba Batak ethnics is feasible and arranged in the indigenous fundamental culture of Toba Batak society called Dalihan Na Tolu (DNT). The woman‟s side has higher social status, thus, when introducing new topics, the speaker realizes them in command-request. Then, when the speaker from the man‟s side gives turn taking to the speaker of the woman‟s side, addresses system, rajanami or raja i/hula-hula nami „our king‟ or „our majesty‟, is used as a reference to the speaker of the woman‟s side. Then, in the context of engaging (marhusip), dispreferred adjacency pairs are dominantly used. It represents that the speakers of marhata of both sides in the Toba Batak wedding traditional ceremony must be professionally communicative, so called „king of speaker‟ Kajian penelitian ini adalah acara marhata dalam upacara adat perkawinan Batak Toba. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendeskripsikan realisasi bentuk pengenalan topik-topik peristiwa tutur marhata 2) merumuskan pola gilir bicara, dan 3) merumuskan pola pasangan berdekatan. Masing-masing tujuan tersebut dilaksanakan pada 3 (tiga) situasi tutur; situasi marhusip, marpudunsaut, dan marunjuk pada upacara adat perkawinan Batak Toba.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang menerapkan kerangka pikir pragmatik. Lokasi penelitian ini adalah di Medan dan Pematangsiantar dengan data dari dua sumber yaitu data lapangan sebagai data primer dan data dokumentasi sebagai data sekunder. Data lapangan diperoleh dengan merekam secara audio dan video, pengamatan peneliti langsung dari beberapa acara marhata adat perkawinan Batak Toba. Disamping itu menginterview juru bicara dan raja adat tentang isi marhata. Data dokumentasi diambil dari beberapa sumber sebagai pembanding dari etnisitas masyarakat Batak Toba lainnya. Data yang dianalisis adalah ujaran-ujaran yang mengandung topik, gilir bicara dan pasangan berdekatan yang sudah diverifikasi dan ditriangulasi.
Data dianalisis berdasarkan isi sekuensial untuk menemukan pola yang muncul berkali-kali dengan menggunakan pendekatan analisis percakapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) pengenalan topik baru dikenalkan dengan realisasi bentuk kalimat perintah, pertanyaan, dan pernyataan. Kalimat perintah lebih dominan direalisasikan pada situasi tutur marhusip (62,5%) dan kalimat pernyataan dominan pada situasi tutur marpudunsaut (64%) dan marunjuk (89%). 2) Ketiga kaidah gilir bicara dapat diaplikasikan, namun kaidah pertama lebih dominan di setiap situasi tutur; marhusip (75%), marpudunsaut (72%), dan marunjuk (67%). 3) Kategori rangkaian marhata acara adat Perkawinan Batak Toba bervariasi; ada yang lengkap dan ada yang tidak lengkap. Struktur yang lengkap terdiri dari urutan awal, inisiasi, sela, dan respon. Urutan percakapan yang tidak lengkap terdiri dari inisiasi/pemicu dan respon. Respon terhadap inisiasi yang diberikan terdiri dari 16 (enambelas) pola pasangan berdekatan yaitu 8 (delapan) pola pasangan disukai dan 8 (delapan) pola pasangan tidak disukai. Ketiga hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan sosial antara masyarakat Batak Toba nyata direfleksikan dan diatur dalam suatu sistim yang disebut DNT. Pihak perempuan memiliki status yang lebih tinggi sehingga ketika mengenalkan topik-topik baru, JBPP merealisasikannya dalam kalimat perintah permintaan. Kemudian ketika JBPL hendak memberi gilir bicara kepada JBPP, sistem kekerabatan rajanami atau raja i/hula-hula nami digunakan sebagai rujukan ke penutur pihak perempuan. Kemudian, dalam konteks meminang (marhusip), respon bentuk pasangan tidak disukai banyak digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa juru bicara marhata dalam upacara adat haruslah orang yang pintar sehingga dia disebut raja parhata.